-->

Hukum Perdata: Hukum Perjanjian (Kelas: Faisal Luqman Hakim)

Tidak ada komentar

Istilah Perjanjian

Istilah perjanjian berasal dari kata “Overeenkomst”. Overeenkomst diterjemahkan secara berbeda, antara lain:
  1. KUHPerdata, menerjemahkan dengan perjanjian.
  2. Prof. Utrecht, menerjemahkan dengan perjanjian.
  3. Prof. Subekti, menerjemahkan dengan perjanjian.
  4. Prof. Wirjono Prodjodikoro, menerjemahkan dengan persetujuan.
  5. R. Setiawan, menerjemahkan dengan persetujuan.
  6. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, menerjemahkan dengan perjanjian.
Overeenkomst diterjemahkan dengan 2 istilah, yaitu Perjanjian dan Persetujuan. Adanya istilah perjanjian disebut dengan persetujuan, karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu hal. Namun demikian, kita menggunakan istilah yang sesuai dengan KUHPerdata saja, yaitu Perjanjian.
"Hukum Perdata: Hukum Perjanjian (Kelas: Faisal Luqman Hakim)"

Pengertian Perjanjian

Di dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Menurut Prof. Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
.
Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.
"Hukum Perdata: Hukum Perjanjian (Kelas: Faisal Luqman Hakim)"

Unsur-Unsur dalam Pengertian Perjanjian:

  1. Ada para pihak.
  2. Ada persetujuan.
  3. Ada tujuan yang akan dicapai.
  4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan.
  5. Ada bentuk tertentu, bisa lisan maupun tertulis.
  6. Ada syarat-syarat tertentu.
"Hukum Perdata: Hukum Perjanjian (Kelas: Faisal Luqman Hakim)"

Asas-asas Perjanjian:

  • 1. Asas kebebasan berkontrak atau system terbuka
Asas ini menyatakan bahwa semua orang atau pihak bebas untuk melakukan perjanjian dan bebas untuk menentukan isi dari perjanjian itu.
.
  • 2.Asas Pacta Sunt Servanda
Suatu asas yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah maka berlaku layaknya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (Pasal 1338).
.
  • 3.Asas Konsensualisme
Asas ini mempunyai arti, bahwa suatu perjanjian lahir sejak detik tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak, sesuai dengan Pasal 1320.
.
  • 4.Asas pelengkap (Optional)
Hukum perjanjian bersifat pelengkap, artinya adalah pasal-pasal dalam hukum perjanjian boleh disimpangi. Sehingga adanya perjanjian yang dibuat oleh dua pihak atau lebih jika menghendaki adanya penyimpangan itu, maka diperbolehkan. Namun jika ternyata tidak diatur,maka ketentuan dalam KUHPerdata atau hukum perjanjian itu menjadi berlaku.
"Hukum Perdata: Hukum Perjanjian (Kelas: Faisal Luqman Hakim)"

Syarat Sah Perjanjian

  • 1. Subjeknya tertentu atau Cakap untuk membuat perjanjian
Pada dasarnya semua orang dianggap cakap untuk membuat perjanjian, kecuali seperti yang ditentukan oleh Pasal 1330, yaitu: Orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, dan orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh UU.
.
  • 2. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Hal ini dimaksudkan bahwa para pihak yang hendak mengadakan suatu perjanjian harus terlebih dahulu menyepakati mengenai hal-hal pokok dari perjanjian. Kata sepakat menjadi tidak sah jika ada kekhilafan, paksaan, dan penipuan (dwang, dwaling, bedrag).
.
  • 3. Adanya hal tertentu atau Objeknya tertentu
Hal ini menyangkut adanya objek tertentu yang harus dipenuhi dan ditentukan. Menurut Pasal 1332 KUHPerdata, hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat dijadikan objek perjanjian.
.
  • 4. Suatu sebab yang halal atau Causa yang halal
Hal ini berkaitan dengan isi perjanjian yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang terlarang, maka tidak mempunyai kekuatan.
.
  • Syarat Nomor 1 dan 2 adalah syarat subjektif Ketiadaan syarat subjektif atau syarat subjektif tidak dipenuhi maka menyebabkan dapatdibatalkan.
.
  • Syarat Nomor 3 dan 4 adalah syarat objektif. Ketiadaan syarat objektif atau tidak dipenuhinya syarat objektif ini maka menyebabkan batal demi hukum.
"Hukum Perdata: Hukum Perjanjian (Kelas: Faisal Luqman Hakim)"

Jenis-jenis Perjanjian

  1. Perjanjian Timbal Balik: Perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Contohnya, perjanjian jual beli, sewa-menyewa.
  2. Perjanjian Sepihak: Perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak dan dipihak lain hanya menerima hak. Contohnya, perjanjian hibah, pinjam ganti.
  3. Perjanjian Cuma-Cuma: Perjanjian yang mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya. Contohnya, perjanjian hibah, perjanjian pinjam pakai.
  4. Perjanjian atas beban: Perjanjian dengan mana terhadap prestasi pihak yang satu terdapat prestasi pihak yang lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungan hukum. Contohnya, perjanjian jual beli, sewa-menyewa.
  5. Perjanjian Konsensuil: Perjanjian yang timbul karena adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.
  6. Perjanjian riil: Perjanjian yang timbul karena adanya kesepakatan antara kedua belah pihak disertai dengan penyerahan nyata atas barangnya. Contohnya, perjanjian penitipan barang, pinjam pakai.
  7. Perjanjian bernama: Perjanjian yang mempunyai nama tertentu dan diatur secara khusus oleh UU. Contohnya, perjanjian jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa.
  8. Perjanjian tidak bernama: Perjanjian yang mempunyai nama tertentu dan tidak diatur dalam KUHPerdata. Contohnya, Leasing, Fidusia.
  9. Perjanjian Liberatoir: Perjanjian yang membebaskan orang dari keterikatannya dari suatu kewajiban hukum tertentu. Contohnya, pembebasan hutang.
  10. Perjanjian kebendaan: Perjanjian untuk menyerahkan atau mengalihkan atau menimbulkan atau mengubah atau menghapuskan hak-hak kebendaan. Contohnya, perjanjian jual beli.
  11. Perjanjian Obligatoir: Perjanjian yang menimbulkan perikatan antara kedua belah pihak.
  12. Perjanjian Accesoir: Perjanjian yang membuntuti perjanjian pokok.Contohnya, hipotik, gadai, dan borgtocht.
"Hukum Perdata: Hukum Perjanjian (Kelas: Faisal Luqman Hakim)"

Wanprestasi

Wanprestasi dapat diartikan sebagai kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian. Sehingga wanprestasi adalah suatu keadaan dimana debitur tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian.
.
  • Timbulnya Wanprestasi
Wanprestasi dapat timbul karena: kesengajaan atau kelalaian debitur sendiri, dan adanya keadaan memaksa (overmacht).
.
  • Bentuk-bentuk Wanprestasi
Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali; Debitur memenuhi prestasi, tetapi salah atau tidak sebagaimana mestinya; Debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat.
.
  • Akibat Wanprestasi
Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditur (Pasal 1243); Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian (Pasal 1276); Peralihan resiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1273 ayat 2).
.
  • Tuntutan Hak oleh Kreditur
Pemenuhan perjanjian; Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian; Ganti kerugian saja; Pembatalan perjanjian; Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi.
.
  • Syarat Pelaksanaan Ganti Kerugian
Debitur memang telah lalai melakukan wanprestasi; Debitur tidak berada dalam keadaan memaksa; Tidak adanya tangkisan dari debitur untuk melumpuhkan tuntutan ganti rugi; Kreditur telah melakukan somasi atau peringatan.
"Hukum Perdata: Hukum Perjanjian (Kelas: Faisal Luqman Hakim)"

Keadaan Memaksa

Menurut Prof. Subekti, keadaan memaksa adalah suatu alasan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi. Menurut Abdulkadir Muhammad, keadaan memaksa adalah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat didugaakan terjadi pada waktu membuat perikatan.
.
Menurut R. Setiawan, keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya persetujuan, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat. Kesemuanya itu sebelum debitur lalai untuk memenuhi prestasinya pada saat timbulnya keadaan tersebut.
.
Dapat disimpulkan bahwa dalam keadaan memaksa, debitur tidak dapat dipersalahkan atas tidak dapat terlaksananya suatu perjanjian. Sebab, keadaan ini timbul di luar kemauan dan kemampuan atau dugaan dari debitur. Dan oleh karenanya, debitur tidak dapat dijatuhi sanksi.
.
Unsur-unsur dalam Keadaan Memaksa:
  1. Tidak dipenuhi prestasi, karena suatu peristiwa yang membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi objek perikatan. Ini selalu bersifat tetap.
  2. Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi. Ini dapat bersifat tetap atau sementara.
  3. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan, baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi, bukan karena kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur.
.
Keadaan Memaksa dalam KUHPerdata:
  • Menurut Pasal 1244, jika ada alasan untuk itu, debitur harus dihukum membayar ganti kerugian, apabila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak tepatnya melaksanakan perjanjian itu karena sesuatu hal yang tidak dapat diduga yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, kecuali ada itikad buruk dari debitur.
  • Menurut Pasal 1245, tidak ada ganti kerugian yang harus dibayar, apabila karena keadaan memaksa atau suatu kejadian yang tidak disengaja, debitur berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.
"Hukum Perdata: Hukum Perjanjian (Kelas: Faisal Luqman Hakim)"

Resiko

Menurut Prof. Subekti, resiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jikalau di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian. Resiko adalah suatu kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi keadaan memaksa, yaitu peristiwa bukan karena kesalahan debitur, yang menimpa benda yang menjadi objek perikatan atau menghalangi perbuatan debitur memenuhi prestasi.
.
Resiko dalam KUHPerdata:
  • Pasal 1237: Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang. Jika si berpiutang lalai, maka sejak saat kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungannya. Misalnya: Perjanjian hibah, dan pinjam pakai.
  • Pasal 1460: Jika kebendaan yang dipikul itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya. Misalnya: Perjanjian jual-beli.
  • Pasal 1545: Jika suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar salah pemiliknya, maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi perjanjian, dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar menukar. Misalnya: perjanjian tukar-menukar.
  • Pasal 1553: Jika selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, maka perjanjian sewa gugur demi hukum. Misalnya: Perjanjian sewa-menyewa.

Komentar