-->

Quotes Novel: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah

Tidak ada komentar

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhstck_AZ0SbI6jQk6i66LNVlM7IHOdh6D1AnTNutIUVytUM1k_3P8hscbXAkgqjH6IdRr899gahG1ZD-hdPSXN9SMQVwZoqWCH0YbzCIupAb5Gi6qU5pHkW1C3N49EXPUn_SFYH2uMp_D/s1600/kau+aku+dan+sepucuk+angpau+merah.jpg

Borno dan dengan segala indahnya Pontianak. Selalu ada kisah menarik tentangnya, kisah hidupnya, terutama kisah cintanya. Nyali yang kecil berubah perlahan-lahan karena terbiasa. Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah. Kisah yang tak terduga dari sang penulis, Tere Liye. Entah apa isi kepalanya. Ceritanya selalu menarik.

  • 1. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 17)
“Apa itu pontianak? Pontianak adalah nama hantu dalam bahasa Melayu. Seramnya sama seperti kuntilanak. Ia suka menculik bayi.”

  • 2. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 20)
“Hidup untuk bekerja. Kalau kau pemalas, duduklah di depan gerbang kampung menjadi peminta-minta. (Pujangga)”

  • 3. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 20)
“Bagi ibu, tertawa adalah rasa senang tertingginya. Bagi ibu, tertawa juga rasa iba tertingginya.”

  • 4. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 23)
“Pak Tua pernah bilang, benci atau suka itu relatif. Lama-lama terbiasa, lama-lama jatuh cinta.”

  • 5. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. )
“Ada resep rahasia Pak Tua. Jika berurusan dengan polisi lalu lintas atau satpam yang galak dan mahal senyum, sapalah dia dengan menyebut namanya, maka urusan jadi gampang seketika.”

  • 6. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 35)
“Jas Merah, Jangan Suka Melupakan Sejarah. (Ir. Soekarno)”

  • 7. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 36)
“Kesepakatan adalah kesepakatan. Aku harus menghargai mufakat di antara kami, meski bodoh dan naif sekali mufakat ini. (Pak Tua)”

  • 8. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 40)
“Berusaha berlogika di atas logika.”

  • 9. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 43)
“Kau tahu, Borno. Tempat kau kerja dulu, meski bau, hasilnya wangi. Halal dan baik. Dimakan berkah, tumbuh jadi daging kebaikan. Banyak orang yang bekerja di kantoran, bajunya rapi dan wangi, tapi hasilnya busuk. Dimakan hanya menyumpal di perut, tumbuh jadi daging keburukan dan kebusukan. (Ibu)”

  • 10. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 44)
“Mari kita berandai-andai. Gaji kau katakanlah tujuh ratus ribu, ditambah dengan uang haram itu, bisa jadi dua juta. Butuh berapa tahun kau bisa mengumpulkan uang sepuluh miliar? Empat ratus tahun, empat abad kau bekerja nonstop baru bisa mengumpulkan uang sebanyak itu. Kau tahu, butuh berapa lama pemilik kebun kelapa sawit kenalanku itu? Hanya enam bulan. Juga para pesohor, pengusaha, bahkan pemain bola ternama. Mereka hanya butuh hitungan tahun, bahkan kurang. Kau tahu ironinya? Mereka melakukannya dengan jujur, kau melakukannya dengan cara curang, jahat. (Pak Tua)”

  • 11. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 44)
“Dalam banyak urusan, kita terkadang sudah merasa selesai sebelum benar-benar berhenti. (Pak Tua)”

  • 12. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 49)
“Sepanjang kau mau bekerja, kau tidak bisa disebut pengangguran. (Pak Tua)”

  • 13. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 52)
“Kau mau, maka aku akan membantu. Kau keberatan, maka kita lupakan. (Pak Tua)”

  • 14. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 56)
“Imajinasi jauh lebih penting dibanding pengetahuan. (Pak Tua)”

  • 15. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 59)
“Kau bolak-balik sedikit saja hati kau. Dari rasa dipaksa menjadi sukarela, dari rasa terhina menjadi dibutuhkan, dari rasa disuruh-suruh menjadi penerimaan. (Pak Tua)”

  • 16. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 77)
“Jelas salah. Karena rasa ingin tahu kau itu tidak pada tempatnya. (Borno)”

  • 17. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 97)
“Karena aku tidak berani secara langsung menatapnya, aku ingin berlama-lama mencuri pandangan. Karena aku tidak berani menegur, apa lagi mengajak berkenalan, aku ingin sekadar dekat-dekat dengannya. (Borno)”

  • 18. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 109)
“Tak mengapa bukan aku yang mengobrol. Curi-curi pandang, melirik raut wajahnya, melihat tawa renyahnya, itu sungguh lebih dari cukup. Sudah membuat pagiku terasa indah nian. (Borno)”

  • 19. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 121)
“Kau tahu, orang paling bersyukur di dunia ini adalah orang yang selalu makan dengan tamunya. Sebaliknya, orang yang paling tidak tahu untung adalah orang yang selalu mengeluhkan makanan di hadapannya. (Pak Tua)”

  • 20. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 123)
“Setiap detik, ada ribuan orangtua yang berpikir keras memberikan nama. (Pak Tua)”

  • 21. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 132)
“Ah tidak ada yang lebih indah dibanding masa muda. Ketika kau bisa berlari secepat yang kau mau, bisa merasakan perasaan sedalam yang kauinginkan, tanpa takut terkena penyakit atas semua itu. (Pak Tua)”

  • 22. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 132)
“Perasaan adalah perasaan, meski secuil, walau setitik hitam di tengah lapangan putih luas, dia bisa membuat seluruh tubuh menjadi sakit, kehilangan selera makan, kehilangan semangat. Hebat sekali perasaan itu. Dia bisa membuat harimu cerah dalam sekejap padahal dunai sedang mendung, mengubah harimu menjadi buram padahal dunia sedang terang benderang. (Pak Tua)”

  • 23. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 133)
“Sembilan dari sepeluh kecemasan muasalnya hanyalah imajinasi kita. Dibuat-buat sendiri, dibesar-besarkan sendiri. Nyatanya seperti itu? Boleh jadi tidak. (Pak Tua)”

  • 24. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 146)
“Kita tidak pernah tahu masa depan. Dunia ini terus berputar. Perasaan bertunas, tumbuh mengakar, bahkan berkembang biak di tempat yang paling mustahil dan tidak masuk akal sekalipun. Perasaan-perasaan kadang dipaksa tumbuh di waktu dan orang yang salah. (Bu Kepsek)”

  • 25. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 149)
“Ada momen penting dalam hidup kita ketika kau benar-benar merasa ada sesuatu yang terjadi di hati. Sesuatu yang tidak pernah bisa dijelaskan. (Borno)” 26. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 151) “Dia telah pergi, terpisah ribuan kilometer dariku. (Borno)”

  • 27. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 167)
“Cinta itu macam musik yang indah. Bedanya, cinta sejati akan membuatmu tetap menari meskipun musiknya telah lama berhenti. (Pak Tua)”

  • 28. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 167-168)
“Cinta sejati laksana sungai besar. Mengalir terus ke hilir tidak pernah berhenti, semakin lama semakin besar sungainya, karena semakin lama semakin banyak anak sungai perasaan yang bertemu. (Pak Tua)”

  • 29. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 168)
“Cinta sejati adalah perjalanan. Cinta sejati tidak pernah memiliki ujung, tujuan, apalagi hanya sekadar muara. Air di laut akan menguap, menjadi hujan, turun di gunung-gunung tinggi, kembali menjadi ribuan anak sungai, menjadi ribuan sungai perasaan, lantas menyatu menjadi Kapuas. Itu siklus tak pernah berhenti, begitu pula cinta. (Pak Tua)”

  • 30. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 168 & 173)
“Cinta adalah perbuatan. Kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta, tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi. Kata-kata dan tulisan indah adalah omong kosong (Pak Tua)”

  • 31. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 170)
“Zaman dahulu, pendidikan dan masa depan merupakan barang mewah. (Pak Tua)”

  • 32. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 170)
“Hari menjadi bulan, bulan dirangkai menjadi tahun. Cinta adalah kebiasaan. Kau tidak bisa membayangkan betapa indah proses transformasi perasaan dari sekadar sahabat menjadi seseorang yang spesial, macam melihat ulat berubah jadi kupu-kupu. (Pak Tua)”

  • 33. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 181)
“Saran yang baik mahal harganya.”

  • 34. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 182)
“Cara terbaik agar langgeng justru dengan berpikir sebaliknya dari orang-orang.”

  • 35. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 184)
“Di dunia ini terkadang urusan yang dicari sering kali menjauh-jauh, sebaliknya, urusan yang tidak dicari malah mendekat-dekat. (Pak Tua)”

  • 36. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 188)
“Hari ini semakin sedikit saja orang-orang yang mau naik kapal. Semua ingin serbacepat, serbapraktis. Mana ada yang mau naik kapal kalau ada pesawat murah? Padahal mana ada romantisnya naik pesawat? Kau terkurung dalam tabung setinggi kepala, hanya bisa mengintip dari jendela tebal, kakusnya pun sempit tidak terkira. (Pak Tua)”

  • 37. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 191)
“Mereka temanku, bukan teman kau. Aku boleh jadi nyaman menumpang di rumah mereka, kau belum tentu. Jadi lebih baik kita tinggal di penginapan, biar kita berdua bisa sama-sama nyaman. Cukup adil, bukan? (Pak Tua)”

  • 38. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 194)
“Cinta sejati selalu menemukan jalan. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirundung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya. Sebuah kebetulan yang menakjubkan. (Pak Tua)”

  • 39. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 210)
“Terkadang dalam banyak keterbatasan, kita harus menunggu rencana terbaik datang, sambil terus melakukan apa yang bisa dilakukan. (Borno)”

  • 40. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 221)
“Cinta bukan kalimat gombal, cinta adalah komitmen tidak terbatas, untuk saling mendukung, untuk selalu ada, baik senang maupun duka.”

  • 41. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 225)
“Jangan pernah menilai sesuatu sebelum kau selesai dengannya, mengenal dengan baik. (Bapak)”

  • 42. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 228)
“Banyak orang yang kadang lupa bertanya muasal uang kalau dia telanjur menikmatinya. Anak lupa bertanya pada bapak. Istri lupa bertanya pada suami. (Pak Tua)”

  • 43. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 231)
“Aku tidak mau memiliki benda apa pun dari dia. Itu akan membuatku ingat dia. (Borno)”

  • 44. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 238)
“Benci, tapi tidak kunjung kau cerai-ceraikan. Cinta, tapi kaupukul. (Ibu)”

  • 45. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 249)
“Ah, sakit perasaan memang kadang bisa membuat badan ikut sakit. Menghela napas terasa berat, menjalankan aktivitas merasa suram, sepi di tengah keramaian, dan sebaliknya ramai di tengah kesepian. Duhai, hati yang memendam rindu. (Pak Tua)”

  • 46. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 249)
“Bagaimanalah aku mengusirnya jauh-jauh? Perasaan itu mekar begitu saja di hati, tidak kusemai bibitnya. (Borno)”

  • 47. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 250)
“Berharap kalau aku sibuk, aku akan terlalu lelah untuk sekadar mengingatnya. Sayang, justru sebaliknya. (Borno)”

  • 48. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 250-251)
“Kau tahu hikmah terbesar sakit? Bagi bayi, sakit adalah tahapan naik kelas. Sakit sebelum bisa merangkak, sakit sebelum bisa berdiri, sakit sebelum bisa berjalan. Bagi kita yang jelas tidak mengulum jempol lagi, sakit adalah proses pengampunan. Bersabarlah, semoga Tuhan membalas dengan kabar hebat. (Pak Tua)”

  • 49. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 257)
“Banyak sekali orang yang jatuh cinta lantas sibuk dengan dunia barunya itu. Sibuk sekali, sampai lupa keluarga sendiri, teman sendiri. Padahal, siapalah orang yang tiba-tiba mengisi hidup kita itu? Kebanyakan orang asing, orang baru. (Pak Tua)”

  • 50. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 258)
“Habiskan masa-masa sulit kau dengan teman terbaik, maka semua akan lebih ringan. (Pak Tua)”

  • 51. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 260)
“Urusan Ibu selalu nomor satu. (Andi)”

  • 52. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 277)
“Apa pula menariknya bicara tentang hujan saat lagi hujan?”

  • 53. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 281)
“Sepanjang kau punya rencana, jangan pernah berkecil hati. (Pak Tua)”

  • 54. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 282)
“Kita memang tidak punya modal, tapi itu gampang, pasti ada jalan keluarnya. Kita juga tidak punya jaringan, kenalan, tapi itu bisa dibangun perlahan-lahan. (Borno)”

  • 55. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 282)
“Percayalah, sepanjang kita punya mimpi, punya rencana, walau kecil tapi masuk akal, tidak boleh sedikitpun rasa sedih, rasa tidak berguna itu datang mengganggu pikiran. (Borno)”

  • 56. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 285)
“Tak enak rasanya hanya menerima. Tak lengkap jika tidak dipasangkan dengan memberi. (Borno)”

  • 57. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 287)
“Kalau kau ingin mengambil hati seorang gadis, puji ibunya, urusan akan lebih mudah. (Andi)”

  • 58. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 288)
“Ah, cinta selalu saja misterius. Jangan diburu-buru, atau kau akan merusak jalan ceritanya sendiri. (Pak Tua)”

  • 59. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 293-294)
“Tips kencan ala Bang Togar: [(1)] Jadilah diri sendiri; [(2)] Jadilah pendengar yang baik. Banyak pecinta yang malah merusak kencannya karena dia mendominasi pembicaraan, ingin terlihat pintar, ingin menutupi gugup, sehingga malah banyak bicara. Cukup menjadi pendengar saja, wanita mana pun suka itu; [(3)] Pusatkan perhatian pada dirinya. Dia, dia, dan dia, itulah topik kau sepanjang hari. Tunjukkan betapa tertariknya kau padanya, bahkan bila perlu kaupuji sol sepatunya, tidak hanya bagaimana cantik baju yang dia pilih; [(4)] Tutup kencan kau dengan kalimat bahwa kau senang menghabiskan waktu bersamanya. Tatap matanya penuh keyakinan, katakan kau sungguh berharap pertemuan berikutnya, kencan berikutnya.”

  • 60. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 299)
“Jangan sekali-kali kaubiarkan prasangka buruk, jelek, negatif, apalah namanya itu muncul di hati kau. Dalam urusan ini, selalulah berprasangka positif. Selalulah berharap yang terbaik. Karena dengan berprasangka baik saja hati kau masih ketar-ketir memendam duga, menyusun harap, apalagi dengan prasangka negatif, tambah kusut lagi perasaan kau. Aku tahu kau kecewa, tapi jangan biarkan terlalu. Aku tahu kau sedih, tapi jangan biarkan menganga dalam. Bersabarlah (Bang Togar)”

  • 61. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 355)
“Perasaan itu tidak sesederhana satu tambah satu sama dengan dua. Bahkan ketika perasaan itu sudah jelas bagai bintang di langit, gemerlap indah tak terkira, tetap saja dia bukan rumus matematika. Perasaan adalah perasaan. (Pak Tua)”

  • 62. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 356)
“Perasaan adalah perasaan. Orang seperti kau, lebih suka rusuh dengan perasaan itu sendiri. Rusuh dengan harapan, semoga besok bertemu, semoga besok ada penjelasan baiknya. Semoga. Semoga. Kau sibuk sendiri, tanpa menyadari dia juga sibuk sendiri. Apa susahnya menemui dia, bertanya baik-baik. Kalaupun dia menjawab plintat-plintut, tidak jelas apa maunya, serba peragu, tiba-tiba mundur satu langkah, bahkan menjadi cemas bertemu kau, itulah sifat perasaan, butuh waktu, butuh proses. Sialnya kalian berdua punya karakter yang naif. (Pak Tua)”

  • 63. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 376)
“Cara terbaik mengembalikan semangat adalah dengan menyertakannya dalam semua kerja keras, pengharapan, dan cita-cita. (Borno)”

  • 64. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 428)
“Sejatinya, rasa suka tidak perlu diumbar, ditulis, apalagi kaupamer-pamerkan. Semakin sering kau mengatakannya, jangan-jangan dia semakin hambar, jangan-jangan kita mengatakannya hanya karena untuk menyugesti, bertanya pada diri sendiri, apa memang sesuka itu. (Pak Tua)”

  • 65. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 429)
“Kita hanya bisa berasumsi, tapi asumsi tentang perasaan sama dengan menebak, serba tidak pasti. Berasumsi dengan perasaan, sama saja dengan membiarkan hati kau diracuni dengan harapan baik, padahal boleh jadi kenyataannya tidak seperti itu, menyakitkan. (Pak Tua)”

  • 66. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 429)
“Cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita besarkan, terus menggumpal besar. Coba saja kaucueki, kaulupakan, maka gumpal cinta itu juga dengan cepat layu. (Pak Tua)”

  • 67. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 429)
“Percayalah, jika dia memang cinta sejati kau, mau semenyakitkan apa pun, mau seberapa sulit liku yang harus kalian lalui, dia tetap akan bersama kau kelak, suatu saat nanti. Langit selalu punya skenario terbaik. Saat itu belum terjadi, bersabarlah. Isi hari-hari dengan kesempatan baru. Lanjutkan hidup dengan segenap perasaan riang. (Pak Tua)”

  • 68. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 454)
“Pak Tua selalu benar. Jika dia keliru, atau kenyataannya berbeda dari yang dia tebak, itu biasanya karena kenyataan itu datang terlambat.”

  • 69. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 457)
“Seandainya aku tidak bisa bertemu kau secara langsung, kita bisa bertemu lewat mimpi. Itu lebih dari cukup. (Borno)”

  • 70. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 459)
“Aku hanya butuh penjelasan. Tidak harus sebuah pertemuan. (Borno)”

  • 71. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 460)
“Ketika menjauh secara perasaan tidak cukup, maka menjauh secara fisik adalah pilihan berikutnya.”

  • 72. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 468)
“Tidak ada kesalahan, kekeliruan, apalagi dosa dalam sebuah perasaan, bukan? (Borno)”

  • 73. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 470)
“Berjanjilah, Abang juga akan akan memulai kesempatan baru, bertemu gadis baik lain misalnya. Abang berhak mendapatkan yang lebih baik, bukan seseorang yang dibebani masa lalu. (Mei)”

  • 74. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 476)
“Cinta bisa tumbuh, hanya butuh sedikit membuka hati. (Pak Tua)”

  • 75. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 479)
“Ketika situasi memburuk, ketika semua terasa berat dan membebani, jangan pernah merusak diri sendiri. Boleh jadi ketika seseorang yang kita sayangi pergi, maka separuh hati kita seolah tercabik ikut pergi. Tapi kau masih memiliki separuh hati yang tersisa, bukan? Maka jangan ikut merusaknya pula. Itulah yang kau punya sekarang. Satu-satunya yang paling berharga. (Pak Tua)”

  • 76. Buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye (hlm. 490)
“Seorang pekerja yang baik adalah ketika dia memberikan yang terbaik. Sukses akan datang dengan sendirinya. (Pak Tua)”
Liye, Tere. 2013. Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Cetakan Kelima.
Gambar keren di atas bersumber pada: 4.bp.blogspot.com.

Komentar