-->

Aplikasi Hukum Hak Asasi Manusia Dalam Republik Indonesia

Tidak ada komentar

http://suatu-hukum.blogspot.com/2014/03/hak-asasi-manusia.html

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada beberapa isitilah terkait Hak Asasi Manusia, yaitu: Human Rights, Natural Rights, Fundamental Rights, Civil Rights, Hak-hak Asasi Manusia, dan Hak Kodrati. Djoko Prakoso dan Djaman Andhi Nirwanto menambahkannya dengan istilah “basic and indubitable freedoms”. Dalam bahasa Belanda dikenal dengan nama: ground rechten, mense rechten, dan rechten van mens.[1]
________
[1] Dr. Nurul Qamar, S.H., M.H., Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi, Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2014, hlm. 15.

Marthen Kriale berpendapat bahwa HAM ialah hak yang bersumber dari Allah. Jack Donnaly berpendapat bahwa HAM adalah hak yang berasal dari hukum alam, tetapi sumber utamanya adalah Allah. DF. Schaltens berpendapat bahwa HAM adalah hak yang didapat manusia semenjak manusia itu dilahirkan.[2]
________
[2] Opcit, hlm. 16.

Sedangkan didalam Pasal 1 Butir 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menjelaskan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia.

Perbedaan antara hak asasi dengan hak dasar adalah bahwa hak asasi didapatkan ketika manusia dilahirkan, sedangkan hak dasar didapat ketika manusia menjadi warga negara dari suatu negara. HAM berasal dari Tuhan, sedangkan hak dasar berasal dari negara atau pemerintah. HAM bersifat universal sedangakan hak dasar bersifat domestik. Fungsi HAM adalah mengawal hak dasar (legal rights). Filosofis HAM adalah kebebasan yang menghormati kebebasan orang lain. Artinya, kebebasan HAM itu tidak tak terbatas, ada batasnya, yakni tidak memasuki wilayah kebebasan orang lain. Prof. Aswanto mengutip pendapat DF. Scheltens yang menyatakan bahwa hakikat HAM adalah kebebasan, namun kebebasan itu berakhir disaat memasuki wilayah kebebasan orang lain.[3]
________
[3] Opcit, hlm. 17.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Penegakan Hak Asasi Manusia Bagian dari Cita-cita Perjuangan Bangsa

Perjuangan menegakkan hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan bagian dari tuntutan secarah dan budaya dunia, termasuk Indonesia. Karena itu, memperjuangkan HAM sama dengan memperjuangkan budaya bangsa atau “membudayakan” bangsa, antara manusia dan kemanusiaan seluruh dunia sama dan satu. Perbedaan budaya yang beragam diseluruh dunia hendaknya dipandang sebagai “keragaman bunga indah” di taman firdaus. Justru, disinilah indahnya sebuah keragaman. Kredo “Bhineka Tunggal Ika” merupakan kristalisasi dan pengakuan akan hal ini. Dengan adanya perbedaan dan budaya, bila ada budaya yang bertentangan dengan spirit HAM, maka diperlukan adanya dialog pendekatan dan penyelesaian yang bertahap dan terus menerus. Lewat kemauan dan pendekatan tersebut, segera dapat ditemukan jalan keluar yang baik dan memuaskan.

“Konsep-konsep kemanusiaan yang ada dalam sistem budaya tentu memiliki titik-titik kesamaan antara satu dengan lainnya. Jika hal ini dapat dibuktikan, maka kesimpulan logisnya ialah bahwa manusia dan kemanusiaan dapat dipandang tidak lebih daripada kelanjutan logis penjabaran ide-ide dasar yang ada dalam tiap budaya tersebut dalam konteks kehidupan kontemporer yang kompleks dan globel”.[4]
________
[4] Nurchoolish Madjid, 6 : 1995

Karena itu, keberadaan dan perkembangan budaya Indonesia yang “berkembang sesuai dengan watak bangsanya” juga tidak lepas dari pengaruh dan garis singgung dengan budaya asing. Budaya berupa hasil renungan akal budi dipertahankan dan dikembangkan terus oleh generasi berikutnya yang akan semakin kaya dan berkembang sesuai dengan irama zamannya. Wujud budaya dalam bentuk kekayaan spiritual (tembang, puisi, gamelan, lontar, dan sebagainya) diakui keberadaannya. Dalam berbagai peninggalan budaya tersebut banyak ditemukan nilai-nilai dan asas yang mengandung, tidak saja penghormatan terhadap HAM, tetapi perkembangan dan tuntutan HAM, antara lain pemenuhan spiritual need. Dengan demikian, HAM bukan komoditas import.

Dilihat dari aspek tersebut, serta dilihat dari sejarah, adat kebiasaan, hukum, tata pergaulan, dan pola hidup bangsa Indonesia pada umumnya, terdapat indikasi yang cukup kuat bahwa bangsa Indonesia telah memiliki dan mengenal ide, bahkan nilai yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Bukti empiris lain adalah adanya ungkapan-ungkapan yang sudah dikenal sejak nenek moyang. HAM bukan “komoditas” (ide) impor dari luar, tetapi HAM milik bangsa Indonesia. HAM sudah menjadi hukum positif yang terkandung dalam Pancasila, sila kedua yang berbunyi : “kemanusiaan yang adil dan beradab”[5]. HAM dikenal dalam kultur budaya di beberapa daerah di tanah air, antara lain di Aceh, Batak, Minang, Sunda, Jawa, Madura, Bugis, Gorontalo, Timur Dawan, Rote-Tie, dan lain-lain. Adapaun uraian HAM yang terdapat dalam kultur budaya daerah-daerah tersebut sebagai berikut:
________
[5] None

  • 1. Aceh
Dari aceh dikenal ungkapan “tamubri saluenem tanda horrumat jaroe tamumat tanda meulia”, artinya memberi salam tanda orang menghormati sesamanya, jabat tangan berarti memuliakan sesamanya.

  • 2. Batak
Dari Batak terdapat ungkapan “aek godong tu aek laut, dos ni roha do sibaen na saut”, artinya kata sepakat dan mufakat buat mengambil keputusan; “nakkok siputik tuot sideak, dia naummuli ima taparea”, artinya kesepakatan yang baik kita laksanakan.

  • 3. Minang
Pada masyarakat minang banyak ungkapan tentang demokrasi, antara lain sebagai berikut: “bulek aia dek pembuluah, bulek kato dek mufakat”, artinya bulat air di potongan, bulat kata karena mufakat; “picaklah buliah dilayangkan, bulek lah buliah digolongkan”, artinya pipih boleh dilayangkan, bulat boleh digolongkan (putusan final). “saciok bak ayam, sedancing bak basi”, artinya se iya sekata, senasip sepenanggungan.

  • 4. Sunda
Pada masyarakat Sunda dijumpai ungkapan sebagai berikut :“silih asih, silih asah, silih asuh”, artinya saling mencintai, saling menghormati, dan saling mengingatkan lewat “sawala” (musyawarah).

  • 5. Jawa
Pada masyarakat Sunda dijumpai ungkapan sebagai berikut :“gotong royong, saiyek saeko proyo, rawe-rawe rantas, malang-malang putung”, artinya bersatu padu menghadapi masalah didalam memberantas kejahatan (ketidak adilan sampai tuntas). “ojo dumeh ora adigang, adigung, adiguna”, artinya jangan karena jabatan, bertindak seenaknya (membangun budaya demokrasi). “sakabehing ukara dirembug lan warga biso urun rembug ing pendopo”, artinya semua warga diberi kesempatan memberi pendapat di tempat yang telah tersedia (pendopo).

  • 6. Madura
Di Madura dikenal ungkapan “abak rembak” artinya diskusi dalam masalah privat, juga istilah “musyawarah”, artinya diskusi terkait masalah public dan adanya kesepakatan.

  • 7. Timur Dawan
Di Timur Dawan dijumpai istilah “malomis” (musyawarah) dan “mantaen” (perjanjian) untuk memperoleh “tafutub” (sepakat) di “bale” (tempat musyawarah).

  • 8. Bugis Makasar
Pada tradisi Bugis Makassar dikenal ungkapan “attudang sipulung”, artinya duduk berkumpul bermusyawarah memecahkan masalah.

  • 9. Gorontalo
Tradisi masyarakat Gorontalo mengenal ungkapan “dulo hupa” artinya musyawarah dalam rangka menghormati hak-hak orang-perorang. Juga istilah “tilihula lo tare njota timugota”, artinya tempat musyawarah di “bandhayo pubo ide”.

  • 10. Rote-Tie
Pada masyarakat Rote-Tie dikenal pula ungkapan “neke buah” artinya bermusyawarah/berkumpul mencari solusi, juga ungkapan “neketu neladi”, artinya berkumpul mengambil keputusan.

  • 11. Papua suku Waropean
“kaniban raruko koai sawosio Konawa ndi munainio” (saling mengasihi, duduk bersama bicara keadaan kita).

  • 12. Bali
  • “trihita karana (tiga unsur kebaikan), yaitu; keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan “parahyangan”, keseimbangan hubungan sesame manusia (pawongan), keseimbangan hubungan manusia dengan alam (palemahan). Ketiga unsur tidak terpisahkan.
  • “tantwan asi” (saya adalah kamu, bahwa semua makhluk hidup sama sebagai ciptaan Tuhan, jadi saling menghormati).
  • “paras paros” (diri sendiri, bagian dari masyarakat.
  • “salunglung sabayantaka” (baik buruk, mati hidup ditanggung bersama).

  • 13. Melayu
Adat hidup keluarga Melayu yaitu yang dituakan sama dibela, adat hidup dalam berkaum dan berbangsa kepada pemimpin yang bertenggang rasa, sakit dan senang sama dirasa, silang silih sama diperiksa, adat hidup bermasyarakat kepada pamimpin hormat dan taat.


Isi / materi nilai filosofi dan etika tersebut selalu mewarnai penyusunan seperangkat peraturan hokum yang diciptakan oleh pemangku adat di seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian, adanya asas demokrasi dan hak asasi manusia terbukti sudah di kenal dalam masyarakat adat Indonesia, malah telah masuk di dalam system hokum adat yang ada.

Di dalam proses perkembangan masyarakat Indonesia, asas hokum adat tersebut bertemu dengan system hokum bangsa asing secara terus menerus, sehingga terjadi interaksi dan saling mengisi yang mengakibatkan adanya perpaduan, perbuhan, dan pergeseran. Dalam dunia yang semakin modern, asas – asas hokum adat akan terus di pertahankan selama tidak menghambat tercapainya masyarakat adil dan makmur.

Institusi hukum akan semakin kuat di dalam masyarakat kalua ideology politik demokrasi menyatu, dalam arti dilaksanakan dengan penuh disiplin dan tanggung jawab sehingga rasa keadilan dapat terwujud dalam masyarakat. Peran pejabat politik dan institusi politik yang terbuka, serta partisipasi politik masyarakat yang diberi kesempatan secara jujur dan demokratis merupakan pra kondisi penghormatan HAM dapat terlaksana.

Dalam rangka pembinaan hukum nasional, asas hokum adat suku berperan. Materi hokum adat tidak terbuka atau tidak tertulis (Tidak di kodifikasi dalam satu kitab Undang-undang), terbukti sebagai mana disebut di depan nilai demokrasi dan hak asasi manusia pun dapat ditemukan.

Hukum adat sendiri, antara lain di artikan sebagai:
  1. Hukum yang tidak dibuat secara sengaja
  2. Hukum yang memperlihatkan aspek kerohanian yang kuat
  3. Hukum yang berhubungan kuat dengan dasar dasar dan susunan masyarakat setempat mempunyai sifat sifat elastis di dalam menghadapi kemajuan. (satjipto rahardjo, 1975: 1)
Begitu pentingnya budaya (Adat) menjalin rasa kemanusiaan seluruh umat manusia, sekaligus peradaban, sudah terbukti.sebagaimana diketahui sejak tahun 1966 telah mengesahkan perjanjian internasional tentang hak hak ekonomi, social, dan kultural/international covennanet on economic, social, and cultural lights (ICESCR)/kovenan EKOSOB. Sampai sekarang udah ada 142 negara yang meratifikasi satu jumlah yang cukup meyakinkan/ membanggakan, sekaligus merupakan indikasi sifat atau karakter universal pentingnya nilai budaya di kalangan umat manusia. Karena telah diterima oleh lebih dari 100 negara, sebagian ahli hukum hak asasi manusia internasional, terutama Lois B. Sohn dan Browlie, perjanjian yang demikian itu telah memiliki kedudukan sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional (international customary law). Ia mengikat setiap negara dengan atau tanpa ratifikasi.[6]
________
[6] (Ifdhal Kasim, 3: 2002)

Hak ekonomi, sosial, dan budaya merupakan hak hak positif (positive right). Sebagai hak positif, maka hak ekonomi, social,cultural tak dapat dituntut dimuka pengadilan (nonjusticiable). Namun secara politis negara tetap bertanggung jawab. Adanya hak hak ekosok menuntut taanggung jawab negara ( obligations of results ). Sedangkan hak-hak sipil dan politik menuntut tanggungjawab negara dalam bentuk obligations of conduct. Kovenan tentang hak sipil dan politik tertuang didalam Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR)/Kovenan SIPOL. Menurut istilah Komisi Hukum Intenasional, hak sipil dan politik menuntut tanggung jawab negara dalam bentuk obligation of conduct. Untuk memenuhi hak ekosoc warga masyarakat harus melakukan langkah-langkah konkret untuk memenuhi kebutuhan tersebut. positif rights dalam arti kewajiban positif negara menyusun perencanaan dan pelaksanaan berikut evaluasinya di bidang ekosok. Karena hak asasi tersebut milik rakyat, seharusnya masyarakat lewat LSM didengar keinginannya, tidak cukup lewat wakil-wakil rakyat di DPR.

HAM yang dimiliki manusia adalah karena ia adalah manusia, bukan karena belas kasih yang selalu mengharapkan pertanggungjawaban pihak lain untuk menegakkannya. Setiap hak mengandaikan adanya kewajiban (correlativeobligation) dan pihak yang berkewajiban. Tanpanya, tidak ada pihak yang bisa dituntut untuk memenuhi hak, dalam hal ini, pihak yang harus dibebani kewajiban adalah negara. (A. Pradjasto, 2003: 3).

Fakta hukum membuktikan bahwa belum semua hak asasi manusia dipenuhi oleh pemerintah, terutama hak ekonomi, social, dan kultural. Karenanya, kemauan politik berupa keputusan dan kebijakan pemerintah harus diambil sebanding dan seimbang dengan kebijaksanaan atas politik dan social.[7]
________
[7] None

Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebuah pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia sebagai bangsa sekaligus para pribadi anak bangsa yang bermakna keadilan, kepastian, kebebasan, persamaan, dan kedaulatan yang diharapkan menjadi angina segar untuk menikmati dan menemukan kembali hak asasinya yang direnggut oleh penjajah selama 3,5 abad.

Wujud dari keinginan menegakkan HAM tersebut taka da pilihan lain, kecuali mengusir penjajah, merebut kemerdekaan, dan mendirikan negara dalam satu bingkai pemerintahan yang bertumpu pada system politik demokrasi dan hukum. Pembukaan UUD 1945 membuktikan kebenaran ini. Karenanya, terciptanya keadilan, kemakmuran, persatuan, dan juga antipenjajahan sebagaimana tertuang pada pembukaan UUD 1945 tersebut wajib diikuti oleh semua pejabat/apparat yang ada.

Untuk menggapai tujuan tersebut, pandangan Prof. Sutjipto mendambakan sewakut-waktu kelak, kita di Indonesia berhukum dengan hukum yang hidup.

B. HAM dalam Hukum Positif

Menurut Del Vaschio, manusia adalah “homo iuridicus” (manusia hukum), karena sebagaimana diketahui hukum ada dimana-mana. Hukum dan manusia sepanjang hidupnya tidak akan pernah dapat dipisahkan kalua kita ingin hidup aman, tenteram, damai, adil, dan makmur.

Hukum ada di mana-mana, tidak berada di ruang hampa, hukum hidup bersama-sama sub system social yang lain, menerobos masuk ke seluruh kehidupan manusia, baik dari hal yang elementer, sederhana, maupun kedalam hal yang paling dalam dan fundamental. Oleh karena itu kerja hukum beragam cara, mulai dengan cara yang paling “lembut” sampai yang paling “keras”.

Kelembutan hukum ditandai dengan beberapa istilah, antara lain musyawarah, perjanjian, itikad baik, dan sebagainya. Sedangkan wajah hukum yang keras antara lain adalah hukum mati, penjara seumur hidup, zakelijk/tidak kenal lawan, dan sebagainya. Namun meskipun begitu, hukum mengatur, memaksa, dan memberi sanksi demi tegaknya ketertiban dalam tata kehidupan masyarakat.

Memperhatikan hukum positif suatu negara, tidak dapat dilepaskan dengan system hukum yang berlaku di negara tersebut. Karena itu dasar negara Pancasila, ditambah pembukaan UUD 1945, terutama alenia pertama yang menyatakan : “kemerdekaan ialah hak segala bangsa serta penjajahan harus dihapuskan; serta alenia kedua : “kemerdekaan negara mengantarkan rakyat merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”, mengindikasikan Indonesia adalah negara demokrasi, menjunjung tinggi supremasi hukum, serta menghormati/menjunjung tinggi hak asasi manusia. Apa yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945 adalah arah dan politik hukum dalam tatanan makro, kemudian diformalkan dalam bentuk peraturan perundangan oleh lembaga politik/DPR dan dioperasionalkan oleh pejabat/apparat negara dalam bentuk peraturan pemerintah dan peraturan lainnya sebagai pegangan para birokrat.

Oleh karena itu, dasar negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang keputusan dan pilihan bapak-bapak pendiri bangsa (the founding fathers), wajib menjadi pegangan setiap pemerintahan didalam mengisi kemerdekaan, khususnya yang terkait dengan hak asasi manusia. Disitulah jantung dan nafas perjuangan bangsa, disitulah politik hukum dan pilihan hukum yang tidak dapat ditawar-tawar oleh siapapun, yaitu membangun demokrasi dan penegakan hukum, vinito.

Beberapa pasal yang perlu diangkat antara lain adalah hak hidup, Pasal 9 : “(1) setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya; (2) setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, sejahtera lahir dan batin; (3) setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”.

Kewajiban Dasar Manusia, pasal 67 : ‘setiap orang yang ada di wilayah negara Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia”.

Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah, pasal 71 : “pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”.

Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan kajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.[8] Komnas HAM pada awalnya dibentuk lewat KepPres No. 50 Tahun 1993 dengan tugas antara lain “membantu pengembangan kondisi kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna mendukung terwujudnya pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya”. Kemudian Keppres tersebut diintegrasikan kedalam UU No. 39/1999.
________
[8] UU No. 39/1999 pasal 1 (7)

Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan:
  • Perdamaian kedua belah pihak.
  • Penyelesaian perkara melalui ara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.
  • Pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan.
  • Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya.
  • Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada DPR RI untuk ditindaklanjuti.
Ruang lingkup kewenangan pengadilan HAM, meliputi pelanggaran HAM berat.

1. Kejahatan genosida (is a new name for an old crime) ialah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk mengahncurkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnik, agama, dengan cara:

  • Membunuh anggota kelompok.
  • Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok.
  • Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruhnya maupun sebagiannya.
  • Memaksakan tindakan yang bertujuan untuk mencegah kelahiran didalam kelompok.
  • Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lainnya.

2. Kejahatan kemanusiaan, ialah perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistematis yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil, berupa:

  • Pembunuhan.
  • Pemusnahan.
  • Perbudakan.
  • Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
  • Perampasan kemerdekaan/kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok hukum internasional.
  • Penyiksaan.
  • Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk kekerasan seksual lain yang setara.
  • Penganiayaan kelompok tertentu atas dasar persamaan paham dalam politik, ras, kebangsaan, etnik, budaya, agama, jenis kelamin, atau lainnya yang telah diakui secara universal seagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
  • Penghilangan orang secara paksa.
  • Kejahatan apartheid.
Pembentukan UU pengadilan HAM, memiliki pertimbangan sebagai berikut.
  1. 1. Pelanggaran HAM berat merupakan extraordinary crimes yang berdampak luas bukan merupakan tindak pidana yang diatur dalam KUHP serta menimbulkan kerugian baik materiil maupun immaterial.
  2. Terhadap pelanggaran HAM tersebut perlu dilakukan langkah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan yang bersifat khusus.
Kekhususan dalam penanganan pelanggaran HAM berat ialah sebagai berikut.
  • Diperlukan penyelidikan dengan membentuk tim ad hoc, penyidik ad hoc, penuntut ahoc, dan hakim ad hoc.
  • Diperlukan penegasan bahwa penyelidikan hanya dilakukan oleh Komnas HAM.
  • Diperlukan ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu untuk melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan.
  • Diperlukan ketentuan mengenai perlindungan korban dan saksi.
  • Diperlukan ketentuan yang menegaskan tidak ada kadaluwarsa bagi pelanggaran HAM berat.
Untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat sebelum berlakunya Undang-undang No. 26 Tahun 2000, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Asas komisi ini ialah kemandirian, bebas, tidak memihak, kemaslahatan, keadilan, kejujuran, keterbukaan, perdamaian, dan persatuan bangsa. (pasal 2 UU No. 27/2004).

Tujuan pembentukan Komisi ini adalah:
  1. Menyelesaikan pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa lalu diluar pengadilan, guna mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa.
  2. Mewujudkan rekonsiliasi dan persatuan nasional dalam jiwa saling pengertian. (pasal 3 UU No. 27/2004).
Tugas komisi antara lain:
  1. Menerima pengaduan dari pelaku, korban, atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya.
  2. Melakukan penyelidikan dan klarifikasi atas pelanggaran HAM berat.
  3. Memberikan rekomendasi kepada presiden dalam hal permohonan amnesti.
  4. Menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah dalam hal pemberian kompensasi dana tau rehabilitasi.
  5. Menyampaikan laporan tahunan tentang pelaksanaan tugas dan wewenang yang terkait dengan perkara yang ditanganinya kepada Presiden dan DPR dengan tembusan kepada MA.
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) merupakan komisi yang diharapkan mampu memecahkan pelanggaran HAM berat. Oleh karena itu KKR menjadi komisi yang sangat penting untuk “mempersatukan” anak bangsa, akibat pelanggaran HAM. KKR yang dibbentuk oleh pemerintah bertugas untuk menyelesaikan kasus kejahatan HAM berat lewat pendekatan non yudisial (out court system). Disamping itu, berkembang pula teori keadilan lain, yaitu progressive justice, satu bentuk keadilan yang tidak bertumpu pada UU. Hakim harus berfikir progresif atau maju.

MK pada tanggal 7 Desember 2006 melalui SK Nomor 06/PUU-IV/2006 memutuskan bahwa UU No. 27 tahun 2004 tentang KKR tidak memperoleh kekuatan mengikat. Dengan demikian, keberadaan KKR telah “tamat”.

Dalam pelanggaran HAM, atas perintah ketentuan pasal 34 Ayat (1) UU Nomor 26/2000: “setiap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, terror, dan kekerasan dari pihak manapun. Ayat (3): “ketentuan mengenai cara perlindungan terhadap korban dan saksi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah”.

Sebagaimana diketahui, dalam dunia hukum, peranan bukti, keterangan saksi, disamping bukti lainnya, antara lain keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa memegang kunci didalam mencari dan menemukan keadilan. Pentingnya saksi diatur pula secara jelas didalam pasal 184 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Disamping itu, keyakinan hakim sendiri menjadi penting.

Dengan adanya perlindungan tersebut, para saksi dan korban akan menjadi tenang dan tidak khawatir ada ancaman lahir maupun batian (mental cruelty) sepanjang hidupnya. Justru, ketenangan tersebut adalah bagian dari hak asasi yang dilindungi oleh negara dan dilaksanakan oleh pemerintah.

C. Dari Komisi (Sekarang Dewan) HAM PBB

Pasca perang dunia ke II, menyisakan banyak penjahat perang yang tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Lewat Deklarasi HAM Universal 10 Desember 1948, Konvensi Genosida 1949, Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik/SIPOL, Konvenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, Budaya/EKOSOP, dan Protokol Opsional tentang Hak-hak Sipil dan Politik serta berbagai protocol dan konvenan lainnya dirasakan belum efektif.

Karena itu, dari tahun 1946-1976 disebut “tahun suram” penegakan HAM, walau sudah memiliki Duham dan konvensi lainnya seperti disebut diatas, termasuk konvensi anti perbudakan dan apartheid, tetapi pelanggaran HAM masih banyak terjadi.

Ada kesan, negara yang menang perang enggan mengadili warganya yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM berat. Komisi HAM kurang berani bertindak sehingga tidak efektif, hal inimerupakan cacatkomisi yang paling menonjol.[9] Anggotanya berjumlah 30 orang dan hanya wakil-wakil pemerintah, karenanya langkah-langkah politik ditempuh terus.
________
[9] G. Robertson, 2000: 59

Komisi HAM, komite HAM, dan Komisi Penghapusan Diskriminasi Rasial serta beberapa organ PBB lainnya mempunyai fungsi memantau kemajuan dengan menerima laporan seara teratur, yaitu setiap lima tahun atau lebih dari negara-negara para pihak. Hal ini memberi kesempatan pada public untuk melihat bagaimana laporan wakil-wakil negara mereka dipertanyakan. Tidak ada pemeriksaan terus menerus atau bentuk pemeriksaan silang. Komisi HAM berupaya menghindari kritikan dalam laporan-laporannya atas negara anggotanya, seperti pasal 40 konvensi mengizinkan mereka untuk membuat komentar umum yang dipandang tepat. Umumnya komentar tersebut tidak kritis dan tidak ditulis secara spesifik, serta tidak lugas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang paling mengerikan, tapi hanya dicatat dengan kata-kata penyesalan atau kekecewaan suatu ungkapan perhatian yang dalam. Sejak tahun 1992, komisi lebih sedikit efektif dengan meminta laporan tambahan dengan mengadopsi kesimpulan-kesimpulan dari laporan-laporan negara. Padahal sebelumnya hal itu dapat dilakukan dengan adanya komisi.[10]
________
[10] G. Robertson 2000: 64-65

Kasus kejahatan HAM yang bertubi-tubi dalam berbagai belahan dunia merupakan pintu masuk untuk segera mendirikan lembaga yang berwenang mengadili kejahatan HAM berat. Pembentukan pengadilan kejahatan internasional yang disahkan pada tanggal 17 Juli 1998 di Roma mempunyai kekuatan tetap karena sudah diratifikasi oleh lebih dari 60 negara. Keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari kondisi yang ada sebelumnya, juga kuatnya tuntutan kemanusiaan yang dikemukakan oleh para filsuf.

Karena itu, dokumen PBB akhir di KTT PBB tahun 2005 sepakat mengganti UN Human Rights Comission (Komisi HAM PBB) dengan UN Human Rights Council (Dewan HAM PBB) yang beranggotakan 47 negara dan dipimpin oleh Jan Eliasson (menggantikan Makarim Wibisono) dengan wewenang yang lebih luas.

Isi utama yang disepakati adalah:
  1. Membentuk sebuah badan baru untuk membantu negara-negara bangkit dari konflik. Ketidak cocokan terjadi dalam masalah kontrolnya, dilakukan oleh DK PBB atau oleh MU PBB.
  2. Menyerukan negara-negara untuk memikirkan intervensi dalam kasus genosida/pembantaian etnis. Tujuannya untuk mencegah negara-negara melakukan kejahatan genosida.
  3. Mengutuk terorisme dalam segala bentuknya (majelis umum PBB 14 September 2005).
Fungsi dewan HAM PBB adalah sebagai pengawas yang membongkar kasu-kasus pelanggaran HAM di muka bumi, disamping membantu negara anggota menyusun undang-undang tentang HAM.

Diharapkan negara-negara anggota Dewan HAM tersebut dapat membangun politik yang lebih demokratis dengan memerhatikan perlindungan hukum, dimana pada akhirnya HAM di negara masing-masing semakin baik pula. Dewan HAM PBB dipimpin oleh Louise Arbour.

Dewan HAM didirikan berdasarkan Resolusi MU PBB nomor 60/251 tanggal 15 Maret 2006 dan dibentuk tanggal 9 Mei 2006. Dewan Ham menggantikan Komisi HAM PBB yang berada di bawah Dewan Ekonomi Sosial PBB. Genewa merupakan tempat keberadaan kantor pusat Dewan HAM. Genewa menawarkan solusi agar menjadikan HAM sebagai ideologi universal.

Komentar