Masih di Bab II terkait "Kehidupan Rasulullah dan Para Sahabat". Berikut kelanjutannya Tugas Akhlak Tasawuf Masa Klasik - Rasulullah dan Para Sahabat Part 4:
- e. Abu Ubaidah bin Jarrah
Abu Ubaidah bin Jarrah, merupakan seorang sahabat Rasulullah yang perkasa yang dapat menaklukan Syria. Beliau berhasil membuat Kaisar Heraklius terpontang-panting dan lari dalam keadaan ketakutan menuju Konstantinopel merelakan kemegahan istananya di Syria demi nyawanya. Ia takut akan keperkasaan Abu Ubaidah bin Jarrah.
.
Khalifah Umar bin Khattab pernah berkunjung ke rumah Abu Ubaidah. Disana Khalifah Umar tidak melihat barang-barang apapun yang dimiliki Abu Ubaidah kecuali hanya satu pasu dan sepotong jana. Khalifah Umar bertanya, “Mana barang-barangmu?” Ubaidah menjawab, “Apa yang tuan lihat itulah barang-barang saya.” Umar berkata lagi, “Yang saya lihat hanya ada satu pasu dan sepotong jana.” Ubaidah membalas:
Cukuplah buat saya itu. Yang pertama untuk tempat makanan dan tempat wudhu saya. Sepotong kain bulu itu untuk tempat duduk dan tempat tidur saya.
Mendengarnya, Umar bin Khattab menangis karena kasihan kepada Abu Ubaidah sang penakluk Syria. Ubaidah berkata, "Apakah tuan menangisi saya Ya Amirul Mukminin¸ karena saya telah menjual dunia saya dan membeli akhirat." [Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf…, hlm. 57].
- f. Said bin Amr
.
Lantas Khalifah bertanya pada pegawai yang mengurusi daftar fakir miskin tadi, “Kemana perginya nafkah yang diterimanya?” Pegawai itu menjawab, “Telah diberikan kepada orang-orang yang fakir dan miskin tanpa meninggalkan sedikit juga bagi dirinya.” Lalu Khalifah Umar mengirimkan seribu dinar kepada Said bin Amr.
.
Ketika Said bin Amr menerima uang tersebut, ia langsung berteriak dan meminta perlindungan kepada Allah. Istrinya bertanya kepadanya, “Apa sebab demikian? Apakah Amirul Mukminin telah wafat?” Said menjawab, “Keadaan lebih besar lagi dari itu” Istri Said bertanya lagi, “Apa?” Said membalas, “Dunia telah datang kepada saya.”
.
Istri Said membujuknya, “Jangalah engkau takut.” Said membalas lagi, “Mana yang ada lebih berat dari ini?” Lalu Said pergi ke jalanan dan kebetulan ia melihat pasukan Islam sedang melakukan operasi, lantas dibagi-bagikannya uang seribu dinar tadi kepada tentara Islam tersebut. Setelah itu ia kembali ke rumah seraya memuji-muji Allah karena telah diselamatkan dari fitnah dunia [Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf…, hlm. 57-58].- g. Ahl Suffah
.
Mereka inilah yang dimaksud dalam firman Allah ketika bertitah kepada Nabi:Dan bersabarlah kamu bersama orang orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang dengan mengharapkeridlaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kmai, serta menyembah hawa nafsunya, dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS al Kahfi: 28) [Abu al Wafa al Ghanimi al Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman..., hlm. 53].Dalam karyanya, Hilyah al Aulia’, Abu Nu’áim al Isfahani mendeskripsikan ahlus suffah sebagai kelompok yang terjaga dengan kebenaran dari kecenderungan duniawi, terpelihara dari kelalaian terhadap kewajiban, dan panutan kaum miskin yang menjauhi duniawi. Mereka tidak memiliki keluarga ataupun harta (pendapat penulis sih, berkeluarga itu sunnah Rasul, jika berkeluarga wajib memiliki harta, karena kita wajib memberikan nafkah kepada keluarga kita).
.
Bahkan perdagangan ataupun peristawa yang berlangsung di sekitarnya tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah. Mereka tidak disedihkan oleh kemiskinan hal-hal duniwi, dan mereka tidak digembirakan kecuali oleh sesuatu yang mereka tuju. Oleh karena itulah Rasulullah mencintai mereka, bahkan beliau suka sekali bergaul dengan mereka serta menganjurkan orang agar menghormati mereka.
.
Demikianlah beberapa ucapan serta perilaku dalam kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya. Kehidupan merekaitu tidak didasarkan pada nilai-nilai material dan nilai-nilai yang bersifat duniawi, akan tetapi bertumpu pada nilai-nilai ibadah untuk mencari keridlaan Allah swt. Dari perilaku kehidupan Rasullah dan para sahabatnya tersebut telah menggambarkan asal dari pokok ajaran tasawuf. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ajaran tasawuf itu adalah mencari jalan untuk mencapai kesempurnaan kehidupan rohani [Alwan Khoiri, dkk., Akhlak/Tasawuf…, hlm. 36].
.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya dalam al Quran sendiri terdapat banyak ayat yang mengemukakan tentang moral yang menjadi benih-benih ajaran tasawuf. Oleh karena tidak mengherankan jika dalam berbagai riwayat menyatakan tentang kehidupan Rasulullah yang sangat sederhana serta menjunjung tinggi moralitas. Hal ini beliau lakukan semata-mata atas kehendak beliau sendiri yang memang lebih menyukai kehidupan yang sederhana.
.
Selain itu beliau juga ingin memberi suri tauladan agar ummatnya dapat memiliki kepribadian moralitas yang tinggi serta tidak mudah tergoda oleh tipu daya duniawi. Begitu pula para sahabat beliau yang semata-mata menjadikan ucapan dan kehidupan beliau sebagai panutan dalam kehidupan mereka.
.
Secara tekstual memang tidak ditemukan ketentuan tentang istilah dan pelaksanaan tasawuf bagi umat Islam, namun pokok-pokok ajaran tasawuf itu sendiri telah ada baik dalam al Quran maupun dalam kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya. Perilaku kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya itu tidak didasarkan pada nilai-nilai material dan nilai-nilai yang bersifat duniawi, akan tetapi bertumpu pada nilai-nilai ibadah untuk mencari keridlaan Allah swt. Dari perilaku kehidupan Rasullah dan para sahabatnya tersebut telah menggambarkan asal dari pokok ajaran tasawuf. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ajaran tasawuf itu adalah mencari jalan untuk mencapai kesempurnaan kehidupan rohani.