-->

Sejarah Hukum di Indonesia - Ratno Lukito

Tidak ada komentar

Sejarah Hukum di Indonesia
Sejarah Hukum di Indonesia:
Periode Kolonialisme

Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yaitu:
.

1. Periode VOC

Pada masa VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
  1. Kepentingan eksploitasi ekonomi demi mengatasi ekonomi di negeri Belanda;
  2. Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter,
  3. Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
Hukum Belanda diberlakukan untuk orang Belanda dan Eropa. Sedangkan untuk masyarakat pribumi menggunakan hukumnya sendiri-sendiri yang terbentuk secara mandiri di setiap komunitasnya. Bisa jadi hukum adat atau hukum lainnya.
.

2. Periode Liberal Belanda

Pada tahun 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan juga untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenangan-kesewenangan pemerintahan jajahan.
.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun sudah tidak lagi kejam seperti sebelumnya. Akan tetapi pembaruan hukum yang dilandasi politik liberalisasi ekonomi ini realitasnya tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi. Hal ini karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subjek eksploitasinya saja yang berganti. Awalnya eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.
.

3. Periode Politik Etis Hingga Kolonialisme Jepang

Kebijakan politik etis dikeluarkan pada awal abad ke-20. Yang berkaitan dengan pembaharuan hukum ialah:
  1. Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum.
  2. Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi.
  3. Penataan organisasi pemerintahan.
  4. Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas.
  5. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum.
Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan: dualisme atau pluralisme hukum privat serta dualisme atau pluralisme lembaga-lembaga peradilan; penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan:
  1. Eropa dan yang disamakan.
  2. Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa.
  3. Pribumi.
Pada masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi. Selama hal itu tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku. Mereka hanya menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Perubahan-perubahan yang terjadi adalah berikut:
  1. Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina.
  2. Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku.
Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah:
  1. Penghapusan dualisme atau pluralisme tata peradilan.
  2. Unifikasi kejaksaan.
  3. Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan atau lapangan.
  4. Pembentukan lembaga pendidikan hukum.
  5. Pengisian secara masif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.
.

Periode Revolusi Fisik Hingga Demokrasi Liberal

1. Periode Revolusi Fisik

Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaharuan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonialisasi dan nasionalisasi:
  1. Meneruskan unifikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan.
  2. Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
.

2. Periode Demokrasi Liberal

UUDS 1950 telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka akan perkembangan ekonomi dan tata hubungan Internasional.
.
Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuadaan Pengadilan.
.

Periode Demokrasi Terpimpin Hingga Orde Baru

1. Periode Demokrasi Terpimpin

Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah:
  1. Menghapuskan doktrin pemisahaan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif.
  2. Mengganti lambang hukum dari dewi keadilan menjadi pohon beringin yang mengandung arti pengayoman.
  3. Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No. 19/1964 dan UU No. 13/1965.
  4. Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
.

2. Periode Orde Baru

Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru membekukan pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan pemodal Asing berinvestasi di Indoneisa, yaitu: UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Dan juga melakukan beberapa hal, yaitu:
  1. Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif.
  2. Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikrian kritis, termasuk dalam pemikiran hukum.
Kesimpulannya pada masa Orde Baru tidak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
.

Periode Pasca Orde Baru

Sejak pemerintahan di pegang oleh Presiden Habibie hingga pemerintahan sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen Undang Undang Dasar Republik Indonesia. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah:
  1. Pembaruan sistem politik dab ketatanegaraan.
  2. Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia.
  3. Pembaruan sistem ekonomi.
Pada masa ini, penyakit KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) masih kokoh mengakar, bahkan semakin luas jangkauannya. Disamping itu, kemampuan perangkat hukum dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti: polisi, jaksa, pengacara atau advokat, dan hakim, dinilai masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan pembaruan hukum.
.
Sebagai contoh adalah lambatnya Kejaksaan Agung dalam mengadili mantan Presiden Soeharto. Pada tahun 2016an ini juga terjadi korupsi e-ktp yang dilakukan oleh anggota yang katanya wakil Rakyat. Dan banyak masalah-masalah lainnya di negera ini.
.
Sisi baiknya adalah ada pada pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
  • Referensi|PrintOutRatnoLukito|IlmuHukum|UINSunanKalijaga|GambarCover|

Komentar