-->

Faktor-Faktor Timbulnya Hak Kewarisan Dalam Islam

Tidak ada komentar

Faktor-Faktor Timbulnya Hak Kewarisan Dalam Islam
Warisan.
Faktor-faktor atau lebih tepatnya adalah sebab-sebab yang menimbulkan hak kewarisan ada perbedaan jumlah diantaranya. Ada yang mengatakan bahwa hanya ada tiga faktor dan ada yang mengatakan bahwa terdapat empat faktor. Berikut adalah penjelasannya:
.

1. Sebab atau Faktor Nasab (Hubungan Darah atau Kekerabatan atau Keluarga)

Orang yang memiliki hubungan darah sudah pasti mereka satu keluarga. Karena faktor dari hubungan ini adalah kelahiran. Hubungan darah ini disebut dengan nasab hakiki, yaitu hubungan keluarga orang yang mewarisi dengan yang diwarisi. Yang berarti bahwa orang yang mati atau si mayit atau si pewaris itu terdapat hubungan darah karena faktor kelahiran, baik dari garis atas atau leluhur si mayit (ushul), atau garis keturunan (furu'), maupun hubungan kekerabatan garis menyamping (hawasyi). Sebagai contoh anak yang dapat warisan dari ayahnya maupun sebaliknya, atau seseorang yang mendapatkan warisan dari saudaranya.
.
Berikut beberapa dasar hukum Al Qur'an mengenai ini:
  • 1. Surah An-Nisa (4: 7)

للرجال نصيب مما ترك الوالدان والأقربون وللنساء نصيب مما ترك الوالدان والأقربون مما قل منه أو كثر نصيبا مفروضا

Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
  • 2. Surah An-Anfal (8: 75)

والذين آمنوا من بعد وهاجروا وجاهدوا معكم فأولئك منكم وأولوا الأرحام بعضهم أولى ببعض في كتاب الله إن الله بكل شيء عليم

Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
.

2. Sebab atau Faktor Perkawinan (al-Mushaharah)

Pewarisan terjadi karena adanya pernikahan yang dilakukan oleh sepasang suami-istri. Cowok sesama cowok dilarang, cewek sesama cewek juga haram. Pernikahan yang sah itu adalah pernikahan yang terjadi setelah melakukan akad nikah secarah sah berdasarkan syariat Islam. Tanpa akad nikah hukumnya haram apalagi untuk mendapatkan kewarisan dari pasangannya.
.
Sebelum salah satu dari pasangannya meninggal, mereka masih dalam keadaan itu (belum bercerai). Walaupun mereka ini belum melakukan hubungan suami istri atau hubungan intim atau hubungan badan atau lagi hubungan badan, mereka masih dapat saling mewarisi satu sama lain. Intinya yang penting hubungan pernikahan masih utuh.
.
Berikut dasar hukum Al Qur'an mengenai ini:
  • Surah An-Nisa (4: 11)

يوصيكم الله في أولادكم للذكر مثل حظ الأنثيين فإن كن نساء فوق اثنتين فلهن ثلثا ما ترك وإن كانت واحدة فلها النصف ولأبويه لكل واحد منهما السدس مما ترك إن كان له ولد فإن لم يكن له ولد وورثه أبواه فلأمه الثلث فإن كان له إخوة فلأمه السدس من بعد وصية يوصي بها أو دين آبآؤكم وأبناؤكم لا تدرون أيهم أقرب لكم نفعا فريضة من الله إن الله كان عليما حكيما

Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
  • Surah An-Nisa (4: 12)

ولكم نصف ما ترك أزواجكم إن لم يكن لهن ولد فإن كان لهن ولد فلكم الربع مما تركن من بعد وصية يوصين بها أو دين ولهن الربع مما تركتم إن لم يكن لكم ولد فإن كان لكم ولد فلهن الثمن مما تركتم من بعد وصية توصون بها أو دين وإن كان رجل يورث كلالة أو امرأة وله أخ أو أخت فلكل واحد منهما السدس فإن كانوا أكثر من ذلك فهم شركاء في الثلث من بعد وصية يوصى بها أو دين غير مضآر وصية من الله والله عليم حليم

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
.

3. Sebab atau Faktor Hubungan dengan Budak yang Dimerdekakannya (Wala')

Seseorang yang telah memerdekakan seorang budak dan kemudian budak itu telah meninggal mendahului orang yang memerdekakannya, maka orang yang memerdekakan budak itu juga mendapatkan harta warisan dari si budak. Harta yang didapatkannya berjumlah 1/6 harta warisan.
.
Tetapi ini tidak berlaku untuk sebaliknya. Jika yang memerdekakan tersebut meninggal mendahului budak maka budak tetap tidak mendapatkan warisan. Karena faktor mengenai hubungan ini adalah adanya balasan kebaikan kepada si pemerdeka budak. Terdapat beberapa pembagian oleh para fuqaha mengenai ini, yaitu:

  • Walaaul 'Itqi - hubungan antara yang memerdekakan (mu'tiq) dengan yang dimerdekakan ('atieq). Jumhur ulama menetapkan bahwa walaaul 'itqi merupakan sebab menerima pusaka, hanya golongan Khawarij yang tidak membenarkan hal itu.
  • Walaaul Muwalah - hubungan yang disebabkan sumpah setia. Golongan Hanafiyah dan Syi'ah Imamiyah memandangnya sebab mewarisi, sedangkan menurut jumhur ulama tidak termasuk.

Berikut dasar hukum Hadits mengenai ini:
  • Hadits Riwayat Bukhari: "Sesungguhnya hak menerima harta pusaka itu bagi orang yang memerdekakan."
  • Hadits Riwayat Bukhari & Muslim: "Hak wala' itu hanya bagi orang yang telah membebaskan hamba sahayanya."
Akan tetapi untuk sebab atau faktor ini untuk era sangat lah mustahil untuk diterapkan toh perbudakan pada era sekarang sudah tidak ada karena sudah dihapuskan. Dan ini juga merupakan salah satu keberhasilan misi Islam untuk menghapus perbudakan.
.

4. Sebab atau Faktor Kesamaan Agama (Islam)

Tentu saja kesamaan agama itu perlu dalam hal kewarisan. Misalnya di Indonesia, menikah beda agama saja tidak bisa apalagi harus mewarisi karena perbedaan agama. Sederhananya begitu. Dalam Islam dulu pun jika terdapat muslim yang meninggal sedangkan seluruh keluarganya adalah non Islam (tidak ada ahli waris) maka harta warisannya akan diserahkan ke Baitul Mal.
.

Komentar