-->

Farha: Film tentang Pengusiran Bangsa Palestina yang Menggetarkan Jiwa

Tidak ada komentar

Pada malam yang membosankan. Mikirin masalah dan tidak menemukan jalan tengah. Pikiran sudah tidak dapat lagi fokus pada hal tersebut. Ditambah ibadah yang kacau, yang lupa akan Tuhan dan merasa mampu berjalan sendiri. Hidup yang begini-begini saja. Membuat saya ingin melakukan sesuatu hal yang berbeda, yang dapat mengeluarkan pikiran-pikiran tak jelas di kepala. Ketemu lah keinginan untuk menonton sebuah film, karena pribadi ini sudah sangat lama tidak menonton film.

Bingung mau nonton film apa. Anime tidak tertarik, Korea juga tidak menarik. Secara random melihat ada film tentang perang, juga tentang dokumenter. Kedua genre tersebut adalah genre yang saya sukai. Film tersebut adalah "Farha". Awalnya tidak tau kalau membahas tentang Bangsa Palestina yang diusir besar-besaran oleh Israel. Saya pikir, film ini mengenai Yordania ketika perang. Ternyata hanya sutradaranya yang berasal dari Yordania, bukan tentang film Yordania. Dan saya juga berpikir bahwa film ini tentang feminis, karena menceritakan tentang anak perempuan di tanah Arab yang menghendaki kebebasan berpendidikan.

Film ini berkisah tentang Farha, anak perempuan yang masih pada masa pubertas, menginginkan kebebasan dalam berpendidikan seperti laki-laki. Ia ingin bersekolah juga. Pada masa itu (1948an) Palestina memang tidak melarang perempuan bersekolah. Namun budaya patriarki masih melekat pada orang tua. Maka dari itu, Farha menginginkan kebebasan berpendidikan dengan berharap dapat bersekolah di kota. Rasa penasarannya sangat tinggi.

Ayah Farha adalah seorang tokoh di desanya. Banyak orang, tidak hanya Farha, merayu beliau untuk membiarkan Farha menimbang ilmu di kota. Ayah Farha lama-lama luluh. Sebenarnya beliau tidak melarang Farha untuk bersekolah di kota, hanya mengkhawatirkan anak perempuannya pergi jauh darinya.

Ketika keputusan Ayahnya berubah, mengizinkan putrinya bersekolah, sesuatu terjadi di desanya. Israel menggempur desanya. Ia dikunci di dapur yang berada di ruang bawah rumah agar aman dari Zionis. Sedangkan ayahnya pergi berperang mempertahankan desa. Di ruang bawah tanah inilah kejadian-kejadian yang mengganggu psikis saya terjadi. Bahkan saya sampai mengenolkan volume demi memghindari effect sound yang sangat-sangat sedih sekali. Gila. Film yang bagus menurut saya. Karena bisa mengembalikan keimanan saya. Dan membuka mata saya tentang berartinya sebuah kemerdekaan.

Sebelumnya saya membaca buku Elie Wiesel, tentang bangsanya (Yahudi) yang dibantai habis-habisan oleh Nazi dan Hitler. Sekarang melihat bangsa Palestin yang dihabisi oleh Zionis Israel. Kebebasan di dunia sebenarnya masih belum terealisasikan, dan kadang hal itu membuat saya menjadi tidak nyaman ketika sedang bersenang-senang, baik dalam menikmati makanan maupun sedang bersama teman-teman. Saya pribadi tidak tau ini masuk bagian apa. Kenapa aku memiliki rasa semacam ini?

Dalam menjalani hidup, aku selalu merasa muram. Aku selalu merasa takut. Apakah aku berada di jalur tepat? Apa yang harus kuperbuat yang sesuai dengan yang seharusnya?

Namun karena kelemahan diatas, membuatku tidak berhenti untuk hidup. Membuatku terus-menerus penasaran dengan dunia luar. Dunia di luar Jawa, dunia di luar Indonesia, dan kemarin aku diperlihatkan bagaimana pandangan dunia di Palestina. Sebuah kemerdekaan adalah nilai yang sangat besar bagi setiap orang, dan saya dengan kemerdekaan yang sudah saya miliki sejak lahir, bersyukur dalam menjalani hidup dan sebisa mungkin memanfaatkan kemerdekaan hidup untuk membuka mata terhadap bangsa-bangsa yang lain, yang memerlukan kemerdekannya.

Kata terakhir berasal dari Albert Camus dalam bukunya Krisis Kebebasan:

"Demikian tujuan seni dan tujuan suatu kehidupan, digunakan hanya untuk meningkatkan kebebasan dalam diri setiap manusia. Dalam kondisi apa pun tujuan tersebut tidak dapat dipakai untuk mengurangi atau menindas kebebasan, meskipun hanya untuk sementara."

Untuk memperoleh kebebasan, etisnya tidak boleh merebut kebebasan orang lain.

Camus pada buku yang sama:

"Kebebasan bukanlah sebuah hadiah cuma², melainkan sesuatu yg harus diperjuangkan."

Demikian curahan ini.

Komentar