Gema takbir menghiasi malam itu, semarak masyarakat bergelora menantikan hari kemenangan, yang pada saat itu aku merayakan hari raya dengan saudara² aku yang ada di Solo yang bisa dibilang mayoritas keluarga Solo adalah non-islam, tapi bukan menjadi masalah atas agama, hakikatnya islam adalah "rahmatan lil alamin", rahmat bagi seluruh umat manusia. Aku bersama saudara² yang mayoritas non-islam semarak merayakan kedekatan antar keluarga yang dinaungi gerimis hujan, menambah suasana syahdu antar personal. Di situ tidak ada satu pun yang memandang aku sebagai Islam atau sebaliknya, semuanya berada dalam payungan toleransi dan kemanusiaan.
Pukul 22.00 aku bersama keluarga aku untuk berpamitan pulang, keluarga aku termasuk yang terakhir berpamitan pulang lalu dengan berpamitan aku dan keluarga seraya mengucapkan "minal aidzin wal'fa idzin mohon maaf lahir dan batin", padahal aku yang melaksanakan sholat 'eid' pada hari sabtu, tapi posisi hari itu adalah hari jum'at. Tak apa tak ada masalah mengenai permohonan maaf pada saat sesudah atau sebelum sholat 'eid', hakikatnya manusia harus memafkan atau meminta maaf sesama manusia tidak hanya pada saat hari raya.
Dering telepon berbunyi nyaring yang berada pada tas kecil aku, notif pesan bertulisan salah satu teman aku, teman dekatku. Di situlah pertemuan dua manusia gabut, entah apa namanya. Aku berjalan menuju Nusukan untuk menjemput teman aku untuk sekedar ngopi, katanya. Mencari warung kopi sama halnya mencari tambatan hati, susahnya minta ampun. Kita mungkin terlalu banyak pilihan atau mungkin uang kami yang pas-pasan, hahahaha, memang aneh dua manusia ini soal mencari kopi malam itu.
Sesampainya berada di simpang manahan, hujan mengguyur kami berdua, traffic light (bangjo kami menyebutnya) berwarna hijau, bergegaslah kami, menarik tuas gas langsung penuh. 1 kilometer kami tak menemukan tempat ngopi pilihan pas buat kita, alhasil kami pun balik arah menuju manahan, sedikit basah pakaian kami. sekitar setengah jam mengelilingi kota Solo, sampailah kami pada kopi Jodi yang terletak di salah satu jalan utama Slamet Riyadi Solo. Tempat kopinya unik yang berada diatas mobil VW COMBI (tentunya sudah di modif sedemikian rupa), kami berdua disambut hangat oleh pelayan yang berada di atas mobil unik tersebut.
Aku terkejut salah satu pelayan kopi tersebut memanggilku "weh mas Is payung teduh" , sangat senang bila aku disamakan pada salah satu idola musisiku itu. Berlanjut kepada salah satu pelayan perempuan kopi itu, dia terlihat sangat ramah kepada kami, sesekali melontarkan kalimat lelucon yang membuat kami tertawa dan bersifat aneh, tapi berkat dia kami direkomendasiakan kopi best seller mereka, tentu sangat nikmat dan pas racikan kopi mereka. Ada satu pelayan mereka juga laki² terlihat sangat dingin dan serius, mungkin dia fokus ke kopi racikannya.
Kopi pun diantarkan oleh pelayan perempuan tersebut dan lucunya lagi-lagi dia melontarkan guyonan untuk kami, hahaha, lucu juga dia. Di situ kami tentunya mengobrolkan, biasa wanita tentunya. berlanjut pada kesiapan pernikahan, padahal kami jauh untuk menggapai ke jenjang itu. tapi kami dengan PD mengomongkan perihal itu, lanjut dengan kecurhatanku tentang menulis, lanjut kecurhatan isi hati teman aku, lanjut ke kasus-kasus kehidupan, lanjut ke bagaimana kami hidup bermasyarakat, lagi-lagi kami bisa dibilang membongkar kasus-kasus negeri ini dengan sangat lantang dan jelas dengan prinsip-prinsip masing-masing kita. Banyak hal baru yang disampaikan teman malam itu kepada aku. Banyak belajar juga dari teman untuk mengatasi masalah² hidup, yang paling penting dari aku ambil dari teman adalah "kedewasaanya". Ternyata dewasaku belum seberapa dari anak 23 tahun ini. Aku salut kepada dia. Jam menunjukan pukul 01.29, kami harus segera bergegas pulang untuk mengisi energi untuk esok menyambut hari raya.
Pukul 05.30, aku dibangunkan bapak untuk persiapan sholat eid di lapangan belakang kelurahan, yang berjarak kurang lebih 700-an meter dari rumah. Pukul 06.00 aku berangkat bersama adek aku, ibu bersama teman serumah saya, dan bapak berangkat sendiri dengan motor kesayangannya. selepas di TKP sholat 'eid', aku mengamati ada yang berbeda di hari raya ini dari pada tahun² lalu. Begitu semarak masyarakat² menyambutnya, ada yang datang dengan pakaian baru kesukanyaa, ada yang kekeh menggunakan baju islaminya, ada yang datang menggunakan pakaian batik kebangganya, ada juga yang menggunakan pakaian seadannya. Tapi tak apalah, tak wajib juga untuk soal pakaian untuk melaksanaakan sholat 'eid' ini, yang penting rapi dan melakukanya dengan ikhlas. tepat pukul 06.30 panitia sholat 'eid' mempersiapkan masyarakat untuk melakukan sholat 'eid' tersebut. Dengan khusyuk masyarakat melaksanakanya dan bergembira selepas sholat.
Sesampainya di rumah kami sekeluarga melakukan tradisi sungkeman yang sudah melekat daripada keluarga kami. Ada tangis haru tentunya dari ibunda kami yang tentunya wanita sendiri di keluarga kami. Aku dengar juga dari bapak yang nada suara yang tersendu-sendu. Dari aku yang tentunya mengusahakan agar kelangsungan sungkeman ini berjalan dengan sakral dan harmonis, adek saya yang masih kecil tentunya dengan kepolosan dia tapi cengengesan, aku sempat tertawa sedikit, lalu ibunda menepik pahaku untuk tetap diam agar adek tetap serius, seruis kecengengesanya (hahahahahaha).
Selanjutnya kami sekeluarga menghadiri acara halal bihalal yang diadakan oleh warga kampung kami. Di situ acara berjalan dengan khitmat, di sisi lain aku berada di sebelah hidangan untuk membantu menyiapkan hidangan untuk warga kampung dan tentunya aku mencicipi hidangan terlebih dahulu. Acara pun selesai, setelah itu ada acara yang bagiku meriah dan sangat terlihat sekali kekeluargaan warga kampung kami. Singkat waktu kami sekeluarga akan bertolak ke kakak bapak yang ada di Wonogiri kota, ya seperti biasa di situ kami sungkeman seperti halnya tradisi kami yang sangat luhur. Waktu sore telah tiba kami pun bergegas pulang ke gubuk kami tercinta untuk merehatkan fisik kami.
Minggu malam tanggal 23 April 2023. Teman aku mengajak aku ke keluarga besar yang ada di sebuah desa, Wonogiri. Tentunya secara khusus untuk silaturahmi ke keluarga besar teman aku yang sudah seperti keluarga bagi aku, yang tidak lupa juga untuk berziarah kepada orang terdekat aku (bapak dari teman aku yang sudah tiada).
Kekeluargaan disini terasa begitu kuat dan erat. Contoh kecil dari makan, disini kita harus bahkan diwajibkan, semisal jam makan entah pagi, siang ataupun malam harus secara bersama-sama sepertihalnya kita makan di sebuah restoran atau pun lamongan (pecel lele). Sangat kental tradisi di desa ini. Jujur disini yang aku suka adalah suasananya, aku terasa tenang disini bahkan damai, memang di sini jarak rumah dari kerumah lumayan jauh, terasa kuat sekali vibes-nya pedesaan, masih rimbun pepohonan dan juga rumput² pakan ternak (kolonjono) menjulang tinggi, apalagi disini, di rumah kakek teman aku berada di sebelah sebuah sungai yang masih asri tentunya, dan juga tentunya udara di pagi hari terasa sejuk sampai membuat jiwaku luluh atas suasananya, memang desa ini diklilingi bukit-bukit khas Wonogiri, dan juga yang aku suka adalah keramah tamahan antar warga sekitar. Tentunya juga disini banyak kawan teman aku yang sepantaran. Alhamdullilah cocok untuk saling mengobrol ataupun bermain game mobile.
Pukul 06.47, aku dibangun kan oleh adik temanku, di situ akan diadakan acara untuk menyambangi saudara-saudara terdekat dan yang tertua dari teman aku untuk melakukan adat sungkeman. Nah, disini aku begitu kagum apa yang dilakukan oleh saudara² teman aku yang lebih tua tentunya, disitu aku melihat begitu sakralnya, begitu intimnya, dan begitu kuat menjaga adat istiadat sebagai orang jawa, bahkan akupun tak tau apa yang beliau² katakan (menggunakan bahasa jawa kromo halus). Disitulah aku mulai berfikir, jadi ada yang lebih sakral dari apa yang dilakukan tradisi sungkeman di keluarga aku, tapi tak apalah yang penting niatnya yang di mantepin dan adap dan tutur kata yang baik, itu lebih baik dan utama pada generasi² anak muda jaman sekarang.
Waktu yang dinanti-nanti telah tiba, yakni makan-makan khas desa, inilah yang aku tunggu². Jujur bosen hidangan yang dihidangkan di dekat² rumah, banyak roti² yang hemm biasalah, berbeda kalau di desa banyak makanan khas di desa teman aku salah satu adalah gendar pecel yang sangat khas di sini, saking enaknya aku kelupaan sudah habis dua piring sekaligus. Rakus memang, ya mau gimana lagi di kota susah cari makanan khas seperti gendar pecel, ada sih mungkin cita rasanya nggak se-enak ini.
Singkat cerita kami bersama keluarga besar teman aku sudah mengunjungi lima sampai tujuh lebih saudara teman aku, tak terasa memang saking senengnya ber-silaturahmi ke saudara teman aku dan juga tentunya makan² sebagai syarat ber-silaturahmi disini, sebuah tradisi mungkin.
Waktunya pulang tiba, kami (keluarga teman aku) berpamitan kepada beliau² tuan rumah dan tak lupa juga aku sekaligus meminta untuk dido'a-in oleh kakek teman aku, aku percaya do'a orang tua itu pasti terkabul (Aminn), mobil kunyalakan, perasaanku berat meninggalkan sebuah desa yang masih asri dengan adat, tradisi dan budayanya. Ibu teman ku masuk lalu disusul adik teman aku masuk ke mobil, tinggal temanku yang ditarik bajunya oleh ponakan² kecilnya, mungkin masih ingin ditemani oleh kakaknya mungkin, pelan² dibujuk oleh ayahnya si kecil lalu maulah dilepas tarikan di baju temanku, seraya berjalan menuju mobil, lagi dan lagi ponakanya malah menangis bertambah berat perasaan temanku (mungkin).
Sepanjang perjalan aku hanya bisa bersyukur ditemukan oleh Tuhan teman yang serasa keluarga sendiri bahkan sampai lebaran pun di ajak ke kampung halamannya. Begitu besar rahmat Tuhan di sisiku, di saat aku kehilangan Kakek-Nenek secara bersamaan disitulah aku merindukan peran dari sosok Mbah. Ternyata masih ada sesosok mbah yang patut aku panuti seperti mbahku sendiri, yaitu Mbahnya temenku sendiri, dan keluarga besar yang mengangap seperti saudaranya sendiri.