Pada suatu subuh, ketika masih rekaat kedua, pada bacaan surah yg lupa atau malah ga tau. Ada suara kencang (fyi: masjid berada di pinggir jalan raya). Seperti suara motor ambruk. Pertama kali yg tergambarkan di otak ini, motor di parkiran masjid ambruk.
Solat mulai tdk kusyuk. Mungkin jamaah lain jg berpikiran demikian. Salam selesai. Parkiran ada di sebelah kanan, dpn, & belakang. Pd saat salam pertama, hampir semua kepalanya membeku sepersekian detik hanya untuk memastikan kebenaran informasi di otak, apkah benar motor ambruk?
Otak oleh Paul D. Maclean dibagi menjadi tiga. Otak Reptil, otak Mamalia, dan Neokorteks (otak Berpikir). Singkatnya otak reptil berfungsi seperti insting. Dia spontan. Mengatur mengenai perlindungan diri, agresi, seks, dsb. Otak mamalia mengatur emosional, dan sbgnya.
Neokorteks (berpikir) adalah tempat dimana logika berjalan. Otak ini memiliki ruang terbanyak di otak (±80%). Di sini nalar, kreatifitas, bahasa, dan pengumpulan informasi ada. Otak inilah yg ngebuat org menjadi bijak, hati² dlm mengambil keputusan, kreatif dlm berbicara, & seni.
Ketiga otak ini berjalan berurutan. Di reptil jika informasi terpuaskan akan lanjut ke mamalia, begitu seterusnya hingga Neokorteks dan manusia dpt secara sadar memutuskan sesuatu melalui informasi yg tersalurkan tadi.
Seandainya informasi yg disampaikan melalui setiap otak tadi tidak terpuaskan, maka informasibmenjadi tdk sempurna. Neokorteks tidak bisa berpikir dgn sempurna jg. Keputusan yg mau diambil hanya memiliki opsi yg sempit/sedikit. Keputusan menjadi tdk bijak & cenderung emosional.
Ketika kami mendengar suara keras tsb, sikap kaget kami merupakan bentuk dari otak reptil (spontan). Karena dlm keadaan solat, kita tdk bisa mengamati objek suara keras tsb (emosional, otak mamalia). Karena keterbatasan informasi, Neokorteks memutuskan agar kami tetap solat.
*solat adalah bentuk emosional umat muslim karena wujud tunduknya manusia kpd Tuhan. Itulah kenapa sebagian org takut melakukan sesuatu ketika solat. Sbg contoh ketika hape berbunyi, org cenderung cuek & tdk mematikan hapenya. Karena takut (emosional) dan bingung melakukan apa.
Karena keterbatasan itu. Neokorteks tidak memiliki banyak opsi dlm bertindak, dibiarkanlah hape itu terus berbunyi. Padahal jika manusia berwawasan luas, dia akan bisa berpikir, bahwa suara yg demikian dpt mengganggu org lain yg sedang menyembah pula.
Ketika kami salam, sepersekian detik kami membeku pada salam pertama. Semua melihat k ke kanan. Tak puas dgn pandangan di kanan, kami paksa lanjutkan salam ke kiri. Pada salam yg ke kiri, ada satu org yg sudah keluar dari masjid. Dia adalah takmir masjid. *masjid di sini terbuka.
Apa yg dilakukan takmir, adalah keputusan berdasarkan pengalamannya (otak mamalia). Sudah lama menjadi takmir, mendengar benturan bisa jadi 4-5 kali dlm setahun. Kemudian Neokorteks merespon informasi yg sempurna itu & membuatnya menjadi org pertama yg berlari menuju sumber suara.
Hampir semua jamaah mengikuti takmir. Aku tidak. Aku berusaha mengamati sikap semua manusia. Pandanganku ke depan. Tapi perhatianku ada pada setiap langkah mereka. Jamaah tinggal beberapa orang. Dzikir selesai. Masih kudapati beberapa org tetap fokus pada di atas sajadah mereka.
Untuk memenuhi kepuasan informasi, aku kemudian ikut menuju sumber suara. Dan yang kudapati memang benar, jika bukan suara motor ambruk di t. parkir, bisa jadi suara motor ambruk di jalan. Ada dua orang ambruk dan satu motor remuk. Tabrakan tunggal. Menabrak trotoar kata orang².
Bukannya aku tidak memiliki empati atau simpati. Ketika aku melihat takmir menuju keluar, dan jamaah yg hampir seluruhnya ikut, maka Neokorteksku bekerja. Sudah banyak yg membantu maka aku fokuskan pada dzikirku. Baru setelah selesai dzikir, kupuaskan informasi tadi.
Setelah puas. Aku kembali menuju parkiran belakang masjid. Masih kudapati org saleh duduk di atas sajadahnya. Bukan Reza namanya kalau selalu tdk penasaran dgn pikiran manusia. Aku bertanya² di kepala dgn sukma²ku. Bagaimana bisa org itu bertahan & tidak memuaskan rs penasarannya.
Sambil menuju motor, aku menyimpulkan beberapa pendapat dr masing² sukmaku. Tapi tak kuperoleh suatu pendapat yg memuaskan jiwaku. Ketika memasukkan kunci, ada sesuatu yg muncul terakhir di pikiran.
Apakah mungkin org saleh itu mengganti rasa penasarannya dgn sesuatu yg jauh lbh bijak? Dialah yg mendoakan dua org sekarat itu. Dua org mabuk yg menabrak trotoar hingga terkapar. Izrail muncul & memandang mereka dgn rasa jijik. Bau alkohol masih melekat. Ajalnya sudah dekat.
Org saleh menolong mereka. Izrail hanya melewatinya. Entah benar/tdk, bgitulah yg terimajinasi di kepalaku. Jiwaku puas akan apa yg sdh kubayangkan Dialah org saleh. Dialah yg paling bijak dlm memanfaatkan otak neokorteksnya. Dialah yg paling pengalaman dr pengalaman itu sendiri.
Karena masih ngantuk & masih banyak org yg rela menunggu ambulan dtg. Kuputuskan untuk pulang & tidur saja. Keputusan ini berasal dari neokorteksku yg luas. Walaupun sebagian banyak karena pengaruh otak mamalia jg. Aku rasa ini juga keputusan yg paling bijak untuk diriku.
Kebijaksanaan tdk perlu dipertunjukkan kpd org banyak. Justru yg paling bijak adlh org yg kebijaksanaannya dipertontonkan u/ dirinya sendiri. Sbgmana org saleh tadi. Terlihat tak berempati, tp siapa yg tau sifat asli manusia. Bahkan org itu sendiri blm tentu bisa memahaminya.
Source: twitter.com