-->

Kehidupan Tasawuf Di Era Klasik: Masa Rasulullah Dan Para Sahabat

Tidak ada komentar

Kehidupan Tasawuf Di Era Klasik: Masa Rasulullah Dan Para Sahabat
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang memang dari awalnya diturunkan, diterima, dan diamalkan oleh masyarakat urban di Mekkah dan di Madinah.[1] Di bawah bimbingan langsung Rasulullah saw, Islam berhasil memperagakan pemahaman, penghayatan dan pengamalan Islam yang benar-benar murni dan segar sehingga terbentuk suatu umat yang baru dan menjadi khairuummat pada waktu itu. Keistimewaan dalam Islam adalah karena Islam memiliki sejarah yang jelas semenjak diturunkannya wahyu pertama hingga menjadi agama yang sempurna dan utuh sebelum Rasulullah saw wafat. Sebagaimana dalam surah al Maidah ayat (3), artinya:
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhoi Islam itu jadi agama bagimu.”
Jadi Islam sebagai agama telah sempurna dan sebagaimana bunyi ayat diatas sebelum Rasulullah wafat. Dan pengamalannya telah secara nyata dicontohkan oleh Nabi dan sahabat-sahabat beliau yang saleh-saleh.[2]
________
[1] Simuh, Tasawuf dan Perkembangan Dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 15. 
[2] Id., hlm. 16-17.

Salah satu yang dapat diteladani Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya ialah akhlak dan tasawuf mereka. Apalagi hal-hal yang dilakukan oleh Rasulullah, jelas hal tersebut adalah sunnah, yang apabila dilaksanakan akan mendapatkan pahala yang berlimpah. Syariah dan tasawuf merupakan dua ilmu yang saling berhubungan erat. Hal ini dikarenakan bahwa keduanya merupakan perwujudan dari kesadaran iman yang mendalam. Syariah adalah cerminan perwujudan pengamalan iman pada aspek lahiriyah, sedangkan tasawuf adalah cerminan perwujudan pengamalan iman pada aspek batiniyah. Baik aspek lahir maupun aspek batin keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Al-Hujwiri berkata bahwa aspek lahir tanpa aspek batin adalah kemunafikan, sebaliknya, aspek batin tanpa aspek lahir adalah bi’dah.[3] Maka dari itu, jarak antara tasawuf dan bi’dah amatlah jauh. Tasawuf adalah media temporal dan media tahapan-tahapan pengobatan psikis yang dibutuhkan sewaktu-waktu untuk mendirikan suatu bangunan yang kokoh. Sedangkan bi’dah adalah keinginan-keinginan yang dimaksud itu sendiri, dibuat guna mendapatkan nilai yang lebih dalam beribadah kepada Allah, serta bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.[4]
________
[3] Alwan Khoiri, dkk., Akhlak/Tasawuf, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN SUKA, 2005), hlm. 183.
[4] Sayyid Nur bin Sayyid Ali, Tasawuf Syar’i: kritik atas kritik, (Jakarta Selatan: Penerbit Hikmah, 2003)

B. Rumusan Masalah

  1. Apakah Rasulullah bertasawuf?
  2. Mengapa Rasulullah dan para sahabatnya berkehidupan tasawuf?
  3. Bagaimana kehidupan bertsawuf pada masa Rasulullah dan para sahabatnya?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Memaknai Kehidupan Rasulullah dan Para Sahabat

Pada dasarnya tasawuf merupakan moral, moralitas-moralitas yang berdasarkan Islam. Kenapa? Sebab semua hukum Islam berdasarkan landasan moral.[1] Dalam al Quran sendiri terdapat banyak ayat yang mengemukakan tentang moral yang menjadi benih-benih tasawuf. Dan dalam al Quran pula yang mengemukakan hal-hal yang mendorong manusia agar hidup saleh, taqwa kepada Allah, menghindari dunia beserta perhiasannya, memandang rendah hal hal yang duniawi dan memandang tinggi kehidupan akhirat.[2] 
________
[1] Abu al Wafa al Ghanimi al Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, (Bandung: Pustaka, 1997), hlm. 10.
[2] Id., hlm. 57.

Sebagaimana ayat berikut yang mengisyaratkan kefanaan dunia dan perlunya menahan darinya karena kehidupan dunia merupakan sebuah permainan yang tidak kekal, melalaikan dan bersifat menipu, dalam firman Allah, yang artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanya permainan serta melalaikan, hias-hiasan, megah-megahan diantara kamu dan bangga-banggaan tentang banyak harta ataupun anak, seperti hujan, yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, lalu tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya menguning sampai terus nanti hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab keras dan ampunan Allah maupun keridlaan-Nya, sementara kehidupan dunia ini tidak lain hanya kesenangan yang menipu”. (QS al Hadid: 20)[3]
________
[3] Id., hlm. 59.

Serta firman Allah, yang artinya: “Adapun orang-orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka dia itu, sungguh neraka tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka dari itu, sungguh surga tempat tinggal(nya)”. (QS an Nazi’at: 37-41)[4] 
________
[4] Ibid.

Selain itu terdapat pula ayat ayat yang memuji hamba hamba Allah yang senang menghadapkan diri kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surah as Sajadah ayat 15 hingga 16, yang artinya: “Sesungguhnya orang orang yang beriman kepada ayat ayat Kami itu ialah orang orang yang ketika diperingatkan dengan ayat ayata (Kami), mereka tersungkur (dalam) sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, sementara mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sementara mereka menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka”. (QS as Sajadah: 15-16)[5] 
________
[5] Id., hlm. 60.

Jika melihat beberapa ayat di atas maka tidak heran jika dalam riwayat-riwayat menyatakan tentang kehidupan Rasulullah yang begitu sangat sederhana hingga menggambarkan Nabi seperti sosok yang miskin dan tidak memiliki harta kekayaan apapun. Bahkan Nabi pun mengajak ummatnya untuk menjauhi kelezatan dan hal-hal yang bersifat keduniawian. Sebagaimana sabdanya: “Jauhilah kelezatan hidup di dunia, Allah akan mencintaimu. Dan jauhilah apa yang ada di tangan orang banyak, orang-orang akan mencintaimu”. Serta dalam sabdanya: “Apabila engkau melihat seseorang yang menjauhi hal-hal yang duniawi, dekatilah dia, sebab dia memberikan hikmah”.[6]
________
[6] Id., hlm. 45.

Dalam hal ini Rasulullah memang selalu mewajibkan diri tetap dalam keadaan sederhana, pembatasan diri dalam makan maupun minum serta banyak dalam beribadah. Keadaan ini berlangsung sampai turunnya cegahan di dalam al Quran dalam firman-Nya: “Thaha! Kami tidak menurunkan al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah” (QS Thaha: 1-2). Oleh sebab itu kehidupan sederhana Nabi tersebut memang atas dasar kehendak beliau sendiri. Dr. Muhammad Husain Haikal dalam karyanya, Hayatu Muhammad, menulis: “Kesederhanaan atau keidak-inginannya terhadap dunia ini bukanlah semacam kesederhanaan demi kesederhanaan. Bahkan keduanya bukanlah semacam kewajiaban agama. Maksud Muhammad saw. ialah beliau ingin memberi suri teladan bagi manusia tentang ketangguhan yang tidak mengenal lemah. Selain itu, agar membuat orang yang berkepribadian seperti itu tidak diperbudak kekayaan, kekuasaan, atau yang lainnya yang membuat hal-hal selain Allah menjadi berkuasa”.[7]
________
[7] Id., hlm. 41.

Kemudian dalam hal keluhuran akhlak beliau yang tinggi, tidak syak lagi bahwa beliau merupakan tipe yang paling ideal yang dapat dijadikan suri tauladan yang baik bagi ummat Muslim termasuk pula bagi para kaum sufi, sebagaimana dalam firman Allah, yang artinya: “Sesunggunya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi yang mengharap (rahmat) Allah serta (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah” (QS al Ahzab: 21).[8] Serta dalam firman Allah, yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti luhur” (QS al Qalam: 4). Berhubungandalam hal ini pula suatu ketika Aisyah ra ditanya tentang akhlak beliau, jawabnya: “Akhlak Rasulullah adalah al Quran. Allah ridla bersama keridlaan beliau, dan (Dia) niscaya marah bersama kemarahan beliau”.[9]
________
[8] Id., hlm. 45.
[9] Id., hlm. 42.

SahabatAli bin Abi Thalib pun pernahberkata: “Beliau adalah orang yang paling lapang dada, kata-katanya paling bisa dipercaya, tata kramanya paling halus, dan keluarganya adalah yang paling mulia. Beliau selalu bergaul, bersenda gurau dan berbincang-bincang dengan para sahabatnya. Bahkan beliau sangat menyayangi anak-anak kecil, selalu memenuhi undangan orang yang mengundangnya, selalu mengunjungi orang sakit dan selalu menerima permintaan maaf”.[10] Serta akhlak ini merupakan misi utama beliau, bahwa beliau diutus ke dunia tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhak manusia. Sebagaimana dalam hadits shahih diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi saw. berasabda: “Innamaa bu ‘itstu li utammimaa makaarimal akhlaaq”. Artinya: Sesungguhnya aku diutus ke dunia, semata mata untuk menyempurnakan akhlak. (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Hakim)[11]
________
[10] Id., hlm. 43.
[11] Abdul Mustaqim, Akhlak Tasawuf Lelaku Suci Menuju Revolusi Hati, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013), hlm. 4.

Selain itu beliau juga merupakan sesorang yang sangat tekun dan kuat dalam hal beribadah, yang di dalamnya tidak terlepas dari isak tangis dengan memohon ampun kepada Allah sebanyak-banyaknya. Padahal sudah jelas bahwa beliau merupakan seorang yang maksum yang tidak memilki dosa. Mengenai betapa kuatnya beliau beribadah, telah diriwaayatkan bahwa Aisyah ra berkata kepada beliausewaktu dilihatnya beliau begitu lama mengerjakan shalat malam, sehingga kedua telapak kaki beliau melepuh: “Wahai Rasulullah, mengapa ini kau lakukan, bukankah Allah telah mengampuni segala dosamu, baik yang lalu maupun yang akan datang?” Rasulullah menjawab: “Tidakkah aku bersenang menjadi hamba yang bersyukur?”. Beliau sendiri selalu beri’tikaf di masjid, sebagaimana yang Aisyah riwayatkan pula: “Dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan, sampai beliau meninggal dunia, beliau selalu beri’tikaf di masjid setelah beliau meninggal dunia, isteri-isterinya pun selalu beri’tikaf”.[12] 
________
[12] Abu al Wafa al Ghanimi al Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman..., hlm. 41.

Begitu pula para sahabat beliau yang semata-mata menjadikan ucapan dan kehidupan beliau sebagai panutan dalam kehidupan mereka. Oleh sebab itu tidak heran jika Nabi sendiri telah mengemukakan betapa tingginya kedudukan para sahabat ini, sebagaimana sabdanya: “Para sahabatku itu bagaikan bintang. Siapa pun diantara mereka yang kamu ikuti, niscaya kamu mendapatkan petunjuk”.[13]
________
[13] Ibid., hlm. 47.

Mereka merupakan orang orang yang memiliki kedudukan yang tinggi dan telah dijamin surga oleh Allah. Keimanan mereka yang kuat itulah yang menjadikan mereka ikhlas karena Allah, meninggalkan dunia, selalu mengharap ridla Allah dan ampunan-Nya, kukuh menghadapi berbagai ujian dan tidak tertipu oleh hawa nafsu mereka.[14] Kecintaan dan kesetiaan mereka kepada Rasullah dapat dilihat dari perilaku akhlak yang baik dan utama. Mereka tidak pernah menentang Rasullah dan tidak mengeraskan suara mereka ketika mereka bersama dengan Rasulullah. Mereka mendengarkan setiap ucapan dan khutbahnya secara seksama, berlomba-lomba menjalankan perintahnya dan bergegas melayaninya ketika dibutuhkan.[15] Oleh karena itulah, segala ucapan serta kehidupan Rasulullah menjadi cerminan dalam kehidupan mereka.
________
[14] TaufikDamasdan M. Abidun, Sahabat Muhammad: kisah cinta dan pergulatan iman genersi awal, Jakarta: Zaman, 2014), hlm. 380.
[15] Id., hlm. 384.

Dalam hal kesederhanaan dan menjauhi hal yang bersifat duniawi, misalnya kehidupan sahabat Abu Bakar al Shiddiq dan Umar bin Khattab yang digambarkan Muawiyyah bin Abi Sofyan dalam perkataannya: “Adapun Abu Bakar, Ia tidak sedikit pun menginginkan dunia dan dunia juga tidak ingin datang menghampirinya. Sedangkan Umar, dunia datang menghampirinya namun ia tidak menginginkannya, adapun kita bergelimang dalam kenikmatan dunia”.[16]
________
[16] Abu Ihsan al Atsari, Bidayah wan Nihayah Masa Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm. 177.

Begitu pula dalam hal beribadah, sebagaimana contohnya tentang ketekuan sahabat Utsman bin Affan dalam hal beribadah. Telah diriwayatkan dari berbagai jalur bahwa beliau pernah shalat dengan membaca semua al Quran pada satu rakaat di kamar al Aswad pada musim Haji.[17] Kehidupan mereka yang demikian itulah yang selanjutnya menjadi tuntunan khususnya bagi kaum sufi.
_______
[17] Id., hlm. 331.

B. Kehidupan bertasawuf Rasulullah dan Para Sahabat

Secara tekstual memang tidak ditemukan ketentuan tentang pelaksanaan tasawuf bagi umat Islam, namun kegiatan tasawuf sebenarnya telah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. sebelum diangkat menjadi rasul, ia telah berulang kali pergi ke Gua Hira dengan tujuan selain untuk mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat kota Mekkah yang sedang hanyut dalam kehidupan kebendaaan dan penyembahan berhala, juga untuk merenungi hakekat kebenaran sejati.[18]
________
[18] Alwan Khoiri, dkk., Akhlak/Tasawuf…, hlm. 35.

Perilaku kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya tidak didasarkan pada nilai-nilai material dan nilai-nilai yang bersifat duniawi, seperti mencari kekayaan pribadi, akan tetapi bertumpu pada nilai-nilai ibadah untuk mencari keridlaan Allah swt., kemuliaan akhlak, ketaatan, ketaqwaan serta ketawadluanlah yang ada dalam kehidupan mereka. Sikap-sikap seperti zuhud (tidak mementingkan kehidupan duniawi), qonaaah (menerima apa adanya adanya apa), taat (senantiasa menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya), istiqomah (tetap konsisten dalam hal kebaikan dan ibadah), mahabbah (sangat cinta kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada dirinya dan makhluk lainnya) serta ubudiyah (mengabdikan diri kepada Allah) tersebut yang kemudian diikuti oleh kaum sufi dan menjadi sikap hidup mereka pula.[19]
________
[19] Id., hlm. 36.

Dari perilaku kehidupan Rasullah dan para sahabatnya tersebut telah menggambarkan asal dari pokok ajaran tasawuf. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ajaran tasawuf itu adalah mencari jalan untuk mencapai kesempurnaan kehidupan rohani. Untuk mencapai kesempurnaan tersebut memang tidak mudah, karena sering memerlukan proses yang cukup panjang.[20]
________
[20] Ibid.

1. Kehidupan Rasulullah

Terdapat dua fase dalam kehidupan Rasulullah saw., yaitu fase kehidupan beliau sebelum diangkat sebagai rasul, dan fase kehidupan beliau setelah diangkat sebagai rasul. Sebelum diangkat sebagai rasul, dalam sebuah riwayat, setiap bulan ramadlan tiba Nabi selalu menyendiri di Gua Hira.[21] Apa yang dilakukan Rasulullah di dalam Gua Hira merupakan cahaya pertama dan utama untuk tasawuf. Dan itu juga merupakan benih pertama bagi kehidupan rohaniyah yang disebut dengan ilham atau renungan rohaniah[22]. Beliau pergi ke gua untuk menyisihkan dirinya, memutuskan hubungannya dengan masyarakat di sekitarnya untuk beberapa hari pada tiap-tiap bulan Ramadhan, bertahun-tahun sebelum beliau menjadi Pesuruh Allah[23].
________
[21] Ibid.
[22] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Sumatera Utara: IAIN Sumatera Utara, 1981/1982), hlm. 44.
[23] Hamka, Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 21.

Beliau pergi sendirian di Gua Hira. Bersemedi berhari-hari, bermalam-malam, berzikir terus-menerus, mengingat kepada Allah[24]. Beliau mengkonsentrasikan segenap pikirannya dan merenungkan perasaannya terkait alam yang terbentang luas di tempat yang lepas dan bebas, menggugahkan hatinya untuk merasakan kebesaran dan keagungan Allah SWT. Disanalah beliau mendapatkan hidayah, membersihkan hati dan mensucikan jiwa dari noda-noda penyakit yang biasanya menghinggapi hati. Beliau memperoleh ilmu-ilmu atau pandangan-pandangan yang sangat berguna untuk masa depan umat manusia. Momen itulah yang membedakan beliau dari manusia biasa. Momen itulah yang menjadi pertama dan utama bagi tasawuf.[25]
________
[24] Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1976), hlm. 29.[25] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf…, hlm. 44-45.

Bila Ramadhan sudah habis, beliau akan turun ke bawah dengan pendirian dan jiwa yang semakin kuat. Dan ketika Ramadhan datang lagi, beliau akan kembali ke Gua Hira. Seperti itulah rutinitas beliau bertahun-tahun. Bersemedi, menyisihkan diri, berzikir, dan mengagungkan Allah karena limpahan rahmat yang diberikan-Nya.[26] Disana beliau melatih diri, mengasah jiwanya, berfikir, memperhatikan keadaan alam dan susunannya, memperhatikan segala-galanya dengan mata hatinya.[27]
________
[26] Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya…, hlm. 21.
[27] Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf…, hlm. 31.

Hilanglah keragu-raguan, dan datanglah keyakinan. Dapat dibedakan mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang terang dan mana yang gelap. Datanglah cahaya, merupalah malaikat di hadapan matanya. Dialah Malaikat Jibril, yang kadang-kadang dinamai Ruhul Amin, dan kadang-kadang dinamai Namus.[28]
________
[28] Hamka, Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya…, hlm. 21.

Setelah Nabi Muhammad turun dari Gua Hira dan kembali ke Mekkah, beliau langsung menemui istrinya, Khadijah, dan menyampaikan semua hal yang terjadi padanya di Gua Hira. Mendengarkan hal tersebut, Khadijah langsung membawa Rasulullah kepada pamannya yang alim dan mengetahui kitab-kitab dan riwayat Nabi-Nabi yang dahulu, yaitu: Warakah bin Naufal. “Itulah Namus! Yang datang kepada Musa dan nabi-nabi lainnya.”, kata Warakah. Namus itulah yang datang kepada Musa di Bukit Thursina ketika Musa bertapa disana selama 40 hari. Namus Itulah yang memberikan kabar kepada Maryam bahwa beliau akan mengandung puteranya, Isa Almasih. Dan Namus itulah yang datang kepada Muhammad, menjadikan beliau sebagai utusan Allah. Itulah permulaan hidup baru bagi Muhammad, dan itulah cahaya terang bagi umat di dunia. Bermula dari bersemedi di Gua Hira[29].
________
[29] Id., hlm. 22.

Nabi ketika bersemedi di Gua Hira hanya membawa sedikit persediaan makan dan minum. Menurut penyelidikan ahli-ahli kebatinan yang sudah sepuh, baik dari segi rahasia gaib maupun dari kecerdasan otak berfikir, semuanya sependapat bahwa untuk menjernihkan pandangan jiwa rohani hendaknya makan dikurangi. Terlalu banyak makan dapat menimbulkan rasa kantuk dan buncit di perut dan berat badan. Hawa badan atau uap yang naik ke otak dapat menyebabkan otak tidak bergerak lagi[30].
________
[30] Id., hlm. 22-23.

Sebelumnya Allah telah mendidik dan menempa jiwa Rasulullah dengan sebaik-baiknya. Fakta sejarah menunjukkan bahwa kehidupan Rasulullah sewaktu kecil sudah diliputi duka dan penuh dengan cobaan-cobaan. Bahkan ketika beliau belum lahir, masih di dalam kandungan ibunya, Rasulullah sudah diberikan cobaan, yaitu meninggalnya ayahnya. Pada usia enam tahun, beliau sudah menjadi yatim-piatu. Ibunya meninggal waktu itu[31].
________
[31] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf…, hlm. 45.

Setelah menjadi utusan Allah, Nabi Muhammad meneruskan kezuhudannya. Cara hidup beliau sangat sederhana. Pakaiannya sederhana, makanannya hanya sepotong roti saja dan meminum seteguk air. Sebaliknya, hal yang beliau banyakkan adalah ibadahnya. Beliau banyakkan sholat malamnya “Rasulullah beribadat tahajutt hingga bengkak dua tumit kakinya, dan Aisyah berkata kepadanya: ‘kenapa engkau perbuat ini ya Rasulullah? Padahal Allah SWT telah mengampuni kesalahan mu, baik yang terdahulu maupun yang kemudian?’ Maka Rasulullah menjawab: ‘Apakah saya tidak akan suka menjadi seorang hamba yang bersyukur?’” (HR Bukhari dan Muslim). Bahkan beliau sering menangis ketika sholat. Pada suatu hari datanglah Jibril kepada Nabi Muhammad menyampaikan salam Allah dan bertanya “Manakah yang engkau sukai ya Muhammad, menjadi seorang Nabi yang kaya raya seperti Nabi Sulaiman atau menjadi Nabi yang miskin seperti Nabi Ayyub?” Lalu beliau menjawab, “Aku lebih suka kenyang sehari dan lapar sehari. Jika kenyang, aku bersyukur pada Tuhan. Jika lapar, aku bersabar atas cobaan Tuhanku.” Kehidupan yang demikianlah yang beliau anjurkan kepada umatnya. Rasulullah bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia, supaya Tuhan mencintaimu. Dan zuhudlah pada yang ada ditangan manusia, supaya manusiapun cinta akan engkau.” (HR Ibnu Majah, Tabrani, dan Baihaqi). “Apabila Tuhan menghendaki seseorang hambanya menjadi orang baik. Diberinyalah faham akan rahasia-rahasia agama, ditimbulkannya rasa zuhud terhadap dunia dan diberinya anugerah dapat memandang yang ghaib dan cela dirinya sendiri.” (HR Baihaqi)[32].
________
[32] Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf, hlm. 30.

Sehari semalam Rasulullah minimal membaca istighfar 70 kali “Demi Allah, saya mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari semalam, tidak kurang dari 70 kali.” (HR Bukhari). Selain sholat malam, beliau juga sholat dhuha yang tidak kurang dari delapan rekaat setiap hari. Apabila Rasulullah berhalangan melakukan sholat-sholat yang demikian itu (sunnah), maka beliau segera menggantinya besoknya dan menambahkan rekaatnya. Supaya kekosongan pada kemarin itu dapat diganti dengan hari ini[33].
________
[33] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf..., hlm. 46-47.

Dalam kehidupannya Nabi Muhammad saw. telah banyak diceritakan betapa kesederhanaan rumah tangga beliau sehari-hari. Jangankan perabotan rumah tangga yang serba mewah dan makanan yang bergizi dan lezat, alat rumah tangga yang sederhana saja tidak lengkap, begitu pula dalam hal makanan, yang biasanya untuk makan sehari hari pun kadang tidak ada. Beliau tidur di atas sepotong tikar bukan di atas kasur empuk, makanan yang dihidangkan isterinya pun hanyalah sepotong roti kering atau sebutir dua butir korma dengan segelas air minum saja.[34]
________
[34] Alwan Khoiri, M.A, dkk., Akhlak/Tasawuf…, hlm. 40.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, diceritakan bahwa Aisyah pernah mengeluh dengan keponakannya Urwah, seraya berkata, “Urwah, lihatlah, kadang-kadang berhari-hari dapurku tidak menyala dan akupun bingung karenanya”. Urwah bertanya, “Jadi apakah yang kamu makan sehari-hari?”. Aisyah menjawab, “Pain yang menjadi pokok itu adalah kurma dan air, kecuali jika ada tetangga-tetangga Anshar mengantarkan sesuatu kepada Rasulullah, maka dapatlah kami merasakan setengguk susu”. Rasulullah menegaskan, “Kami adalah golongan yang tidak makan kalau lapar dan jika kami makan tidak sempat kenyang”.[35]
________
[35] Ibid.

Dikisahkan pula pada suatu hari Rasulullah pergi ke masjid. Disana beliau berjumpa dengan Abu Bakar dan Umar. Beliau bertanya, “Apa yang menyebabkan sahabat-sahabat ini keluar masjid?”, Abu Bakar dan Umar pun menjawab, “untuk menghibur diri dari lapar”. Rasulullah pun berkata pula, “Aku pun keluar untuk menghibur diri dari laparku. Marilah kita pergi ke rumah Abu Hasyim, barangkali di sana ada sesuatu yang boleh dimakan”.[36]
________
[36] Ibid.

Rasulullah juga sering berpuasa sunah, dengan maksud antara lain agar saat-saat lapar itu tidak sia-sia dan tetap dalam ibadah kepada Allah swt. sering kali pula beliau beribadah di masjid. Setelah beberapa waktu berada di masjid beliau pulang ke rumahnya dan bertanya kepada Aisyah, “Wahai Aisyah, adakah hari ini sesuatu yang dapat dimakan?”. Tatkala Aisyah menjawab tidak ada sesuatupun yang dapat dimakan, ia kembali lagi ke masjid dan menghabiskan waktunya disana untuk beribadah. Beberapa saat kemudian beliau kembali lagi ke rumahnya dan menanyakan hal serupa dan Aisyah pun menjawabnya seperti sebelumnya. Hal seperti itu dilakukan Rasulullah beberapa kali dan mendapat jawaban yang sama, sampai akhirnya beliau mendapat sepotong roti di rumahnya dari pemberian Utsman bin Affan. Aisyah pun menerangkan lebih lanjut bahwa keluarga Nabi dalam sehari tidak pernah makan sampai dua kali. Makanan disimpan di rumah tidak lebih dari sepotong roti untuk dimakan tiga orang.[37]
________
[37] Id., hlm. 41.

Nabi Muhammadlah yang pertama kali memberikan contoh tentang hidup sederhana, tentang menerima apa adanya, menjadikan kehidupan rohani lebih tinggi daripada kehidupaan kebendaan yang mewah penuh ria, serta mengajak manusia untuk meninggalkan sifat berburu kekayaan dan kesenangan duniawi sehingga melupakan tujuan pokok dalam hidup. Beliau pula yang mengajarkan bahwa kekayaan dan kesenangan duniawi tidaklah abadi, oleh sebab itu beliau mengajak kepada manusia untuk mencapai kebahagiaan dan kelezatan hidup yang lebih tinggi dan abadi, yaitu dengan bertaqorrub, mendekatkan diri kepada Zat Yang Maha Pencipta, Maha Kuasa lagi Maha Abadi, Allah swt. dengan kehidupan rohani tersebut dapat menjadikan diri manusia lebih dekat kepada Sang Khaliq. Sebagaimana firman Allah, yang artinya: “Jika hamba-Ku bertanya tentang diri-Ku, maka sesungguhnya Aku dekat, dan Aku akan mengabulkan seruan yang memanggilku jika Aku dipanggil”. (QS al Baqoroh:186)[38]
________
[38] Ibid.

Dari Ibn Mas’ud diceritakan bahwa dia pernah memasuki kediaman Rasulullah dan didapatinya beliau sedang berbaring diatas sehelai anyaman daun kurma sampai memberikan bekas pada pipinya. Dengan rasa haru Ibn Mas’ud bertanya, “Wahai rasulullah apakah tidak baik jika aku mencarikan bantal untukmu?”. Rasulullah menjawab, “Aku tidak memerlukan itu, Aku di dunia adalah laksana orang yang sedang bepergian, sebentar berteduh di hari yang terik bawah naungan pohon kayu yang rindang untuk kemudian berangkat lagi dari situ menuju tujuannya”.[39]
________
[39] Id., hlm. 42.

Sehubungan dengan harta benda, pernah suatu hari diletakkan dihadapan Rasulullah tujuh puluh ribu dirham emas, pada hari itu juga dibagikan kepingan itu tanpa ada sekepingpun yang tertinggal. Dalam kaitannya dengan hal ini diceritakan pula dalam sejarah bahwa ketika Nabi sedang sakit menjelang akhir hayatnya, beliau mengingat bahwa di rumahnya masih tersimpan tujuh buah dinar emas. Dangan keadaan sakit payah, beliau memanggil ahli rumahnya untuk membagikan semua uang tersebut kepada faqir miskin. Cerita itu dibenarkan oleh Aisyah bahwa ia lupa kalau menyimpan uang tersebut karena kesibukannya mengurus Nabi yang sedang sakit. Tatkala orang bertanya kepadanya, apa yang diperbuatnya dengan uang tujuh dinar tersebut, ia menjawab bahwa ia segera mengambilnya dan menyerahkannya kepada Rasulullah. Kemudian iapun bertanya kepada Rasulullah mengenai bagaimana perasaan beliau ketika menghadap Tuhan dengan mata uang di tangannya. Lalu beliau menyuruhnya untuk membagikan semua uang tersebut kepada faqir miskin, sedangkan beliau sendiri dalam keadaan itu pergi menghadap-Nya dengan hanya berpakaian kasar. Begitulah kesederhanaan Rasulullah, hingga beliau wafat pun beliau tidak meninggalkan untuk keluarganya uang barang sedinar atau sedirham pun. Abdurrahman bin Auf menceritakan, bahwa pada waktu Nabi wafat tidak ada sesuatu yang ditinggalkannya, kecuali sepotong roti, sebilah pedang dan seekor keledai yang biasa menjadi tunggangannya sehari hari, serta sebidang tanah yang sudah diwakafkan.[40]
________
[40] Id., hlm. 42-43.

Dalam sebuah hadits yang driwayatkan oleh Ibn Majah, Tabrani dan Baihaqi, Rasulullah besabda, “Zuhudlah terhadap dunia, supaya Tuhan mencintaimu. Dan zuhudlah pada apa yang di tangan manusia supaya manusia cinta akan engkau”.[41]
________
[41] Id., hlm. 43.

Demikianlah keteladanan kehidupan rohani dari Rasulullah yang kemudian menjadi contoh sikap hidup para sahabatnya. Imam Al Ghozali berpendapat, “Bahwa aku yakin benar bahwa kaum suffah itulah yang telah menempuh jalan yang telah dicontohakan oleh Nabi dan yang telah dikehendaki oleh Allah Taala”.[42]
_______
[42] Id., hlm. 45.

2. Kehidupan Para Sahabat

Para sahabat merupakan sosok yang istimewa, tidak hanya mereka berjumpa langsung dengan Rasulullah, mereka juga merupakan sosok istimewa yang tidak bisa dibandingkan dengan genersi-genersi sesudahnya.[43] Dalam kehidupan mereka tidak lain semata-mata mengikuti jejak Rasulullah, baik dalam setiap ucapan maupun kehidupannya. Oleh sebab itu tidak heran jika Rasulullah sendiri telah mengemukakan betapa tingginya kedudukan para sahabat ini, sebagaimana sabdanya: “Para sahabatku itu bagaikan bintang. Siapa pun diantara mereka yang kamu ikuti, niscaya kamu mendapatkan petunjuk”.[44]
________
[43] Taufik Damasdan M. Abidun, Sahabat Muhammad…, hlm. 11.
[44] Abu al Wafa al Ghanimi al Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman…, hlm. 47.

Mengenai kehidupan para sahabat secara global, Abu ‘Atabah melukiskannya dengan sebuah pernyataan: “Maukah kau kuberi tahu tentang kehidupan para sahabat para sahabat Rasullah saw.? Pertama, bertemu dengan Allah adalah lebih mereka sukai daripada kehidupan. Kedua, mereka tidak gentar terhadap musuh, baik musuh itu sedikit ataupun banyak. Ketiga, mereka tidak jatuh miskin dalam hal yang duniawi, mereka begitu percaya terhadap rezeki Allah”.[45]
________
[45] Id., hlm. 48.

a. Abu Bakar Ash Shiddieq

Abu Bakar Ash Shiddieq, beliau merupakan seorang asketis, sehingga diriwayatkan bahwa selama enam hari dalam seminggu dia selalu dalam keadan lapar. Baju yang dimilikinya tidak lebih dari satu, dan katanya “Jika seorang hamba begitu terpesonakan oleh sesuatu hiasan dunia, Allah membencinya sampai dia meninggalkan hiasan itu”.[46] Begitu juga sifat kedermawanan Abu Bakar yang tidak ada batasnya. Misalnya pada Perang Tabuk. Rasulullah meminta kepada semua kaum muslimin untuk mengorbankan hartanya pada sabilillah. Datanglah Abu Bakar membawa semua hartanya dan diletakkannya di antara kedua lengan Rasulullah. Rasulullah bertanya, “Apa lagi yang engkau tinggalkan bagi anak-anakmu? Hai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawabnya seraya tertawa, “Saya tinggalkan bagi mereka Allah dan Rasulnya.”[47]
________
[46] Ibid.
[47] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf..., hlm. 52.

Menurut riwayat bahwa sahabat Abu Bakar as Shidiq hidup hanya dengan selembar kain saja. Terhadap lidahnya sendiripun beliau berkata, “Apabila seorang hamba Allah telah dimasuki rasa berbangga diri karena sesuatu dari hiasan dunia ini, maka Allah akan murka hingga perhiasan itu diceraikannya”. Pandangan hidup beliau adalah bahwa sifat dermawan merupakan buah dari taqwa, kekayaan merupakan buah dari keyakinan dan martabat diperoleh sebagai buah dari ketawadlu’an.[48] Mengenai taqwa, yakin dan rendah hati, dikatakannya: Kami mendapatkan kedermawanan dalam taqwa, kecukupan dalam yakin, dan kehormatan dalam rendah hati”. Dan mengenai pengenalan terhadap Allah (ma’rifat), dikatakannya: “Barangsiapa merasakan sesuatu yang selain Allah, dan menyendiri dari semua manusia”. Al Junaidi (seorang tokoh sufi) dalam penuturannya tentang Abu Bakar al Shidiq berkata: “Ungkapan terbaik dalam hal tauhid ialah ucapan Abu Bakar as Shidiq: Maha suci Zat yang tidak menciptakan jalan bagi makhluk mengenai-Nya, melainkan ketidakmampuan mengenal-Nya”.[49]
________
[48] Alwan Khoiri, M.A, dkk., Akhlak/Tasawuf…, hlm. 46.
[49] Abu al Wafa al Ghanimi al Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman…, hlm. 48.

Beliau juga pernah menangis ketika membaca ayat Al Quran. Kaum Musyrikkin disekitar rumah Abu Bakar meminta kepada Rasulullah untuk melarang Abu Bakar membaca Al Quran dengan keras karena suara dan tangisannya ketika membaca ayat Al Quran dapat menggoda hati manusia terutama hati wanita yang mendengarkannya. Karena memang saat itu belum banyak orang Mekkah yang masuk Islam. Namun ketika mereka hanya mendengarkan suara Abu Bakar saja, merekamenjadi tertarik dengan ajaran Islam. Mereka bersimpatik terhadap Islam. Dan kandungan Al Quran tersebut bersemi di hati mereka. Hal inilah yang ditakutkan oleh kaum musyrikin tersebut.[50]
________
[50] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf..., hlm. 52.

Sementara mengenai kisah-kisah ibadah Abu Bakar as Shidiq, doa-doanya, kesederhanaannya, ridlanya, ketakutannya terhadap Allah, keshalehannya, kerendahan hatinya, kedermawanannya, serta hal-hal lainnya, yang kemudian menjadi landasan para sufi dalam hal pendapat tentang pengertian pengertian itu, hal ini telah dikemukakan al Muhib al Thabarri dalam karyanya, al Riyadh al Nadhrah fi Manaqib al ‘Asyrah.[51]
________
[51] Abu al Wafa al Ghanimi al Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman…, hlm. 48.

b. Umar bin Khattab

Umar bin Khattab, beliau pernah berpidato dihadapan umat dengan memakai kain yang terdapat dua belas tambalan dan baju yang dikenakannya terdapat empat tambalan dan tidak memiliki kain lainnya. Umar bin Khattab juga merupakan khalifah yang adil dan bijaksana. Beliau rela memberikan beribu-ribu dirham untuk kepentingan umat dan sahabatnya. Sedangkan untuk anaknya, beliau dengan keras melarang keluarganya mengambil sedirham pun dari baitul mal. Pernah ada kejadian beliau melihat salah seorang anaknya memakan daging. Dipukulah anaknya dengan tongkatnya yang pendek seraya berkata, “Makanan itu tidak saya haramkan, tetapi saya larang untuk diri saya dan anak-anak saya karena tempat tumbuh fitnah di dalam syahwat makanan.” Kesederhanaan lain yang dilakukan oleh Umar bin Khattab ialah saat beliau terlambat datang ke masjid dan terlambat pula dalam melaksanakan sholat jamaah. Padahal setiap sholat fardhu beliaulah yang menjadi imam. Bertanyalah seorang temannya, “Kenapa terlambat datang?” Beliau menjawab, “Kain saya sedang dicuci dan tidak ada lainnya.”[52]
________
[52] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf..., hlm. 53-54.

Seketika datang kiriman zakat dari negeri Yaman, diadakan sebuah pertemuan besar, karena Khalifah Umar hendak memberikan nasehatnya. Beliau mengatakan agar seluruh umat tunduk dan taat kepada perintahnya. Tiba-tiba berdirilah seorang yang hadir dan memutus pidatonya, “Kami tidak dapat taat kepada perintah engkau Ya Amirul Mukminin!”. Khalifah Umar bertanya, “Apa sebab?” Seorang tadi menjawab, “Bagaimana kami akan bisa taat! Ini harta benda zakat telah dikirimkan orang dari negeri Yaman dan telah dibagi-bagi. Padahal tuan hanya mendapat satu bagian saja, sebagai bagian orang banyak yang lain. Pakaian tuan hanya satu persalinan saja. Tidak ada pakaian musim panas dan tidak ada pakaian musim dingin! Sebelum tuan mengambil satu persalinan lagi, kami tidak akan taat.” Sanggahan dari seorang tadi tidak dapat Khalifah Umra jawab. Lalu beliau menghadapkan mukanya kepada putranya Abdullah, dan berkata, “Hai Abdullah, cobalah engkau tolong berikan jawaban sanggahan itu!” Abdullah berdiri dan berkata, “Perihal pakaian beliau yang sepesalinan lagi itu, biarlah saya yang menanggung.” Sungguh sederhana sekali beliau[53].
________
[53] Hamka, Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya..., hlm. 31-32.

Terdapat kisah lagi dari sumber buku yang berbeda, yaitu ketika tentara Islam memperoleh banyak kemenangan disertai banyaknya harta rampasan perang. Setiap orang mendapatkan bagiannya sesuai dengan status dan fungsinya, baik ummul mukminin maupun panglima perang, ataupun rakyat biasa, semua ada pembagiannya. Hanya beliau sendiri yang belum ditentukan bagiannya. Hal tersebut menjadi pembicaraan banyak orang karena beliau sendiri hidupnya sangat sederhana. Mengetahui dirinya menjadi pembicaraan orang-orang, beliau kemudian berbicara di depan mereka semua. Beliau berbicara mengenai persoalan hidup di dunia ini. Kemudia beliau menanyakannya, “Apakah yang halal bagi dirinya dari harta rakyat?” Semua orang menanti-nanti kelanjutannya. Umar berkata, “Saya minta dua pakaian. Satu untuk musim dingin, dan satu lagi untuk musim panas. Dan biaya untuk mengerjakan haji seberapa yang dapat dibawa oleh belakang saya sendiri. Biaya makanan saya setelah itu sama dengan biaya makanan salah seorang Quraisy, tidak yang tertingginya dan tidak pula yang paling rendahnya.”[54].
________
[54] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf..., hlm. 53-54.

Ibn Katsir dalam kitabnya, Bidayah wan Nihayah, menggambarkan sosok Umar bin Khattab sebagai orang yang sangat tawadlu’ kepada Allah. Kehidupan dan maknanya sangat sederhana. Beliau terkenal sangat tegas dalam urusan agama Allah, selalu menambal bajunya dengan kulit, membawa ember di atas kedua pundaknya, dengan wibawanya yang sangat besar, selalu mengendarai keledai tanpa pelana, jarang tertawa dan tidak pernah bergurau dengan sispapun. Cincinnya bertuliskan sebuah kata-kata “Cukuplah kematian menjadi peringatan bagimu hai Umar”.[55] Dalam komentarnya tentang peneledanan para sufi terhadap Umar bin Khattab, al Yhusi menulis: “Dalam berbagai hal para sufi banyak meneladani Umar. Diantaranya ialah upayanya dengan memakai pakaian bertambalan,sikapnya yang garang, tindakannya dalam meninggalkan (shubhat), kekeramatan yang dimilikinya, ketegarannya terhadap yang salah ketika kebenaran telah tampak, ketinggahuannya dalam menegakkan kebenaran,tindakannya dalam menyamaratakan hak-hak orang yang dekat ataupun jauh, dan keteguhannya dalam berpegang pada ketaatan yang paling berat”.[56]
________
[55] Abu Ihsan al Atsari, Bidayah wan Nihayah Masa Khulafaur Rasyidin…, hlm. 176.
[56] Abu al Wafa al Ghanimi al Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman…, hlm. 49.

Dalam hal berprinsip pernah beliau dicela dan dikatakan kepadanya, “Alangkah baik jika engkau memakan makanan yang bergizi tentu akan membantumu lebih kuat membela kebenaran”. Maka Umar berkata, “Sesungguhnya aku telah meninggalkan kedua sahabatku (yakni Rasulullah dan Abu Bakar) dalam keadaan tegar (tidak terpengaruh dengan dunia). Maka jika aku tidak mengikuti ketegaran mereka, aku takut tidak akan mengejar kedudukan mereka”. [57] Menarik mengutip ucapan Thalhah bin Abdullah: “Umar bukanlah orang yang pertama-tama masuk Islam, dan bukan pula orang yang paling dahulu berhijrah. Tapi dialah orang yang paling kurang perhatian nya terhadap masalah duniawi dan paling besar perhatiannya terhadap masalah akhirat diantara kami”.[58]
________ 
[57] Abu Ihsan al Atsari, Bidayah wan Nihayah Masa Khulafaur Rasyidin…, hlm. 177.
[58] Abu al Wafa al Ghanimi al Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman…, hlm. 49.

Umar bin Khattab mempunyai jiwa yang bersih dan kesucian kerohanian yang begitu tinggi. Rasulullah saw pernah berkata tentang dirinya, “Tuhan Allah telah meletakkan kebenaran diujung lidah Umar dan hatinya.”[59] Kezuhudan, keikhlasan, dan keadilan Umar tersebutlah yang dianggap oleh kaum sufi sebagai imam yang besar sekali yang melebihi imam lainnya.
________
[59] Hamka, Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya..., hlm. 31.

c. Usman bin Affan

Usman bin Affan, merupakan sahabat Rasulullah yang gemar membaca Al Qur’an. Al Quran tak pernah terlepas dari sentuhan tangannya. Pada masa beliaulah yang menyalin dan membukukan kumpulan Quran yang dikumpulkan pada masa Abu Bakar menjadi Mushaful-Iman. Pernah beliau berkata: “Ini adalah surat yang dikirimkan Tuhanku. Tidaklah layak bagi seorang hamba bilamana datang sepucuk surat dari yang dipertuannya akan melalaikan surat itu”. Artinya selain dibaca, Al Quran juga harus diamalkan, dipraktekkan, dilaksanakan isi-isinya. Bukan hanya semata bacaan saja. Diceritakan dalam Qamar Kailany yang merupakan bukti bahwa Usman bin Affan tidak pernah melepaskan Quran dari tangannya, bahkan disaat beliau menghembuskan nafas terakhirnya saat beliau dibunuh di dalam rumahnya sendiri. “Dalam kehidupan Usman bin Affan penuh dengan pengabdian setiap waktu, bahkan Kitabullah senantiasa berada di tangannya dan demikan juga sewaktu beliau meninggal dunia ditemukan Kitabullah diantara kedua tangannya.” (Qamar Kailany: 19)[60].
________
[60] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf…, hlm. 55.

Dalam penggembengan terhadap dirinya sendiri diriwayatkan bahwa dia membawa sendiri beberapa ikat kayu dari kebunnya, padahal dia mempuyai beberapa budak. Ketika ditanyakan padanya mengapa tidak dia suruh saja budak budaknya membawanya, jawabanya: “Aku bisa membawanya sendiri”. Hal ini menunjukkan betapa dia tidak pernah lupa untuk menempa dirirnya sendiri. bahkan dia tidak tenang dengan harta yang berhasil dikumpulkannya, berbeda dengan yang lain-lain. Mengenai kehidupannya yang asketis, diriwayatkan bahwa mendermawankan hartanya lebih dia sukai daripada menumpukkannya. Dia yang membeli sumur seorang Yahudi yang melarang kaum Muslimin menimba air di sumur itu, sehingga Rasulullah saw. pun bersabda: “Betapa besar pengorbanan Utsman. Apa pula yang akan dilakukannya setelah ini?” Utsman menjelaskan, bagi harta mempunyai fungsi sosial, sebagaimana katanya: “Andai saja aku tidak khawatir bahwa dalam Islam terdapat lobang yang dapat kututup dengan harta ini, pasti aku tidak akan mengumpulkannya”.[61]
________
[61] Abu al Wafa al Ghanimi al Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman..., hlm. 50.

d. Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib, kesederhanaannya patut untuk dijadikan suri teladan.Sayyidina Ali bin Abi Thalib pun tidak kurang ketinggian hidup kerohaniannya. Seorang sahabat, keponakan serta menantu Rasulullah yang menjadi khalifah keempat ini dalam tugas-tugasnya yang besar dan mulia, menyebabkan beliau tidak peduli dengan pakaian yang dikenakannya. Pernah beliau menggunakan pakaian robek yang kemudian dijahitnya sendiri. Pernah orang menanyakan, “Mengapa sampai begini ya Amirul mukminin?” Beliau menjawab, “Untuk menghusyukkan hati dan menjadi teladan bagi orang yang beriman.”[62]. Kesederhanaan beliau lainnya ialah pernah beliau hanya memakan tiga biji buah kurma dalam sehari selama sebulan.
________
[62] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf..., hlm. 56.

Sementara itu dalam pandangan para sufi, secara khusus Ali bin Abi Thalib mempunyai kedudukan tinggi. Karena menurut Ibnu Unaiyah, Ali bin Abi Thalib merupakan sahabat Nabi yang paling zahid. Imam Syafií pun memandangnya sebagai asketis besar. Pernah suatu ketika beliau berkata kepada Umar bin Khattab: “Seandainya engkau akan menemui seoarang sahabat, tamballah bajumu, perbaiki sandalmu, ciutkan harapanmu, dan makanlah tidak sampai kenyang”. Kemudian mengenai pembianaan dirinya sendiri, Ali bin Abi Thalib telah berkata: “Äku ini bagaikan seorang pengembalasekumpulan kambing. Setiap hari bagian yang sebelahnya kukumpulkan bagian yang sebelah lainnya bertebaran”.[63]
________
[63] Abu al Wafa al Ghanimi al Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman…, hlm. 52.

e. Abu Ubaidah bin Jarrah

Abu Ubaidah bin Jarrah, merupakan seorang sahabat Rasulullah yang perkasa yang dapat menaklukan Syria. Beliau berhasil membuat Kaisar Heraklius terpontang-panting dan lari dalam keadaan ketakutan menuju Konstantinopel merelakan kemegahan istananya di Syria demi nyawanya. Ia takut akan keperkasaan Abu Ubaidah bin Jarrah. Khalifah Umar bin Khattab pernah berkunjung ke rumah Abu Ubaidah. Disana Khalifah Umar tidak melihat barang-barang apapun yang dimiliki Abu Ubaidah kecuali hanya satu pasu dan sepotong jana. Khalifah Umar bertanya, “Mana barang-barangmu?” Ubaidah menjawab, “Apa yang tuan lihat itulah barang-barang saya.” Umar berkata lagi, “Yang saya lihat hanya ada satu pasu dan sepotong jana.” Ubaidah membalas, “Cukuplah buat saya itu. Yang pertama untuk tempat makanan dan tempat wudhu saya. Sepotong kain bulu itu untuk tempat duduk dan tempat tidur saya.” Mendengarnya, Umar bin Khattab menangis karena kasihan kepada Abu Ubaidah sang penakluk Syria. Ubaidah berkata, “Apakah tuan menangisi saya Ya Amirul Mukminin¸ karena saya telah menjual dunia saya dan membeli akhirat.”[64]
________
[64] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf…, hlm. 57.

f. Said bin Amr

Said bin Amr, adalah seorang amir di daerah Kaufah di masa Khalifah Umar bin Khattab. Disaat Khalifah Umar mengadakan inspeksi terhadap pegawai-pegawai di daerah Kaufah, maka beliau meminta daftar nama-nama fakir miskin di daerah tersebut. Di dalam daftar tersebut terdapat nama Said bin Amr yang merupan amir (penguasa) di daerah Kaufah. Lantas Khalifah bertanya pada pegawai yang mengurusi daftar fakir miskin tadi, “Kemana perginya nafkah yang diterimanya?” Pegawai itu menjawab, “Telah diberikan kepada orang-orang yang fakir dan miskin tanpa meninggalkan sedikit juga bagi dirinya.” Lalu Khalifah Umar mengirimkan seribu dinar kepada Said bin Amr. Ketika Said bin Amr menerima uang tersebut, ia langsung berteriak dan meminta perlindungan kepada Allah. Istrinya bertanya kepadanya, “Apa sebab demikian? Apakah Amirul Mukminin telah wafat?” Said menjawab, “Keadaan lebih besar lagi dari itu” Istri Said bertanya lagi, “Apa?” Sadi membalas, “Dunia telah datang kepada saya.” Istri Said membujuknya, “Jangalah engkau takut.” Said membalas lagi, “Mana yang ada lebih berat dari ini?” Lalu Said pergi ke jalanan dan kebetulan ia melihat pasukan Islam sedang melakukan operasi, lantas dibagi-bagikannya uang seribu dinar tadi kepada tentara Islam tersebut. Setelah itu ia kembali ke rumah seraya memuji-muji Allah karena telah diselamatkan dari fitnah dunia[65].
________
[65] Id.,hlm. 57-58.

g. Ahl Suffah

Benih benih kehidupan rohaniah juga dimiliki dan terpancang kuat seperti para ahlus suffah, yaitu kaum miskin dari muhajirin dan ansharin yang tidak mempunyai keluarga ataupun harta. Mereka pun mendirikan sebuah ruangan di masjid Nabi. Dan di sana mereka memusatkan perhatian dirinya kepada Allah dengan beribadah, melatih jiwa, dan menjauhakan diri dari berbagai pesona duniawi. Mereka inilah yang diamaksud dalam firman Allah ketika bertitah kepada Nabi: “Dan bersabarlah kamu bersama orang orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang dengan mengharapkeridlaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kmai, serta menyembah hawa nafsunya, dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (QS al Kahfi: 28)[66]
________
[66] Abu al Wafa al Ghanimi al Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman..., hlm. 53.

Dalam karyanya, Hilyah al Aulia’, Abu Nu’áim al Isfahani mendeskripsikan ahlus suffah sebagai kelompok yang terjaga dengan kebenaran dari kecenderungan duniawi, terpelihara dari kelalaian terhadap kewajiaban, dan panutan kaum miskin yang menjauhi duniawi. Mereka tidak memiliki keluarga ataupun harta. Bhkan perdagangan taupun peristawa yang berlangsung di sekitarnya tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah. Mereka tidak disedihkan oleh kemiskinan hal hal duniwi, dan mereka tidak digembirakan kecuali oleh sesuatu yang mereka tuju. Oleh karena itulah Rasulullah mencitai mereka, bahkan beliau suka sekali bergaul dengan mereka serta menganjurkan orang agar menghormati mereka. [67]
________
[67] Ibid.

Demikianlah beberapa ucapan serta perilaku dalam kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya. Kehidupan merekaitu tidak didasarkan pada nilai-nilai material dan nilai-nilai yang bersifat duniawi, akan tetapi bertumpu pada nilai-nilai ibadah untuk mencari keridlaan Allah swt. Dari perilaku kehidupan Rasullah dan para sahabatnya tersebut telah menggambarkan asal dari pokok ajaran tasawuf. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ajaran tasawuf itu adalah mencari jalan untuk mencapai kesempurnaan kehidupan rohani.[68]
________
[68] Diringkas Alwan Khoiri, dkk., Akhlak/Tasawuf…, hlm. 36.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada dasarnya dalam al Quran sendiri terdapat banyak ayat yang mengemukakan tentang moral yang menjadi benih-benih ajaran tasawuf. Oleh karena tidak mengherankan jika dalam berbagai riwayat menyatakan tentang kehidupan Rasulullah yang sangat sederhana serta menjunjung tinggi moralitas. Hal ini beliau lakukan semata-mata atas kehendak beliau sendiri yang memang lebih menyukai kehidupan yang sederhana. Selain itu beliau juga ingin memberi suri tauladan agar ummatnya dapat memiliki kepribadian moralitas yang tinggi serta tidak mudah tergoda oleh tipu daya duniawi. Begitu pula para sahabat beliau yang semata-mata menjadikan ucapan dan kehidupan beliau sebagai panutan dalam kehidupan mereka.

Secara tekstual memang tidak ditemukan ketentuan tentang istilah dan pelaksanaan tasawuf bagi umat Islam, namun pokok-pokok ajaran tasawuf itu sendiri telah ada baik dalam al Quran maupun dalam kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya. Perilaku kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya itu tidak didasarkan pada nilai-nilai material dan nilai-nilai yang bersifat duniawi, akan tetapi bertumpu pada nilai-nilai ibadah untuk mencari keridlaan Allah swt. Dari perilaku kehidupan Rasullah dan para sahabatnya tersebut telah menggambarkan asal dari pokok ajaran tasawuf. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ajaran tasawuf itu adalah mencari jalan untuk mencapai kesempurnaan kehidupan rohani.


Daftar Pustaka

  • Prof. Dr. Hamka. 1980. Tasauf “Perkembangan dan Pemurniannya”. Jakarta: Yayasan Nurul Islam.
  • Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama IAIN Sumatera Utara. 1981/1982. Pengantar Ilmu Tasawuf. Sumatera Utara: IAIN Sumatera Utara.
  • Zahri, Mustafa. 1976. Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
  • Al-Taftazani, Abu Al Wafa’ Al Ghanimi. 1997. Sufi Dari Zaman Ke Zaman ‘suatu pengantar tentang tasawuf’. Bandung: Penerbit Pustaka.
  • Mustaqim, Abdul. 2013. Akhlak Tasawuf ‘lelaku suci menuju revolusi hati’. Yogyakarta: Kaukaba.
  • Al Atsari, Abu Ihsan. 2004. Bidayah wan Nihayah Masa Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Darul Haq.
  • Khoiri, Alwan. 2005. Akhlak / Tasawuf. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
  • Damas, Taufik dan M. Abidun. 2014. Sahabat Muhammad: kisah cinta dan pergulatan iman genersi awal. Jakarta: Zaman.
  • Simuh. 1997. Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Nur, Sayyid. 2003. Tasawuf Syar’i: kritik atas kritik. Jakarta Selatan: Penerbit Hikmah.

Komentar