-->

Implementasi Asas Keterbukaan Dalam Setiap Pembentukan Undang-Undang

Tidak ada komentar

http://www.data.gov.my/data/ms_MY/dataset/groups/undang-undang-malaysia-2016

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), hal ini tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, yang mana pada intinya negara harus melindungi, mensejahterakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, hal ini merupakan tugas dari sebuah negara untuk mensejahterakan, maka perlu adanya suatu peraturan di negara Indonesia.[1] Selain daripada itu, UUD 1945 pasal 1 ayat (3) menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.[2] Segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan juga harus berdasarkan pada hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional ini yang diterapkan dan diberlakukan di Indonesia ini tujuannya tidak lain untuk mengantisipasi dalam kehidupan bermasyarakat yang tidak lepas dari adanya suatu permasalahan.[3] Tujuan utama pembentukan suatu peraturan perundang-undangan sebagai suatu acuan hukum dalam mengatasi permasalahan-permasalahan atau mengarah pada suatu tujuan negara hukum bukan hanya menciptakan kodifikasi bagi norma-norma dan nilai-nilai kehidupan yang sudah mengendap dalam masyarakat, akan tetapi tujuan utama dalam pembentukan aturan perundang-undangan yaitu menciptakan modifikasi atau perubahan dalam kehidupan masyarakat.[4]
________

[1] Maria Farida indrati S, Ilmu Perundang-Undangan Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 1.
[2] Mediya Rafeldi, UUD 1945 Amandemen; dalam Satu Naskah, (Jakarta: Alika, 2016), hlm. 3.
[3] Penjelasan atas Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
[4] Maria Farida indrati S, hlm 2.
.
Pembuatan peraturan perundang-undangan tidaklah mudah, hal ini perlu adanya suatu kajian dan penelitian yang dalam pada suatu nilai-nilai yang terkandung di dalam masyarakat bukan hanya suatu nilai-nilai saja, akan tetapi perlu diperhatikan juga suatu kebiasaan-kebiasaan yang melekat kepadanya. Secara tidak lansung, pembuatan peraturan perundang-undangan perlu adanya kontribusi atau partisipasi masyarakat lansung. Hal ini sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang No. 12 tahun 2011 yang menyatakan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik salah satunya yaitu ASAS KETERBUKAAN,[5] yang mana dalam pembuatan perundang-undangan mulai dari persiapan, perencanaan, pembahasan dan penyusunan harus bersifat transparan sehingga masyarakat bisa memberikan saran dan masukan atas perundang-perundangan yang dibuat. Partisipasi masyarakat dalam perumusan substansi dan norma pada penyusunan peraturan perundang-undangan harus mendapat perhatian yang lebih dari pembentuk undang-undang. Karena dalam pelaksanaan berlakunya suatu norma, selain didasarkan karena adanya daya laku juga didasarkan karena daya guna dari norma tersebut. Dalam hal ini dapat kita lihat, apakah suatu norma yang berdaya laku itu berdaya guna secara efektif atau tidak? Atau apakah norma itu ditaati atau tidak? Hal ini menjadi penting dalam pembentukan perundang-undangan karena seringkali pemerintah ingin mengubah norma-norma yang ada di dalam masyarakat dengan suatu produk aturan hukum. Pembentuk Undang-Undang sejak awal perencanaan sering dituntut agar aturan yang dihasilkan mampu memenuhi berbagai kebutuhan, pertama mampu dilaksanakan, kedua dapat ditegakkan, ketiga sesuai dengan prinsip-prinsip jaminan hukum dan persamaan hak-hak sasaran yang diatur, keempat mampu menyerap aspirasi masyarakat. Hal ini meunjukan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sehingga produk hukum yang dihasilkan mampu dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan dan juga menjadi pedoman, serta dapat berlaku sesuai dengan perkembangan masyarakat.[6]
________
[5] Lihat Pasal 5 Undang-Undang No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
[6] Maria Farida Indrati S, hlm 6.
.

B. Rumusan masalah

Mengapa partisipasi masyarakat diperlukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan?
Bagaimana proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang melibatkan masyarakat sehingga melahirkan Undang-Undang yang responsif?
.

Pembahasan

A. Tinjauan Umum

Partisipasi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah perihal turut berperan dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta. Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.[7]
________
[7] Lihat https://www.kbbi.web.id/ diakses pada tanggal 17 Februari 2018 jam 13:50.
.
Partisipasi masyarakat dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan merupakan wujud dari pelaksanaan pembuatan peraturan perundangan-undangan, hal ini merupakan asas keterbukaan yang terdapat pada Pasal 5 huruf g Undang-Undang No 12 tahun 2011. Dengan demikian, masyarakat mempunyai peran aktif seluas-luasnya dalam pembuatan aturan mulai dari perencanaan, penyusunan pembahasan serta penetapan dan masyarakat juga bisa memberikan masukan dalam proses pembentukannya, asas keterbukaan ini merupakan wujud transparansi pemerintahan yang demokratis dan juga sebagai suatu pedoman atau rambu-rambu dalam pembentukan peraturan perunang-undangan yang baik.[8] Satu hal yang penting dalam pembuatan aturan yang paling efektif adalah partisipasi masyakarat, pentingnya partsipasi masyarakat dalam pembentukan produk hukum harus terlihat pada proses pembentukanya yang partisipastif dengan mengundang sebanyak-banyak elemen masyarakat, baik dari segi individu maupun sekelompok masyarakat. Selain itu juga harus bersifat aspiratif yang berasal dari masyarakat dan keinginan atau kehendak masyarakat, artinya produk hukumnya seakan akan bukan hanya dari pemerintah saja akan tetapi menyaring dari aspirasi masyrakat. Lothar Gudling[9] mengemukakan beberapa alasan tentang perlunya partisipasi masyarakat dalam membuat suatu aturan yaitu:
  • Memberi informasi kepada pemerintah;
  • Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan;
  • Membantu perlindungan hokum; dan
  • Mendemokrasikan pengambilan keputusan.
________
[8] Maria Farida indrati S, Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembuatan, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 232-233.
[9] Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Responsive, (Jakarta: Rajawali, 2011), hlm. 188.
.
Tujuan dari adanya partsipasi masyarakat dalam pembuatan aturan adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna bagi masyarakat yang berkepentingan. Hal ini karena masyarakat yang akan terkena dampak dari aturan tersebut maka perlu adanya partisipasi masyarakat. Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan telah memberi hak seluas-luasnya untuk masyarakat dalam memberi masukan secara tertulis atau lisan, hanya saja dalam pelaksanaanya hak ini belum berjalan secara baik, karena mengingat akses masyarakat dan keengganan dari pembentuk undang-undang untuk memberi ruang baik secara formal maupun substansi kepada masyarakat tampaknya menjadi kendala bagi masyakarat.
.
Partisipasi masyarakat dalam pembuatan aturan akan lebih efektif karena akan mengedepankan nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat sehingga akan lebih diterima dan berlaku oleh masyarakat, selain itu juga akan menciptakan masyarakat yang lebih adil. Manfaat yang akan dihasillkan jika pembutaan peraturan perundang-undang dengan adanya pasrtisipasi masyarakat akan membentuk peraturan yang akan meningkatkan legitimasi dan kualitas peraturan yang dihasilkan, meningkatkan peluang keberhasilan dalam penerapannya di dalam masyarakat, meningkatkan ketaatan masyarakat terhadap peraturan yang dibuat dan disepakati bersama, memperluas dan menjalin persaudaraan dengan warga negara, meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah, serta efisensi sumber daya, sebab parrtisipasi masyarakat dalam pembuatan aturan publik dan mengetahui aturan publik, sehingga sumber daya yang digunakan untuk sosialisasi dapat dihemat.
.
Suatu negara yang mempunyai konfigurasi politik yang demokatis, maka akan berpengaruh terhadap produk hukum yang dihasilkan, dalam hal demikian hukumnya akan sulit terjadinya penyalahgunaan kekuasaan melalui pembentukan perundang-undangan. Sebab, proses pembentukan undang-undang akan dikontrol oleh masyarakat melalui berbagai bentuk partsipasi.[10] Produk hukum yang dhasilkan oleh negara hukum akan melahirkan undang-undang atau aturan-aturan yang mengedepankan nilai-nilai kesejahteraan rakyatnya, atau mengutumakan kepentingan rakyatnya. Produk hukum yang dihasilkan adalah bersifat responsif. Produk hukum dalam sebuah negara dibedakan menjadi 3 yaitu hukum yang represif, otonom, dan responsive. Hukum represif adalah hukum yang mengabdi kepada kekuasaan dan tertib sosial yang represif, banyak mengandalkan paksaan tanpa melihat kepentingan rakyatnya, yang jadi patokan hukum repsresif adalah suatu tata tertib, ketenangan umum, pertahanan, otoritas dan penyelesaian masalah. Hukum otonom adalah hukum yang berorientasi pada pengawasan represif. Yang mana ini bertentangan dengan hukum hukum represif, sifat-sifat dari hukum otonom adalah, pertama, penekanan-penekanan pada aturan hukum sebagai upaya utama dalam mengawasi kekuasaan resmi, kedua, adanya pengadilan yang didatangi secara bebas, dan tidak bisa dimanipulasi oleh kekuasaan lain, dan juga mempunyai otoritas mengadili pelanggaran hukum baik dilakukan oleh pejabat maupun sipil. Sedangkan menurut Prof. Mahfud MD berpendapat bahwa hukum responsive adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi rasa harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya membeikan peranan besar partisipasi penuh kelompok-kelompok sosial atau individu didalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsive terhadap tuntutan-tuntutan kelompok sosial atau individu dalam masyarakat.[11] Ciri-ciri hukum responsif adalah mencari nilai-nilai yang tersirat didalam peraturan perundangan-undangan, hukum responsif bukan hanya menawarkan proses keadilan (procedural justice) akan tetapi lebih dititik beratkan ke keadilan dan kepentingan umumya. Teori ini lebih pada substansi adil, dan persoalan keadilan lebih dipahami sebagai quid ius bukan quid iurus.
________
[10] Dr. Saifudin, S.H., M.Hum., Partisipasi Public Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, (Yogyakarta: UII Press, 2009), hlm. 63-64.
[11] Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia Pengaruh Konfigusrasi Politik Terhadap Produk Hukum, (Jakarta: LP3ES, 1995), hlm. 24.
.
Adapun tolok ukur untuk melakukan evaluasi terhadap hukum responsif adalah asas atau prinsip serta tujuan yang ada dalam peraturan tersebut. Walaupun terlihat ideal dan positif akan tetapi menurut LM. Gandhi ada sisi negatifnya yaitu menjadikan tumpang tindih suatu lembaga Negara. Hal ini dikarenakan mereka hanya memikirkan diri sendiri dengan visi dan sikap yang kaku sehingga mnyulitkan dalam upaya harmonisasi, ini akan menjadikan tidak berdaya, kepentingan umum akan terabaikan. Menurut Mahfud MD produk hukum rasponsif adalah pertama, pembuatannya patisipatif yang mana pembuatan peraturan undaang-undaang mulai dari perumusan, pembahasan sampai pengesahan adanya parrtisipasi dari masyarakat itu sendiri, kedua bersifat aspirtif hal ini menyatakan bahwa isi dari peraturan tersebut merupakan masukan-masukan dari masyarakat yang sesuai dengan norma-norma di dalam masyarakat, dan ketiga muatanya bersifat limitatif atau membatasi, yang mana peraturan dibentuk harus sesuai dengan norma-norma yang terkandung dalam peraturan tersebut.
.
Menurut tim kebijakan nasional tata keperintahan yang baik menyatakan bahwa indikator minimal dalam proses partisipasi masyarakat adalah, pertama adanya pemahaman penyelenggaraan tentang proses metode partisipastif, kedua adanya pengambilan keputusan didasarkan pada konsensus bersama. Adapun faktor pendukung adalah pedoman pelaksanaan proses partisipastif, mekanisme atau peraturan kepentingan beragam, forum diskusi bersama, media massa sebagai penyalur aspirasi masyarakat. Yang perlu disikapi adalah masalah subtansi suatu undang-undang, apakah aspirasi masyarakat bisa diterima atau tidak, pengambilan keputusan sangat tergantung pada pembuat undaang-undang dengan berabagai kepentingan yang ada di dalamnya. Pada tahapan pengesahan inilah suatu undang-undang akan terlihat, apakah undang-undang tersebut akan bertahan lama dan diterima oleh masyarakat, dan hanya kepentingan golongan saja bukan untuk masyarakat luas.
.

B. Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Titik tolak dari penyusunan peraturan perundang-undang adalah efektivitas dan efisiensi pada masyarakat. Tujuan dari peran serta masyarkat untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna dari warga negara dan masyarakat yang berkepentingan (publik inters) dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Karena dengan melibatkan masyarakat para pengambil keputusan dapat menangkap pandangan, kebutuhan dan penghargaan dari masyarakat dan kelompok tersebut, untuk kemudian menuangkannya ke dalam satu konsep.[12]
________
[12] Mahendra Putra Kurnia, dkk., Op.Cit., hlm.72.
.
Terkait partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang nomor 10 tahun 2004, bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penetapan maupun pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dalam pasal 39 ayat (1) Undang-Undang 32 tahun 2004 menyatakan bahwa hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka persiapan atau pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan.
.
Menurut Bagir Manan partisipasi dapat dilakukan dengan cara: mengikut sertakan dalam tim atau kelompok kerja penyusunan peraturan perundang-undangan, melakukan public hearing atau mengundang dalam rapat penyusunan dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan, melakukan uji sahih kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapat tanggapan, melakukan loka karya (workshop) atas peraturan perundang-undangan sebelum secara resmi dibahas oleh DPR atau DPRD, mempublikasikan rancangan peraturan perundang-undangan agar mendapat tanggapan publik.
.
Dari uraian di atas untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang dapat memenuhi aspirasi yang diinginkan masyarakat tentunya harus diimbangi dengan keterlibatan masyarakat, yakni meliputi:
  • Keterlibatan dalam penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan. Pada tahap ini masyarakat dapat terlibat dalam proses penyusunan dalam tim/kelompok kerja, terlibat dalam penyiapan naskah akademik, maupun penyampain masukan yang disampaikan secara lisan atau tertulis ataupun melalui media massa ditujukan kepada penggagas peraturan perundang-undangan.
  • Keterlibatan dalam proses pembahasan peraturan perundang-undangan. Dalam tahap ini sebelum dibahas terlebih dahulu diumumkan di media massa untuk memberi kesempatan kepada masyarakat agar menyampaikan aspirasinya. Selannjutnya dalam proses pembahasan masyarakat bisa memberikan masukan secara lisan, tertulis ataupun pada saat rapat-rapat pembahasan pembentukan perundang-undangan. Terhadap kehadiran dalam rapat memang menjadi dilema, karena hal tersebut tergantung keinginan DPR atau DPRD maupun pemerintah pusat maupun pemerintah di tingkat daerah apakah akan mengundang masyarakat atau membiarkan proses pembahasan berjalan tanpa keterlibatan masyarakat.
  • Keterlibatan pada pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Keterlibatan masyarakat pada tahap ini bisa terlihat bagaimana masyarakat patuh terhadap materi peraturan itu karena sudah merasa sesuai aspirasi atau justru kebalikannya masyarakat merasa dirugikan atau tidak merasa tersalurkan aspirasinya.
.

Penutup

A. Kesimpulan

Partisipasi masyarakat merupakan bentuk atau wujud dari asas-asas yang baik dalam pembuatan perundang-undangan, yang selanjutnya disebut asas keterbukaan. Asas keterbukaan adalah salah satu asas yang menentukan apakah undang-undang tersebut bisa berdaya guna bagi masyarakat atau tidak. Hal ini juga menjadi acuan apakah undang-undang tersebut memberikan manfaat bagi masyarakat luas atau tidak. Meskipun di dalam suatu negara yang menganut sistem pewakilan akan tetapi partisipasi masyatakat sangat diperlukan dalam pembuatan perundang-undang. Karena hal demikian akan mencerminkan kedemokrasian bagi suatu negara khususnya negara Indonesia.
.
Secara aturan, partisipasi memang sudah dibentuk dalaksanakan akan tetapi yang menjadi kendala adalah masalah aspirasi masyarakat yang menajadi subtansi dalam aturan tersebut, sangat tergantung pada pembentuk undang-undang yang mempunyai kepentinga didalamnya, baik itu kepentingan individu atau kelompoknya sendiri yang secara tidak lansung bukan berdasarkan pada kepentingan masyarakat luas.
.
Kendati demikian, partisipasi masyarakat dalam penyusunan perundangan-undangan di negara Indonesia ini bersifat mutlak. Hal ini merujuka pada Pasal 5 huruf g UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Adapun proses pemebtukan undang-undang secara sederhana dapat diterapkan di semua bagian tahapan penyusunan mulai dari perencanaan, perumusan, pembahasan, penetapan, perundangan, dan sosialisasi serta evaluasi. Masyarakat dapat memberikan aspirasi dan pandangannya terhadap suatu Undang-Undang secara bebas.
.

Daftar Pustaka

Farida Indrati, Maria. Ilmu Perundang-Undangan Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius, 2007.
.
Farida Indrati, Maria. Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembutan. Yogyakarta: Kanisius, 2007.
.
Mahfud, Muhammad, Politik Hukum Di Indonesia Pengaruh Konfigurasi Politik Terhadap Produk Hukum, Jakarta: LP3ES, 1995.
.
Rafeldi, Mediya, UUD 1945 Amandemen; dalam Satu Naskah, Jakarta: Alika, 2016.
.
Saifudin, Partisipasi Publik Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Yogyakarta: UII Press, 2009.
.
Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraaturan Perundang-Undangan Responsive. Jakarta: Rajawali, 2011.
.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
.
http://www.kbbi.web.id. Di akses pada tanggal 17 Februari tahun 2018.

Komentar