-->

Essai Filsafat Hukum Pancasila

Tidak ada komentar

https://en.wikipedia.org/wiki/Pancasila_economics
Sepakat dengan apa yang dibilang oleh Fokky Fuad bahwa Pancasila mampu mewarnai dan diwarnai oleh nilai-nilai baru yang masuk ke dalam jiwa Bangsa Indonesia. Nilai-nilai baru yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan nilai positif. Bagi saya, Pancasila sebagai falsafah negara sama seperti dengan istilah “meletakkan sesuatu pada tempatnya”. Istilah tersebut sama dengan pengertian adil dalam Islam, meletakkan sesuatu pada tempatnya. Tidak seperti paham sosialis yang menganggap adil adalah sama rata sama rasa. Pancasila sebagai ideologi negara, sudah sangat sempurna nilainya apalagi hanya hasil buah pikiran manusia. Soekarno, Soepomo, dan Mohammad Hatta merumuskannya bersama dengan cara yang sangat etis, yakni musyawarah mufakat. Hasilnya pun sangat sempurna, lahirlah Pancasila.

Sayangnya tradisi musyawarah mufakat maupun gotong-royong, pada era sekarang sudah tidak diidam-idamkan lagi. Faktanya atau praktisnya Pancasila sudah tidak menjadi landasan atau sumber dari segala sumber hukum lagi (contohnya adalah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil oleh DPR dan disepakati Presiden tanpa menimbang atau memusyawarahkan masalah ini pada pihak yang terlibat). Maka bisa dibilang Pancasila sebagai falsafah negara dan sumber dari segala sumber hukum adalah gagal. Karena secara fakta negara, dalam hal ini adalah pemerintah, telah mengabaikan nilai-nilai Pancasila tersebut. Adil dengan istilah meletakkan sesuatu pada tempatnya rasanya tidak mampu memberikan sebuah keadilan. Justru adil dari paham sosialislah yang memiliki peluang besar untuk membawa sebuah keadilan pada negara di era sekarang. Takaran adil milik sosialis lebih jelas daripada milik Islam. Begitu juga dengan Pancasila. Sifat dinamisnya tidak mampu memberikan sebuah keuntungan untuk Indonesia, terutama dalam mengatasi kemiskinan dengan cara gotong-royongnya, dan menyelesaikan sebuah masalah dengan musyawarah mufakat.

Secara teori Pancasila selalu dianggap sebagai falsafah bangsa, falsafah hukum, namun pada praktisnya Pancasila hanyalah sebuah kalimat yang diucapkan ketika upacara bendera. Pancasila tak lebih dari sebuah kalimat untuk di era sekarang. Padahal makna-makna maupun nilai-nilai Pancasila sangat sakral sekali. Masyarakat-masyarakat di era sekarang, terutama dewan-dewan wakil rakyat, sangat mustahil mampu mencetuskan Pancasila yang secara makna kena, dan secara bahasa sangat puitis. Kemungkinan tidak ada yang mampu seperti Soekarno, Soepomo, dan Mohammad Hatta yang merembuknya bersama atas nama Indonesia. Merasakan musyawarahnya, mengungkapkan segala isi pikirannya berdasarkan fakta rakyat yang ada. Karena ketidakmampuan inilah yang membuat Pancasila menjadi tidak sakral lagi. Pancasila terabaikan saat pembuatan sebuah undang-undang.

Lalu pertanyaan saya, untuk apa Indonesia memiliki falsafah bangsa yang sempurna tetapi pada nyatanya terabaikan? Apakah DPR memikirkan nilai Pancasila ketika merumuskan sebuah undang-undang yang notabene merupakan hierarki aturan hukum di Indonesia? Maka perlukah mencantumkan Pancasila ke dalam hierarki aturan hukum di Indonesia supaya Pancasila juga dianggap penting dan tidak sekedar kalimat puitis yang dilantangkan ketika upacara bendera? Perlukah sebuah falsafah dimasukkan ke dalam hierarki aturan hukum di Indonesia? Tentunya pertanyaan-pertanyaan ini tidak bisa saya jawab sendiri. Tetapi satu hal yang pasti bahwa memang kesakralan Pancasila sebagai falsafah hukum sudah pudar. Pancasila sebagai falsafah hukum bangsa Indonesia tidak mampu mengembangkan sebuah negara berkembang menjadi maju. Pancasila yang mampu mewarnai dan diwarnai nilai-nilai baru tak cukup mampu menghadapi realitas yang ada. Pancasila terabaikan keberadaannya. Tak dianggap sebagai akar sebuah bangsa. Tak dimengerti sebagai mana para pencetusnya pahami. Pancasila bagi saya seperti moral, dan seperti apa yang dibilang Faiq Tobroni bahwa moral tidak mampu berdiri sendiri tanpa adanya aturan hukum yang mengaturnya. Begitu (atau berlaku) juga dengan Pancasila. Agar Pancasila tidak diabaikan lagi, perlu diletakkannya Pancasila ke dalam hierarki aturan hukum di Indonesia.

Komentar