Sebelum
membahas bagian apa sih KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ini? Apakah
Lembaga Eksekutif? Atau Lembaga Legislatif? Atau justru bagian dari
Lembaga Yudikatif? Sebaiknya kita membahas dulu sejarahnya bagaimana
bisa komisi ini ada hingga sekarang ketika tulisan ini ditulis.
.
Menurut media massa nasional.sindonews.com,
ide awal pembentukan sebuah badan yang bergerak untuk memberantas
korupsi sudah muncul pada era Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Beliau
mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Beliau
membentuk KPKPN (Komisi Penyelidik Kekayaan Penyelenggara Negara), KPPU
(Komisi Pengawas Persaingan Usaha) atau lebih dikenal dengan nama
lembaga Ombudsman.
.
Adapun
isi singkatnya dari UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah
berikut [kpk.go.id]:- Mengatur pembentukan Komisi Pemeriksa yang bertugas dan berwenang melakukan pemeriksaan harta kekayaan pejabat negara, baik sebelum, selama, maupun sesudah menjabat. "Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara yang selanjutnya disebut Komisi Pemeriksa adalah lembaga independen yang bertugas untuk memeriksa kekayaan Penyelenggara Negara dan mantan Penyelenggara Negara untuk mencegah praktek korupsi, kolusi dan nepotisme." (Pasal 1 Angka 7).
- Presiden yang membentuk Komisi Pemeriksa tersebut. "Untuk mewujudkan Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, Presiden selaku Kepala Negara membentuk Komisi Pemeriksa." (Pasal 10).
- Komisi tersebut independen yang bertanggungjawab kepada Presiden. "Komisi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 merupakan lembaga independen yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden selaku Kepala Negara." (Pasal 11).
- "Pengangkatan dan pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat." (Pasal 13 ayat 2).
- Kemudian mengucapkan sumpah atau janji berdasarkan agamanya di hadapan Presiden. "Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diucapkan di hadapan Presiden." (Pasal 16 ayat 2).
- "Hasil pemeriksanaan Komisi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 disampaikan kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Badan Pemeriksa Keuangan." (Pasal 18 ayat 1). "Khusus hasil pemeriksaan atas kekayaan Penyelenggara Negara yang dilakukan oleh Sub Komisi Yudikatif, juga disampaikan kepada Mahkamah Agung." (Pasal 18 ayat 2).
- "Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemeriksa dilakukan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat." (Pasal 19 ayat 1)
Setelah
itu pada masa Presiden Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur,
beliau membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(TGPTPK) dengan PP No. 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Namun badan ini segera dibubarkan
melalui suatu judicial review Mahkamah Agung. Alasannya karena
bertentangan dengan UU yang sudah ada, yaitu: UU No. 31 Tahun 1999 [cegahkorupsi.wg.ugm.ac.id].
.
Barulah
pada masa Presiden Megawati Soekarno Putri berhasil membentuk Komisi
Pemeriksaan dengan nama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang diatur
dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Adapun isi singkatnya UU tersebut adalah berikut [kpk.go.id]:- "Dengan Undang-Undang ini dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang untuk selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi." (Pasal 2).
- "Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun." (Pasal 3).
- "Menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan." (Pasal 15 huruf c).
- "Komisi Pemberantasan Korupsi bertanggung jawab kepada publik atas pelaksanaan tugasnya dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan." (Pasal 20 ayat 1).
- "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden Republik Indonesia." (Pasal 30 ayat 1).
- "Dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia." (Pasal 33 ayat 1).
- "Sebelum memangku jabatan, Ketua dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Presiden Republik Indonesia." (Pasal 35 ayat 1).
.
Bersamaan dengan pembuatan tulisan ini, yang mana KPK sedang dalam keadaan kritis karena hak angket yang dilakukan oleh DPR. Banyak reaksi dari para ahli hukum mengenai ini, terutama ahli hukum tata negara. Sebagian membela KPK dan beberapa membenarkan tingkah laku DPR.
.
Mahfud MD berpendapat bahwa subyek hak angket itu keliru. Dalam Pasal 79 ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR DPR DPD DPRD (MD3) menyebutkan:- "Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan."
.
Berbeda dengan Mahfud MD dan Andi Irmanputra Sidin, Yusril Ihza Mahendra justru berpendapat bahwa KPK ini merupakan bagian dari Lembaga Eksekutif. Ia mengatakan bahwa KPK bukan Lembaga Legislatif karena KPK tidak membuat perundang-undangan sebagaimana kinerja lembaga tersebut. KPK juga bukan Lembaga Yudikatif yang mengadili perkara. Ia menyimpulkan bahwa KPK adalah bagian dari Eksekutif [www.tribunnews.com].
.
Kalau opini saya sendiri sebenarnya KPK ini sudah pasti sebagaimana UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. KPK adalah lembaga independen yang tidak dapat dipengaruhi oleh badan manapun dan lembaga apapun, baik Legislatif, Yudikatif, maupun Eksekutif. Namun terkadang orang selalu memutar-mutar pernyataan ini demi kepentingannya.
.
Apa yang dikatakan oleh bapak Yusril Ihza Mahendra memang ada benarnya namun ada salahnya juga. Ini pendapat awam saya sendiri. Benarnya ialah saat beliau mengatakan bahwa KPK bukan Legislatif dan Yudikatif karena KPK bukan pembuat undang-undang dan pengadil perkara. Namun untuk menyatakan bahwa itu merupakan Lembaga Eksekutif saya rasa tidak benar. Jika KPK merupakan Lembaga Eksekutif mengapa harus DPR yang memilih pimpinannya. Sedangkan Presiden hanya mengusulkan saja (Pasal 30 ayat 1 UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang KPK). Harusnya Presiden yang memilihnya, sebagaimana Presiden memilih kabinetnya. Jadi menurut pendapat saya pribadi KPK bukanlah Lembaga Legislatif, Yudikatif, maupun Eksekutif. KPK adalah badan Independen.