-->

Islamisasi di Tatar Pasundan (Part 1 - Orang Pertama Beragama Islam di Sunda)

Tidak ada komentar

Cover buku sejarah Islam di Asia & Eropa
Cover buku 'Sejarah Islam di Asia & Eropa'.
Sebelum mengetahui Islamisasi yang terjadi di Tatar Pasundan, maka perlu diketahui terlebih dahulu 'apa sih Islamisasi itu?'. Islamisasi memiliki beberapa pengertian. Dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan kata 'Islamization' yang berarti pengislaman. Dan pengislaman yang dimaksud ialah upaya agar seseorang menjadi muslim (menganut agama Islam).
.
Upaya tersebut dapat dilakukan secara individu maupun masal. Dan upaya tersebut juga dapat berwujud secara kuantitas (secara jumlah orang yang masuk Islam) maupun secara kualitas (berupa tingkat keIslaman seorang muslim, baik tingkat keimanannya, tingkat penguasaan ilmu agamanya, maupun tingkat pengamalannya). Jika menyangkut soal kuantitas, maka sasaran utamanya ialah orang yang non-muslim. Sedangkan jika berbicara mengenai kualitas, maka sasaran utamanya ialah seorang muslim.
.
Maka dari itu Islamisasi bukanlah suatu rangkaian peristiwa, melainkan ia adalah proses. Dan dengan demikian Islamisasi bukan berarti upaya agar seseorang (non-muslim) menganut agama Islam saja, tetapi juga berlaku untuk meningkatkan takwa kepada sesama muslim lainnya. Itulah yang dimaksud Islamisasi dalam buku 'Sejarah Islam di Asia & Eropa' karya dari Dr. H. Sulasman dan Suparman.
.
Berdasarkan sejarah, untuk siapa yang menjadi orang pertama yang beragama Islam dan menyebarkannya di Tatar Pasundan berbeda-beda. Jika berdasarkan dari sumber tradisi lokal yang ditulis oleh J. Hageman, orang yang pertama kali beragama Islam ialah Haji Purwa (Bratalegawa). Ia datang ke Jawa Barat pada tahun 1250 (tahun jawa) atau pada tahun 1337 Masehi. Ia adalah putra Prabu Kuda Lelean dari Galuh yang masuk Islam ketika berjualan ke India. Ia diislamkan oleh saudagar Arab.
.
Sedangkan menurut Pangeran Arya Cirebon dalam tulisannya Carita Purwaka Caruban Nagari (1720), orang pertama kali yang beragama Islam ialah Syeikh Qura atau Syeikh Hasanuddin. Syeikh Qura dapat tinggal di Karawang dan menjadi guru Islam berkat bantuan dari Ki Jumajanjati, seorang penguasa pelabuhan Muhara Djati. Ki Jumajanjati merupakan orang yang sangat tertarik dengan Islam. Ia menitipkan anaknya, Nyi Subang Larang, kepada Syeikh Qura untuk diajarkan agama Islam. Nyi Subang Larang sendiri kelak menjadi permaisuri Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran. Nyi Subang Larang juga merupakan ibu dari Walungsungsang, salah satu penyebar Islam yang terkenal.
.
Setelah Syeikh Qura, munculah beberapa nama guru lainnya seperti: Syekh Nuruljati, Syeikh Datuk Kahfi, atau Syekh Idhopi. Mereka semua datang dari Arab. Sedangkan orang pertama yang mengislamkan penduduk kota pelabuhan Banten ialah Syekh Rakhmat atau Sunan Ngampel (masih menurut Pangeran Arya Cirebon).
.
Pangeran Arya Cirebon juga berpendapat bahwa sebelum Syeikh Qura datang di pelabuhan Jumajanjati (sekitar Gunung Djati sekarang), ada saudagar-saudagar muslim yang berasal dari Arab, India, Pasai, Malaka, dan Palembang datang ke Jawa Barat. Jika ini benar, maka orang yang beragama Islam yang pertama kali di Jawa Barat bukanlah Syeikh Qura. Sumber yang menyangkut hal ini adalah sebagaimana adanya berita Cina bahwa ada orang Tache (sebutan untuk orang Arab) yang datang ke Kerajaan Holing atas perintah dari Ratu Si-Mo pada abad ke-7 Masehi. Orang Arab itu diidentikan beragama Islam. Berdasarkan rute perjalanannya, ada kemungkinan orang Arab tersebut singgah di Jawa, termasuk Jawa Barat. Bukti lainnya ialah dengan ditemukannya kuburan seseorang yang beragama Islam yang bernama Fatimah binti Maimun di Gresik, Jawa Timur. Fatimah meninggal pada abad ke-11. Artinya pada tahun 1000-an ada seorang muslim atau keluarga muslim yang tinggal di Jawa. Empat ratus tahun lebih awal dari kedatangan Syeikh Qura. Dan juga ditemukan sejumlah kuburan Islam lainnya di Jawa Timur. Rata-rata kematian mereka adalah pada abad ke-14.
  • DaftarPustaka|Dr.H.Sulasman,M.Hum.|Suparman,M.Ag.|SejarahIslamdiAsia&Eropa|PustakaSetia|Bandung|CetakanPertama|2013|Hal.319sampai322|

Komentar