Cover buku: Hukum Pidana Islam. |
Kali ini akan membahas mengenai bab yang kelima dalam buku 'Hukum Pidana Islam' yang merupakan hasil tulisan dari Prof. Makhrus Munajat. Pada bab ini akan dijelaskan secara rinci mengenai pertanggungjawaban pidana, sesuai dengan judul bab tersebut. Berikut penjelasnnya :
.
PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM
.
Dari hal tersebut dapat diartikan bahwa pertanggungjawaban pidana dapat ditegakkan dengan adanya tiga hal, yaitu :- Adanya perbuatan yang dilarang untuk dikerjakan atau adanya perintah untuk mengerjakan
- Adanya sikap berbuat atau tidak berbuat dan atas kehendak kemauan sendiri (bukan paksaan).
- Pelaku mengetahui akibat-akibat dari berbuat dan tidak berbuat yang dilakukannya.
Maka dari hal tersebut juga terdapat syarat-syarat manusia sebagai subyek hukum seperti dewasa, sehat akal dan atas kehendak sendiri.
.
MACAM-MACAM MAKSUD MELAWAN HUKUM
- Maksud Melawan Hukum Umum dan Khusus
Maksud melawan hukum secara umum adalah jika si pelaku melakukan tindakan yang dilarang oleh undang-undang. Misalnya melakukan jarimah penganiayaan. Berbeda dengan jarimah pencurian yang lebih condong kepada maksud melawan hukum secara khusus. Karena syarat jarimah pencurian adalah seseorang yang berusaha memiliki hak orang lain dengan paksaan. Jika si pelaku tidak bermaksud memiliki maka tidak ada delik pencurian.
.
- Maksud Melawan Hukum Tertentu dan Tidak Tertentu
Maksud melawan hukum tertentu adalah jika pembuat sengaja melakuan perbuatan tertentu kepada orang tertentu. Misal si A membawa senjata tajam hendak membunuh si B. Si A hendak melakukan perbuatan tertentu dengan kesadarannya dan sengaja. Dan perbuatan tersebut tertuju kepada orang tertentu, yaitu si B. Contoh kasusnya adalah Kasus Semanggi dan Kasus Alastelogo.
.
Maksud melawan hukum tidak tertentu adalah seseorang yang melakukan perbuatan tidak tertentu dan mengenai orang yang tidak tentu. Misal si A membuat sebuah lubang, tiba-tiba ada seseorang yang terperosok karena lubang tersebut. Maka perbuatan ini termasuk kasad tidak tertentu sebab membuat lubang tujuannya bukan untuk membuat orang tadi terperosok (tidak tentu) dan orang yang menjadi korban juga tidak tentu.
.
- Maksud Langsung dan Tidak Langsung
Maksud melawan hukum langsung adalah jika seseorang melakukan perbuatan jarimah sedangkan ia menyadarinya bahwa akibat-akibat dari perbuatannya. Sedangkan kasad tidak langsung adalah orang yang tidak sengaja melakukan perbuatan yang dari perbuatan tersebut menimbulkan sesuatu yang tidak dikehendakinya.
.
Contoh dari kasad tidak langsung adalah seperti seorang yang hendak naik keatas genting lalu gentingnya ada yang melorot hingga mengenai kepala seseorang yang lewat. Dalam peristiwa tersebut akibatnya tidak dikehendaki dan tidak diperkirakan akan terjadi (Imam Malik). Sedangkan Imam Syafi'i cenderung pada pembunuhan sengaja dan semi-sengaja (kasad tidak langsung).
.
HAL-HAL YANG DAPAT MEMPENGARUHI HUKUMAN
- Menjalankan Ketentuan Syariat
Seseorang yang ditetapkan menjadi hakim, ia harus memenuhi beberapa syarat sebagaiamana dalam Syariat Islam. Namun jika ada beberapa syarat yang tidak dapat dikehendaki, menurut pendapat an-Nawawi, maka pengangkatannya bersifat darurat.
.
Ijma' para ulama menyatakan bahwa mendirikan peradilan adalah fardu yang harus ditegakkan dan sunnah yang harus dilaksanakan. Hukuman yang diterapkan merupakan sebuah reaksi atau balasan terhadap pelaku atas perbuatannya yang merugikan.
.
Hakim adalah orang yang diangkat oleh ulil al-amri. Hakim memiliki kewajiban menyelesaikan sengketa dan juga berkewajiban mengadili perkara yang diajukan padanya. Kaum muslimin berkewajiban taat kepada keputusan hakim selaku ulil al-amri. Hakim tidak dapat dipersalahkan atas keputusan-keputusannya yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum syariat. Apabila seorang hakim memutuskan untuk memotong tangan pelaku jarimah pencurian maka seorang hakim tidak akan di qisas dan dipotong tangannya karena keputusannya berdasarkan syariat.
.
- Karena Perintah Jabatan
Syariat Islam memberikan batasan mengenai ketaatan terhadap ulil al-amri. Sebagaimana dalam surat an-Nisa ayat 59, "taatilah Allah, Rasul, dan ulil amri kamu sekalian", hal tersebut yang dimaksudkan adalah ketaatan dalam perbuatan baik. Ketaatan dalam perbuatan maksiat tidak termasuk. Toh makna dari ketaatan lebih kepada hal-hal positif bukan hal-hal negatif seperti maksiat.
.
- Keadaan Terpaksa
Paksaan adalah membawa manusia kepada suatu perkara yang secara pasti perkara itu tidak dikehendakinya. Ada kecenderungan untuk meninggalkan perbuatan tersebut. Dan apabila dikerjakan, tidak ada rasa puas setelahnya. Orang yang melakukan tindak pidana karena paksaan maka orang tersebut tidak dapat dihukum. Justru si pemaksalah yang dihukum.
- Pembelaan Diri
Ada sebuah hadis yang berbunyi, "Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan berkata, 'Ya Rasulullah, bagaiman pendapat Anda jika datang seorang laki-laki bermaksud mengambil harta saya?'. Rasulullah berkata, 'Jangan engkau beri dia hartamu'. Laki-laki itu berkata lagi, 'Bagaimana pendapat Anda jika dia menyerang saya?'. Rasulullah menjawab, 'Seranglah dia'. Laki-laki itu berkata, 'Bagaimana seandainya saya terbunuh?'. Rasulullah menjawab, 'Engkau mati sahid'. Laki-laki itu berkata lagi, 'Bagaimana kalau dia kubunuh?'. Jawab Rasulullah, 'Dia masuk neraka'."
.
Dari hadis tersebut maka tidak salahnya seseorang yang membela dirinya dan hartanya dari seseorang. Orang yang membela tersebut tidak akan dihukum. Kecuali jika ia melampau batas.
.
- Subhat
Abd al-Qadir Audah mendefinisikan subhat adalah ma yusbihu al-sabit wa laisa bi sabit yang artinya sesuatu yang pada dasarnya tetap tetapi pada hakekatnya tidak tetap. - (Masih kurang mengerti) -
.
- Unsur Pemaaf
Maaf sebagai unsur pengecualian hukuman hanyalah berlaku untuk tindak pidana yang diancam dengan hukuman qisas. Untuk hukuman lain seperti, perzinaan, tuduhan berbuat zina, pencurian, pemberontakan, tidak dapat menggunakan maaf sebagai pengecualian hukuman. Namun ada kalanya pembunuhan yang maafnya tidak dapat sebagai pengecualian hukuman. Yaitu pembunuhan yang dilakukan secara keji dan direncanakan.
.
Sumber :
- Hukum Pidana Islam (Buku) - Prof. Makhrus Munajat