-->

Mengapa Bisa Aku Sejatuh Cinta Ini?

Tidak ada komentar

Mengapa Bisa Aku Sejatuh Cinta Ini?
Ku tak mengerti. Mengapa bisa aku sejatuh cinta ini kepada seseorang di masa lalu yang pernah ku sakiti. Apakah karena perasaan bersalahku kepadanya? Aku ragu. Dari sekian banyak orang yang pernah kusakiti, kuberikan harapan palsu, mengapa hanya dia seorang? Apakah karena pelampiasanku sekarang disaat aku baru saja putus cinta? Aku ragu. Sudah beberapa bulan berlalu aku putus cinta, di dalam kesepianku, aku menahan egoku untuk tidak menggoda perempuan lain sebagai pelampiasanku. Aku sudah berubah. Bukan bajingan yang cari untung dengan merusak perasaan orang lain. Membuat mereka terpana lalu terbawa perasaan, dan kemudian aku tinggalkan. Aku bukan bajingan lagi. Apalah arti sebuah kebahagiaan jika didapat dengan menyakiti seseorang. Terutama hati wanita adalah sisi yang paling lembut, dan mereka menggunakannya dalam hal mengambil keputusan. Tak akan kuulang kesalahan yang sama, dan selalu menjaga prinsipku sendiri, “Apabila aku dengan sengaja membuat seseorang terbawa perasaan kepadaku, maka aku harus bertanggung jawab akan perasaan itu. Dan menjaga perasaannya.”

***

Perasaan ini semakin sulit dikendalikan ketika aku berkunjung di kota tempat tinggalnya. Imajinasi berkencan dengannya merasuk ke dalam pikiran. Sepanjang jalan melihat orang berpasangan yang dengan mesranya merangkul pacar mereka. Beberapa dari mereka sambil bercengkerama, bahkan hingga tertawa. Pada saat itu lamunanku semakin menjadi-jadi. Jantungku berdegup dengan kencang. Padahal tujuanku saat itu bukan untuk bertemu dengannya. Aku menahan diri. Ragu, apakah ini memang cinta atau hanya pelampiasan kesepian? Kuyakinkan diriku terlebih dahulu. Mencoba menemukan jawaban yang pasti. Lalu bergerak mengejarnya. Mengapa bisa aku sejatuh cinta ini?

***

Walaupun aku sudah memiliki perasaan ini, masih belum kuberanikan diri mengajaknya berkomunikasi. Keberanianku sudah tidak sama seperti aku remaja. Ditambah riwayat hubunganku denganya juga sangat buruk. Dia tidak mungkin melupakan perbuatan bajingan ini. Aku dengan pikiranku sekarang pun tidak akan mau menerima maaf kepada seseorang yang telah dengan sengaja dan sadar membuangku lalu kembali ke pelukan mantannya. Pikiran-pikiran itu membuatku pesimis untuk kembali mendekatinya. Apakah aku harus mencintainya dalam diam? Apakah aku harus seperti Umbu yang mampu mencintai seseorang yang dicintainya walaupun beliau belum pernah melihat orang itu. Tidak, aku belum sebijak Umbu. Perasaan ini menginginkannya. Tak apa jika ia menolak. Setidaknya aku ingin mengungkapkannya. Aku akan berusaha meyakinkannya. Namun, belum kutemukan keberanian. Mengapa bisa aku sejatuh cinta ini?

***

Jantung selalu nggak karuan. Apalagi ketika dia selalu update story instagramnya. Karena pola jantung yang kacau, tanpa sengaja menekan tombol love. Gila. Gimana ini? Unlove kah? Tapi ada notifikasi nggak ya? Ahh, apa ini yang harus kuperbuat. Nggak ada pikiran kritis di kepala. Kebijakan penuh dikuasai perasaan. Sial. Eh, sial kah ini? Kelamaan. Langsung dm ajalah. Tanya kabar. Dan tentu, meminta maaf atas perlakuan buruk di masa lalu. Agar aku juga tidak dihantui dosa-dosa yang terdahulu. Mau gimana lagi, genderang perang sudah berbunyi tanpa sengaja. Mau tidak mau harus maju.

***

Dia tangguh sekali. Perempuan ini sungguh kuat sekali. Tulisan ini diketik dengan senyum sesenyum-senyumnya. Semakin dirinya cuek, semakin membuatku tertarik. Dia mahal. Dan layak diperjuangkan. Lagi-lagi jantung ini semakin tidak karuan polanya. Hampir membuatku begadang karena memikirkannya. Bodohnya adalah kenapa aku mengebu-ngebu dan menyatakan ketertarikan kepadanya. Tolol sekali. Biarkanlah berjalan secara mulus. Biarkan romansa ini melakukannya dengan alami. Kelalaian ini cukup terjadi sekali. Selanjutnya lakukan dengan baik dan jangan biarkan perasaan mengebu-ngebu ini mengkontrol diri. Namun, sayang sekali. Interaksi ini mungkin akan berakhir. Rasanya seperti nostalgia.

Putih abu-abu, dimana aku pernah tertarik dengannya. Tapi sayang, aku terlambat beberapa jam. Dia mulai berpacaran dengan kakak kelas. Aku pun waktu itu juga ingin mengungkapkan perasaan suka. Pada akhirnya aku mencari perempuan lain. Karena dulu aku bajingan, mudah sekali untuk berpindah perasaan. Dan keadaan sekarang, juga hampir sama. Tidak kuketahui bahwa dia milik pria lain. Dan demi menghargai “makna cinta” dan untuk selalu memuliakan kata “cinta”. Kuakhiri komunikasi yang sering ku lakukan kepadanya. Walaupun selalu mendapatkan balasan yang datar dan cuek sebagaimana mahalnya dia, tapi aku selalu melakukannya karena memang beginilah cinta. Lagi, interaksi ini harus berakhir. Aku tidak bisa menjadi Rahwana. Kuculik dia, mencuri perasaannya, dan berusaha membuatnya luluh walaupun dia milik orang lain. Aku tidak bisa. Makna cintaku tidak bisa seperti Rahwana. Mungkin Umbu adalah panutan yang lebih tepat. Kubiarkan cinta ini tetap begini. Kubiarkan romansa menikmatinya. Cinta memang tidak harus memiliki. Mengapa bisa aku sejatuh cinta ini?

***

NB: Tulisan ini sebagai pengingat:

Apakah aku akan mencari perempuan lain sebagaimana dulu? Tidak akan. Dia adalah orang terakhir yang kuandalkan untuk mengobati kesepianku. Namun, dalam proses mendekatinya, aku juga belajar untuk menikmati kesepianku. Tanpa disengaja dia sudah menjadi obat. Sikapnya yang mahal layak diapresiasi. Semoga kebahagiaan menyertainya selalu.

Komentar