Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1830 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu:
- BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
- WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
Sebelum kemerdekaan, Indonesia merupakan jajahan Hindia Belanda. Pada saat itu hukum yang berlaku terjadi perbedaan antara satu daerah dengan daerah lain khususnya berkaitan dengan hukum perdata. Hanya golongan beberapa saja yang tunduk pada hukum perdata Belanda. Namun setelah kemerdekaan Indonesia dengan adanya proklamasi 17 Agustus 1945 hukum yang tadinya berlaku hanya untuk golongan tertentu, kemudian menjadi berlaku bagi wilayah Indonesia dengan mengakui adanya hukum adat.
Hukum perdata merupakan salah satu ketentuan-ketentuan yang timbul dari dalam pergaulan hidup manusia dan berlaku bagi masyarakat. Di dalam hukum tersebut ada peraturan-peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Peraturan-peraturan tersebut sebagian besar telah dikodifikasi dan disebut hukum yang dikodifikasikan, misalnya hukum perdata, hukum pidana yang sekarang berlaku di Indonesia. Hukum yang telah di kodifikasikan tersebut selaras dengan hukum kodifikasi yang belaku di negara Belanda. Hal ini mengandung arti bahwa hukum perdata yang berlaku di Indonesia memang benar-benar dari Belanda.
Hukum perdata di Indonesia merupakan adopsi dari hukum perdata yang merupakan hasil penjajahan pada masa Belanda yaitu “ Burgerlijk Weatboek” atau kitab undang-undang hukum perdata Indonesia. Hukum perdata pertama kali di bawah oleh Belanda ke Indonesia dan diterapkan di Indonesia pada saat Belanda sedang menjajah Indonesia, kemudian hukum tersebut di kenal dengan KUHPerdata, yang diharapkan dapat sesuai dengan hukum di Indonesia.
Kemudian Belanda membentuk Panitia Mahkamah Agung, diangkatlah Mr. C.C Hagemann sebagai ketua Mahkamah Agung pada masa Hindia Belanda (Hoogerechtshof), dengan tugas untuk mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Kemudian Mr. C.C Hegemann dianggap tidak berhasil, sehingga tahun 1836 kemudian ia dipulangkan kembali ke Belanda. Setelah itu kedudukannya sebagai Ketua MA digantikan oleh Mr. C.J Scolten Van Oud Haarlem. Hukum Perdata terus berlangsung dan berkembang setelah berganti kepanitiannya, akhirnya KUHPerdata Belanda di contoh KUHPerdata Indonesia, selanjutnya KUHPerdata tersebut di umumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Statsblad No.23/Lembaran Negara No.23 dan mulai diberlakukan Januari 1948.
Setelah merdeka KUHPerdata masih berlaku sebelum digantikan oleh UU Baru. Hukum Perdata Indonesia adalah Hukum perdata yang berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia dan di seluruh wilayah Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata Barat (Belanda) yang pada awalnya berakar pada KUHPerdata atau di kenal BW (Burgelijk Wetboek). Namun seiring perkembangan zaman Sebagian materi BW telah diganti dengan UURI.
Karena Belanda merupakan negara yang pernah menjajah Indonesia, maka KUH Perdata yang ada di Belanda diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia Belanda dengan cara membentuk BW Hindia Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUH Perdata di Indonesia dibentuk suatu panitia yang diketahui oleh Mr. C. J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi KUH Perdata yang dilaksanakan dalam tahun 1848. Kodifikasi pada saat itu mengadakan persesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda.
Di negeri Belanda aliran kodifikasi adalah aliran kodifikasi di Eropa yang berlangsung secara umum pada akhir abad ke-18, bahkan pada waktu itu sudah ada negara-negara yang telah selesai dengan kodifikasinya. Demikian Perancis, setelah 10 tahun bekerja, dalam tahun 1804 telah menyelesaikan kodifikasinya yaitu Code Civil des Francais. Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda.
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka BW Belanda ini diusahakan supaya dapat diberlakukan pula di Hindia Belanda pada waktu itu. Caranya ialah dibentuk BW Hindia Belanda. Dengan kata lain BW Belanda diberlakukan juga di Hindia Belanda berdasarkan asas persamaan BW Hindia Belanda ini disahkan oleh Raja pada tanggal 16 Mei 1846, yang diundangkan melalui Staatsblad 1847-23 dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan aturan peralihan UUD 45, maka BW Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan oleh undang-undang baru berdasarkan Undang-Undang Dasar ini. B.W. Hindia Belanda ini disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia. Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku di Indonesia. Hukum perdata Barat (Belanda), yang berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang dalam bahasa aslinya disebut Burgerlijk Wetboek (BW).
Burgerlijk Wetboek ini berlaku di Hindia Belanda dulu. Sebagian materi B.W ini sudah dicabut berlakunya dan digantikan dengan undang-undang R.I misalnya mengenai perkawinan dan hak-hak kebendaan (buku I dan II). Di samping KUHPer, hukum perdata Indonesia itu meliputi juga perundang-undangan hukum perdata buatan pembentuk undang-undang Republik Indonesia, misalnya Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, Keputusan Presiden N0.12 Tahun 1983 tentang Penataan dan Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan Sipil.
KUH Perdata Sebagai Hukum Tak Tertulis
BW di Hindia Belanda sebenarnya diperuntuhkan bagi penduduk golongan Eropa yang dipersamakan berdasarkan pasal 131 I.S jo 160 I.S. Setelah Indonesia merdeka, keberlakuan WNI keturuanan Eropa dan yang dipersamakan ini terus berlangsung. Keberlakuan demikian adalah formal berdasarkan aturan peralihan UUD 1945. Bagi Negara Indonesia, berlakunya hukum perdata semacam ini jelas berbau kolonial yang membedakan WNI berdasarkan keturunan. Disamping itu materi yang diatur dalam BW sebagai ada yang tidak sesuai lagi dengan pancasila dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia serta tidak sesuai dengan aspirasi negara dan bangsa merdeka.
Berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi sebagai negara dan bangsa yang merdeka, maka dalm rangka penyesuaian hukum kolonial menuju hukum Indonesia merdeka, pada tahun 1962 (Dr. Sahardjo, SH- Menteri Kehakiman RI pada saat itu) mengeluarkan gagasan yang menganggap BW (KUHPer) Indonesia sebagai himpunan hukum tak tertulis. Maka BW selanjutnya dipedomani oleh semua Warga Negara Indonesia. Ketentuan yang sesuai boleh diikuti dan yang tidak sesuai dapat ditinggalkan.
Berlakunya macam-macam Hukum Perdata
Berlaku artinya diterima untuk dilaksanakan. Berlakunya hukum perdata artinya diterimanya hukum perdata untuk dilaksanakan. Adapun dasar berlakunya hukum perdata adalah ketentuan undang-undang, perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak, dan keputusan Hakim. Realisasi keberlakuan itu adalah pelaksanaan kewajiban hukum, yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang ditetapkan oleh Hukum dan kewajiban tersebut selalu diimbangi dengan hak. Sedangkan hubungan hukum antar golongan dan hukum yang berlaku untuk golongan tersebut ialah sebagai berikut:
- Bagi Warganegara Indonesia yang berasal dari golongan Eropa, berlaku KUH Perdata dan KUH Dagang yang diselaraskan dengan KUH Perdata dan KUH Dagang yang berlaku di negeri Belanda (KUH Perdata dan KUH Dagang di Indonesia).
- Bagi orang asing di Indonesia yang berasal dari Eropa berlaku KUH Perdata dan KUH Dagang di Indonesia.
- Bagi orang asing di Indonesia yang berasal dari golongan Timur Tengah Asing berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Timur Asing, yang berlaku di negara-negaranya masing-masing.
- Bagi warganegara Indonesia asli berlaku Hukum Perdata Adat (Hukum Adat).
- Bagi orang asing yang berasal dari golongan Indonesia, berlaku Hukum Perdata dari negara dimana ia termasuk (tunduk).
Hubungan Hukum Perdata antara golongan-golongan Penduduk di Indonesia
Macam-macam Hukum perdata yang dibicarakan berlaku jika tiap-tiap orang dari golongan tersebut mengadakan hubungan dengan orang-orang dalam golongan sendiri, misalnya:
a. Hubungan hukum antara orang-orang dalam satu golongan penduduk:
- Jika dua orang atau lebih warganegara Indonesia dari satu golongan penduduk mengadakan hubungan hukum maka berlaku Hukum Perdata Indonesia.
- Jika dua atau lebih orang asing di Indonesia dari satu golongan penduduk mengadakan hubungan hukum, maka berlakulah Hukum Perdata yang berlaku di negara asalnya.
b. Hubungan hukum antara orang-orang yang berasal dari golongan penduduk yang berlainan:
- Jika dua orang atau lebih warganegara Indonesia yang masing-masing berasal dari golongan penduduk yang berlainan, mengadakan hubungan hukum maka berlaku pearturan Hukum Antar Golongan (Intergentiel Recht).
- Jika dua orang atau lebih orang asing di Indonesia yang masing-masing berlainan golongan penduduknya atau masing-masing berlinan golongan penduduknya atau masing-masing berlain kewarganegaraannya mengadakan hubungan hukum, maka berlakulah peraturan Hukum Perdata Internasional.
Akibat berlakunya hukum perdata
Sebagai akibat berlakunya hukum perdata ialah adanya pelaksanaan, pemenuhan, realisasi kewajiban hukum perdata. Ada tiga kemungkinan hasilnya yaitu :
- Tercapai tujuan, apabila kedua pihak memenuhi kewajiban dan hak bertimbal balik secara penuh.
- Tidak tercapai tujuan, apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban.
- Terjadi keadaan yang bukan tujuan, yaitu kerugian akibat perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad).
Apabila kedua pihak tidak memenuhi kewajiban hukum yang telah ditetapkan dalam perjanjian, tidak akan menimbulkan masalah. Sebab kewajiban hukum pada hakekatnya baru dalam taraf diterima untuk dilaksanakan. Jadi belum dilaksanankan oleh kedua pihak. Tetapi apabila salah satu pihak telah melaksanakan kewajiban hukumnya, sedangkan pihak lainnya belum/tidak melaksanakan kewajiban hukum, barulah ada masalah yaitu “wanprestasi” yang mengakibatkan tidak tercapai tujuan. Dalam hal ini muncul sanksi hukum memaksa pihak yang wanprestasi itu memenuhi kewajibannya.
HUKUM PERDATA NASIONAL
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai teremahan dari Burgerlijkrecht pada masa pendudukan jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht. Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah:
“Suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat ecensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum publik memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”
Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah:
“Aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan prseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas.”
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian utamnya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu degan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.
Di dalam hukum perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:
- 1. Kaidah tertulis
Kaidah hukum perdata tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
- 2. Kaidah tidak tertulis
Kaidah hukum perdata tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan).
Subjek hukum dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
- Manusia. Manusia sama dengan orang karena manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan hukum.
- Badan hukum. Badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban.
Subtansi yang diatur dalam hukum perdata antara lain:
- Hubungan keluarga. Dalam hubungan keluarga akan menimbulkan hukum tentang orang dan hukum keluarga.
- Pergaulan masyarakat. Dalam hubungan pergaulan masyarakat akan menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum perikatan, dan hukum waris.
Dari berbagai paparan tentang hukum perdata di atas, dapat di temukan unsur-unsurnya yaitu:
- Adanya kaidah hukum
- Mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain.
Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata meliputi hukum orang, hukum keluarga, hukum benda, hukum waris, hukum perikatan, serta hukum pembuktia dan kadaluarsa.
HUKUM PERDATA MATERIIL DI INDONESIA
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia beranekaragam, artinya bahwa hukum perdata yang berlaku itu terdiri dari berbagai macam ketentuan hukum, dimana setiap penduduk itu tunduk pada hukumya sendiri. Ada yang tunduk dengan hukum adat, hukum Islam , dan hukum perdata Barat. Adapun penyebab adanya pluralism hukum di Indonesia ini adalah:
- 1. Politik Hindia Belanda
Pada pemerintahan Hindia Belanda penduduknya di bagi menjadi 3 golongan:
- Golongan Eropa dan dipersamakan dengan itu
- Golongan timur asing. Timur asing dibagi menjadi Timur Asing Tionghoa dan bukan Tionghoa, Seperti Arab, Pakistan. Di berlakukan hukum perdata Eropa, sedangkan yang bukan Tionghoa di berlakukan hukum adat.
c. Bumiputra, yaitu orang Indonesia asli. Diberlakukan hukum adat.
Konsekuensi logis dari pembagian golongan di atas ialah timbulnya perbedaan system hukum yang diberlakukan kepada mereka.
- 2. Belum adanya ketentuan hukum perdata yang berlaku secara nasional.
SUMBER HUKUM PERDATA TERTULIS
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam:
- 1. Sumber hukum materiil
Sumber hukum materiil adalah tempat dari mana materi hukum itu diambil. Misalnya hubungan social, kekuatan politik, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaan georafis.
- 2. Sumber hukum formal
Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku. Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat macam. Yaitu KUHperdata, traktat, yurisprudensi, dan kebiasaan.
Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang di maksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undanang, traktat, dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.
Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:
- AB (Algemene Bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum Pemerintah Hindia Belanda.
- KUH Perdata (BW).
- KUH Dagang.
- UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
- UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.
Yang dimaksud dengan traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua Negara atau lebih dalam bidang keperdataan. Trutama erat kaitannya dengan perjanjian internasioanl. Contohnya, perjanjian bagi hasil yang dibuat antara pemerintah Indonesia denang PT Freeport Indonesia. Yurisprudensi atau putusan pengadilan meruapakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pidahk-pihak yang berperkara terutama dalam perkara perdata.
Contohnya H.R 1919 tentang pengertian perbuatan melawan hukum. Dengan adanya putusan tersebut maka pengertian melawan hukum tidak menganut arti luas. Tetapi sempit. Putusan tersebut di jadikan pedoman oleh para hakim di Indonesia dalam memutskan sengketa perbutan melawan hukum.
Sumber gambar (www.dslalawfirm.com)