-->

Hukum Adat Perkawinan - Dr. Ahmad Bahiej

Tidak ada komentar

Adat dan Tradisi.
Adat dan Tradisi.
Beberapa pengertiannya tentang Hukum Adat Perkawinan:

  • Hukum adat perkawinan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara pelamaran, upacara pelaksanaan perkawinan, dan putusnya perkawinan di Indonesia.
  • Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan hanya mengatur tentang dasar-dasar perkawinan, syarat perkawinan, pencegahan perkawinan, batalnya perkawinan, perjanjian perkawinan, hak & kewajiban suami istri, harta benda dalam perkawinan, putusnya perkawinan serta akibatnya, kedudukan anak, perwalian, dan ketentuan-ketentuan lain.
  • Sedangkan mengenai bentuk perkawinan, acara peminangan, pelamaran, dan upacara perkawinan lainnya merupakan bagian dari hukum adat.
.

Bentuk-Bentuk Perkawinan Adat

Ada tiga jenis bentuk dalam perkawinan adat, yaitu:
  • Patrilineal: Perkawinan jujur,
  • Matrilineal: Perkawinan semanda,
  • Bilateral atau Parental: Perkawinan bebas atau mandiri.
Untuk detailnya adalah berikut ini:
.

1. Patrilineal atau Perkawinan Jujur

Perkawinan dalam sistem ini adalah dengan melakukan pemberian atau pembayaran uang atau berupa barang jujur yang dilakukan oleh pihak suami kepada pihak calon istri. Hal ini dimaksudkan untuk sebagai tanda pengganti pelepasan mempelai wanita yang akan menikah (artinya akan keluar) dari kewargaan adat persekutuan hukum bapaknya (gampangnya si wanita akan keluar dari marga ayahnya dan akan ikut atau masuk ke marga suaminya, itu istilah gampangnya). Artinya si ayah mempelai wanita dan kerabatnya sudah tidak memiliki kekuasaan atau wewenang kepada anak perempuannya, melainkan si istri akan berada di bawah kekuasaan kerabat suami.
.
Istri berkedudukan hukum dan menetap dengan pihak kerabat suami, begitu juga dengan anak-anak keturunannya yang akan melanjutkan garis suaminya. Harta yang dibawa atau yang dimiliki istri dalam perkawinan dikuasai oleh suami, kecuali ditentukan oleh pihak istri.
.
Yang dimaksud dengan pembayaran jujur adalah pembayaran dengan uang atau barang jujur yang merupakan kewajiban dari pihak atau kerabat pria untuk diberikan kepada kerabat wanita pada saat melakukan pelamaran. Hal itu untuk melepaskan si wanita sebagaimana yang dijelaskan diatas tadi. Akan tetapi uang jujur dan mas kawin atau mahar itu berbeda. Uang jujur tersebut akan dibagikan kepada kerabat wanita yang sudah sepuh-sepuh. Sedangkan mahar atau mas kawin adalah kewajiban agama yang harus dipenuh pengantin pria untuk istrinya. Sekali lagi untuk istrinya. Uang jujur tidak boleh dihutang, sedangkan mas kawin boleh dihutang, toh yang diberikan adalah istrinya sendiri.
.
Dalam perkawinan jujur berlaku adat 'pantang cerai'. Jadi mau susah atau senang harus dihadapi bersama-sama. Toh istri dibawah kekuasaan suami. Jika suami meninggal dunia, maka istri harus melakukan perkawinan dengan saudara suami. Dalam adat Sumatera Selatan biasa disebut Leviraat dan Anggau. Di Batak diistilahkan Bakoman, sedangkan di Lampung disebut Nyikok. Dan jika si istri yang meninggal dunia, maka suami akan menikah lagi dengan saudara istri (Sororat, kawin tungkat di Pasemah. Nuket di Lampung). Bisa menikah dengan orang lain yang diluar kerabat apabila suami ataupun istri tidak memiliki saudara ataupun saudari.
.

2. Matrilineal atau Perkawinan Semanda

Berbeda dengan perkawinan jujur, malah sebaliknya, dalam perkawinan Semanda justru kerabat calon istri yang melakukan pelamaran. Dan setelah menikah, suami berada di bawah kekuasaan kerabat istri. Ada beberapa hukumnya pada bentuk perkawinan semanda, yaitu:
  1. Semanda raja-raja, yaitu suami istri berkedudukan seimbang. Baik di pihak istri maupun di pihak suami.
  2. Semanda lepas, yaitu suami mengikuti kediaman istri.
  3. Semanda bebas, yaitu suami tetap pada kerabat orang tuanya, hanya sebagai 'urang sumando'.
  4. Semanda nunggu, yaitu suami istri berkediaman kerabat istri sampai adik istri (ipar) menjadi mandiri atau sudah menikah.
  5. Semanda ngangkit, yaitu suami mengambil istri untuk dijadikan penerus keturunan pihak ibu suami. Hal ini dikarenakan ibu suami tidak mempunyai anak perempuan. Gampangnya suami tidak memiliki adik perempuan.
  6. Semanda anak dagang atau semanda burung, yaitu suami tidak menetap di tempat istri melainkan datang sewaktu-waktu dan kemudian pergi lagi.
.

3. Perkawinan Semanda di Rejang-Bengkulu

Ada dua jenis perkawinan semanda, yaitu semanda beradat dan tidak beradat. Dalam semanda beradat pihak pria membayar uang adat kepada kerabat wanita sesuai dengan martabat adatnya. Sedangkan semanda tidak beradat ialah pihak pria tidak membayar uang adat dan biaya apapun. Yang menanggung semua biaya perkawinan adalah pihak dari wanita. Seperti istilah 'temakep burung terbang', suami dianggap seperti burung yang ditangkap. 'Masen utang', suami harus mengabdi di tempat istri sebagai ganti biaya perkawinan.
.
Di Lampung ada sebuah istilah 'semanda nabuh beduk', yaitu suami yang datang ketika maghrib dan pergi ketika subuh. 'Semanda iring beli', yaitu suami harus mengabdi kepada istri karena terhitung berhutang uang adat. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, adat semacam ini tidak berlaku lagi. Intinya dari perkawinan semenda adalah sebuah perkawinan yang memberikan kekuasaan lebih kepada istri. Sedangkan pria hanya dianggap sebagai 'ngijam jago' pemberi bibit saja dan kurang bertanggung jawab dalam keluarga.
.

4. Perkawinan Bebas atau Mandiri

Berlaku pada masyarakat adat sistem parental, dimana pihak kerabat suami maupun istri tidak banyak bercampur tangan dalam keluarga rumah tangga suami istri. Selaras dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang menyatakan bahwa kedudukan dan hak suami-istri adalah imbang dan sama. Suami menjadi kepala rumah tangga, sedangkan istri menjadi ibu rumah tangga.
.
Setelah menikah, suami istri memisahkan diri dari kekuasan orang tua dan keluarga masing-masing. Mereka hidup secara mandiri. Orang tua hanya memberikan bekal dengan harta pemberian atau harta warisan sebagai harta bawaan dalam perkawinan. Sebelum perkawinan, orang tua dari masing-masing pihak memberikan nasehat dan petunjuk dalam memilih jodoh.
.
Setelah menikah orang tua hanya mengawasi kehidupan mereka. Dalam perkawinan ini dapat terjadi 'pantang cerai', 'kawin gantung' namun bukan suatu keharusan, hanya kebiasaan saja.
.

Perkawinan Campuran

Perkawinan campuran adalah perkawinan yang terjadi antara dua suku, adat, dan agama yang berbeda.
.

1. Beda Adat

Sebagai contoh adalah batak 'marsileban', pria atau wanita yang bukan bagian adat batak harus diangkat dan dimasukkan terlebih dahulu ke sebagai warga batak dalam 'dalihan na tolu' pria (hula-hula), wanita (namboru). Sedangkan di Lampung ada sebuah istilah 'ngakuk menulung' yang hampir serupa dengan adat batak tersebut.
.

2. Beda Agama

Dalam Islam masih diperdebatkan antara boleh tidaknya menikah antara pria muslim dengan wanita non-muslim. Akan tetapi dalam Islam melarang pernikahan antara pria non-muslim dengan wanita muslim. Menurut pendapat dari Dr. Ahmad Bahiej, untuk pria muslim menikah dengan wanita non-muslim itu dilarang dalam Islam.
.
Dalam agama Katolik, pernikahan beda agama itu diperbolehkan dengan syarat harus ada perjanjian bahwa anak-anak yang dihasilkan dari pernikahan beda agama tersebut akan menganut agama Katolik. Dalam hukum Nasional menyatakan bahwa salah satu calon harus mengalah. Berdasarkan UU Perkawinan, perkawinan sah bila menurut agamanya.
  • DaftarPustaka|PowerPoint|Dr.AhmadBahiej|IlmuHukumUINSunanKalijaga|

Komentar