Kewajiban-kewajiban terhadap Harta Tirkah. |
- Biaya Penyelenggaraan Jenazah
.
- Kewajiban Membayar Zakat
Kewajiban zakat wajib ditunaikan kalau memang harta-harta tersebut sudah memenuhi syarat-syarat untuk dikeluarkan zakatnya berdasarkan ketentuan-ketentuan zakat. Sebagai contoh seandainya harta itu sudah memenuhi nishab, tetapi pada saat ia meninggal belum mencapai haul (1 tahun, untuk harta dagangan, emas, dan sebagainya), maka zakat untuk harta-harta tersebut tidak wajib dikeluarkan.
.
- Melunasi Utang-utangnya
Hal ini juga berlaku untuk orang yang memiliki piutang terhadap si mati untuk segera memberitahukannya kepada ahli waris dengan menunjukkan alat bukti atau saksi. Jika si mati memiliki hutang yang melebihi dari harta tirkah, maka cukup membayar sesuai dengan harta tirkah yang ada. Namun jika memang ahli waris mampu atau sanggup melunasi utang tersebut, maka utang-utang itu harus dilunasi agar mengurangi beban si mati walaupun bukan merupakan kewajiban hukum yang dapat dituntut si kreditur (pengutang atau orang yang meminjami). Namun jika memang harta tirkah tidak mencukupi untuk membayar utang, disisi lain ahli waris juga kesulitan, dan kreditur yang dipinjami lebih dari satu dengan jumlah yang berbeda-beda pula, maka tiap-tiap kreditur mendapatkan pengembalian hutang berbanding dengan piutang yang dimiliki oleh kreditur-kreditur lainnya. Contohnya adalah seperti ini:
Andaikata si A adalah si mati yang meninggalkan harta senilai Rp. 200.000. Sedangkan si A ini memiliki utang terhadap si B senilai Rp. 300.000, dan juga si C senilai Rp. 200.000. Maka kita simpulkan bahwa harta tirkah si A (Rp. 200.000) tidaklah cukup untuk membayar utang keduanya yang senilai Rp. 500.000. Untuk itu penyelesainnya adalah berikut: untuk melunasi utang si B kita bagikan jumlah utang si B dengan jumlah semua utang. Berarti 300.000/500.000, jika disimpulkan = 3/5. Lalu 3/5 dikali dengan harta tirkah yang dimiliki si A = 3/5 x 200.000 = Rp. 120.000. Begitu juga untuk melunasi si C = 2/5 x 200.000 = Rp. 80.000. Jadi untuk melunasi utang si B cukup dengan Rp. 120.000 dan si C Rp. 80.000.
Para fuqaha membedakan hutang itu menjadi dua, yaitu hutang kepada Allah dan hutang kepada manusia. Hutang kepada Allah ini seperti nadzar, haji, dan juga zakat. Utang-utang kepada Allah menurut mazhab Hanafi akan dianggap gugur dengan kematiannya itu, sebab utang-utang kepada Allah merupakan ibadah yang dilaksanakan harus dengan niat terlebih dahulu. Apabila si mati tidak berwasiat maka ahli waris tidak wajib melaksanakannya. Namun jika si mati berwasiat, ahli waris wajib melaksanakannya dengan menggunakan maksimal sepertiga harta peninggalan setelah dikurangi lebih dulu pengeluaran untuk penyelenggaraan jenazah.
Faraidl (Hukum Waris Dalam Islam) dan Masalah-masalahnya. |
.
- Melaksanakan Wasiatnya
Wasiat adalah pemberian dari si mati untuk seseorang atau badan untuk memiliki atau memanfaatkan pemberian si mati tersebut. Wasiat merupakan keinginan terakhir dari si mati, yang pelaksanaanya harus didahulukan dari hak ahli waris. Namun terdapat batasan dan ketentuan-ketentuan dalam melaksanakan wasiat. Dalam hukum agama Islam, wasiat dibatasi maksimal 1/3 dari jumlah harta si mati. Dan ahli waris wajib melaksanakan wasiat yang meninggal dunia maksimal 1/3 harta, tanpa ijin kepada siapapun. Jika wasiatnya melebihi dari 1/3 harta setelah dikurangi biaya penyelenggaraan jenazah dan hutang-hutang tidak dibenarkan, kecuali bila tidak memiliki ahli waris sama sekali. Dan jika para ahli waris bersepakat jika tidak masalah melebihi dari 1/3 harta. Namun apabila hanya sebagian saja yang bersepakat dan sebagaian lain tidak menyepakati, maka sebagian yang sepakat tadi tak masalah melakukannya dengan tidak mengurangi hak ahli waris yang tidak sepakat.
.
Sedangkan mazhab Dhahiriyah menganggap batal wasiatnya jika melebihi dari 1/3 harta setelah dikurangi tadi. Mereka menganggap bahwa 1/3 tersebut sudah termasuk jumlah yang cukup banyak, namun jika berlebihan maka wasiat itu batal.
.
Ada lagi sebuah contoh lagi seperti dibawah ini:Si Z memiliki tiga anak laki-laki, yaitu si A, si B, dan si C. Si A memiliki dua anak laki-laki, yaitu si A1 dan A2. Suatu hari si A meninggal mendahului si Z. Setahun kemudian si Z juga meninggal. Pertanyaannya adalah, apakah si A (yang akan diberikan kepada dua anaknya si A1 dan A2) dapat bagian dari warisan si Z. Padahal si A telah meninggal mendahului si Z. Jawabannya adalah si A1 dan A2 tidak akan mendapatkan warisan dari si Z (kakeknya) karena mahjub adanya si B dan C. Namun si Z wajib memberikan wasiat tidak melebihi 1/3 hartanya kepada A1 dan A2 sesuai dengan aturan-aturan wasiat. Salah satunya adalah UU Tentang Wasiat di Mesir No. 71 Tahun 1946, yakni dalam pasal 76, 77, dan 78 bahwa untuk memberikan warisan lewat wasiat kepada cucunya atas bagian dari anaknya yang telah meninggal mendahuluinya dengan tidak melebihi 1/3 hartanya. Ahli waris tidak boleh menolaknya, asal yang diterima cucu-cucu ayahnya tidak melanggar aturan wasiat. Hal itu untuk kepentingan keturunan.
.
Setelah keempat kewajiban tadi (biaya penyelenggaraan, jenazah, utang-utang, dan wasiat) ditunaikan, barulah warisan dibagikan menurut perhitungan waris atau faraidl. Cara ringkas pembagiannya adalah sebagai berikut:- A (laki-laki) sebelum menikah mempunyai harta bawaan sebanyak: x rupiah.
- B (perempuan) sebelum menikah mempunyai harta bawaan sebanyak: y rupiah.
- Setelah A dan B menikah, mereka memiliki harta sebanyak: z rupiah
- x rupiah + 2/3 z rupiah, atau:
- x rupiah + 1/2 z rupiah, yang ini digunakan apabila dalam mendapatkan penghasilan si B (istri) lebih banyak atau sama dengan si A.
- y rupiah + 1/3 z rupiah, atau:
- y rupiah + 1/2 z rupiah, yang ini digunakan apabila dalam mendapatkan penghasilan ia lebih banyak atau sama banyaknya dalam mendapatkan harta gono gini.
.
Sumber:
- Faraidl 'Hukum Waris dalam Islam' dan Masalah-masalahnya - Drs. Moh. Anwar, BcHk.
- www.alkhoirot.net (Gambar Cover)