Percobaan Tindak Pidana (Poging, Attempt)
KUHP tidak memberikan penjelasan tentang pengertian percobaan. KUHP hanya merumuskan batasan kapan suatu perbuatan dapat disebut sebagai percobaan dan sanksinya. Pasal 53 ayat (1) KUHP Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
Dalam MvT (Memorie van Toelichting) disebutkan poging tot misdrijf is dan de bengonnen maar niet voltooide uitveoring van het misdrijf, of wel door een begin van uitveoring geopenbaarde wil om een bepaald misdrijf te plegen. Dengan demikian, maka percobaan untuk melakukan kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai akan tetapi tidak selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang telah di wujudkan di dalam suatu permulaan pelaksanaan.
Percobaan hanya diberlakukan dalam hal kejahatan, sehingga tidak berlaku pada pelanggaran. Namun ada beberapa kejahatan yang tidak berlaku ketentuan percobaan:
Percobaan hanya diberlakukan dalam hal kejahatan, sehingga tidak berlaku pada pelanggaran. Namun ada beberapa kejahatan yang tidak berlaku ketentuan percobaan:
- a. percobaan duel [Pasal 184 ayat (5)]
- b. percobaan penganiayaan ringan terhadap hewan [Pasal 302 ayat (4)]
- c. percobaan penganiayaan biasa [Pasal 351 ayat (5)]
- d. percobaan penganiayaan ringan [Pasal 352 ayat (2)]
Percobaan sebagai Tindak Pidana Tidak Sempurna (Onvolkomen Delicsvorm)
Menurut pandangan ini, orang yang melakukan percobaan tindak pidana, walaupun tidak memenuhi semua unsur delik, tetap dipidana apabila memenuhi rumusan Pasal 53 KUHP. Dengan demikian, percobaan itu memperluas dapat dipidananya orang (strafaufdehnungsgrund). Penganut: Hazewinkel Suringa, Oemar Seno Adji.Percobaan sebagai Tindak Pidana yang Berdiri Sendiri atau Sempurna (Delictum sui Generis)
Menurut pandangan ini, percobaan tindak pidana merupakan tindak pidana yang sempurna atau berdiri sendiri tetapi dalam bentuk yang khusus. Jadi, pandangan ini menganggap percobaan itu memperluas dapat dipidananya perbuatan (Tatbestandausdehnungsgrund). Penganut: Pompe dan Moeljatno.Alasan Moeljatno:
Pada dasarnya, orang dipidana karena melakukan delik atau tindak pidana. Dalam konsepsi dualistis, ukuran suatu delik didasarkan pikiran adanya sifat berbahanya perbuatan itu bagi masyarakat. Dalam hukum adat, tidak dikenal adanya percobaan sebagai delik tidak sempurna, yang dikenal adalah delik selesai.Dalam KUHP ada beberapa tindak pidana yang dipandang sebagai delik selesai atau sempurna, walaupun pelaksanaannya masih percobaan atau belum selesai. Misal delik makar (104,106,107 KUHP) dan penganjuran gagal (163 bis KUHP).
Menurut Moelyatno, teori pertama (strafaufdehnungsgrund) dipandang mengedepankan konsepsi masyarakat individu, sehingga tidak sesuai dengan konsepsi bangsa Indonesia. Teori atau pandangan kedua (tatbestandausdehnungsgrund) lebih cocok dengan bangsa Indonesia karena yang diutamakan adalah perbuatan yang dilarang.
Dasar Dipidananya Percobaan
- Teori Sobyektif
- Teori Obyektif
- Teori Campuran
Moeljatno: tidak mungkin memilih salah satu teori karena inti dari percobaan adalah dua kriteria (subyektif dan obyektif). Apabila hanya dipakai salah satu, maka muncul ketidakadilan.
Unsur-unsur Percobaan
- Adanya niat
- Adanya permulaan pelaksanaan
- Pelaksanaan tidak selesai bukan semata- mata kehendaknya sendiri.
- 1. Adanya Niat
- Moeljatno: Niat ≠ Sengaja
- 2. Adanya Permulaan Pelaksanaan
Permulaan Pelaksanaan
Menurut Beberapa Teori- Adanya Permulaan Pelaksanaan Menurut Teori Percobaan Sobyektif (van Hamel): Ada perbuatan pelaksanaan apabila telah ada kepastian niat untuk melakukan kejahatan.
- Adanya Permulaan Pelaksanaan Menurut Teori Percobaan Obyektif-Materiil (Simons): Pada delik formil, ada perbuatan permulaan pelaksanaan apabila telah dimulai perbuatan yang disebut dalam rumusan delik. Pada delik materiel, ada perbuatan permulaan pelaksanaan apabila telah dilakukan perbuatan yang menurut sifatnya langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang.
- Menurut Van Hamel (Teori Sobyektif): sudah masuk kategori percobaan karena sudah bermaksud jahat.
- Menurut Simons (Teori Obyektif-Materiil): belum masuk kategori percobaan, karena baru dikategorikan perbuatan persiapan. Termasuk percobaan pencurian jika B melakukan yang disebut dalam rumusan delik yaitu “mengambil barang”.
Kasus delik materiil: A bermaksud membunuh B. A mempersiapkan pistol. A kemudian menodongkan pistol ke B namun gagal karena B dengan sigap menangkisnya sebelum A menarik picu pistol.
- Van Hamel (Teori Sobyektif): sudah masuk kategori percobaan karena sudah bermaksud jahat.
- Simons (Teori Obyektif-Materiil): belum masuk kategori percobaan, karena baru dikategorikan perbuatan persiapan. Termasuk percobaan pembunuhan jika B melakukan yang disebut dalam rumusan delik yaitu “menghilangkan nyawa”, yaitu menarik picu pistolnya.
Adanya Permulaan Pelaksanaan Menurut Teori Percobaan Obyektif-Formil (Duynstee)
Ada perbuatan pelaksanaan apabila yang dilakukan termasuk salah satu perbuatan yang merupakan rangkaian perbuatan yang dilarang dalam rumusan delik. Jadi yang dilarang tidak hanya perbuatan terakhir (misal menarik picu pistol).
Adanya Permulaan Pelaksanaan Menurut Teori Percobaan Obyektif-Formil (Zevenbergen)
Ada perbuatan pelaksanaan apabila sebagian (suatu fragmen) dari lukisan delik dalam undang-undang telah direalisir..
Kadang ada suatu perbuatan tampak tidak jahat, namun karena didorong oleh niat melakukan kejahatan maka harus dianggap melawan hukum. Misal: seseorang mematikan lampu depan toko, ternyata setelah digeledah ada tang potong, gergaji besi, dan linggis dalam tasnya, serta dia seorang langganan hotel pro Deo.
Menurut Mulyatno, inti percobaan adalah segi obyektif dan sobyektif. Usulan beliau tentang rumusan delik percobaan:
Adanya Permulaan Pelaksanaan Menurut Teori Campuran (Mulyatno)
Ada perbuatan pelaksanaan terpenuhi 3 syarat:- a. Secara obyektif, apa yang diperbuat mendekatkan kepada kejahatan yang dituju.
- b. Secara sobyektif, dipandang dari sudut niat, apa yang dilakukan memang ditujukan pada delik tertentu.
- c. Perbuatan itu melawan hukum.
Kadang ada suatu perbuatan tampak tidak jahat, namun karena didorong oleh niat melakukan kejahatan maka harus dianggap melawan hukum. Misal: seseorang mematikan lampu depan toko, ternyata setelah digeledah ada tang potong, gergaji besi, dan linggis dalam tasnya, serta dia seorang langganan hotel pro Deo.
Menurut Mulyatno, inti percobaan adalah segi obyektif dan sobyektif. Usulan beliau tentang rumusan delik percobaan:
Ada delik percobaan jika orang telah mulai melaksanakan kejahatan yang dituju tetapi pelaksanaan itu tidak menjadi selesai.Unsur batin atau subyektif memang harus ada, namun tidak harus tercantum perumusan pasal. Tidak selesainya pelaksanaan semata-mata bukan kehendak sendiri bukan inti delik percobaan. Yang pokok adalah pelaksanaan tidak selesai. Tidak selesai karena kehendak sendiri adalah persoalan lain dan tidak masuk dalam percobaan.
RUU KUHP
- Pasal 17
Percobaan Tindak Pidana
3. Pelaksanaan Tidak Selesai Bukan Kehendak Sendiri
- Adanya penghalang fisik Misal: tangan pelaku ditangkis sehingga senjata jatuh, peluru macet, dan lain-lain.
- Akan adanya penghalang fisik Misal: takut tertangkap karena gerak-geriknya diketahui orang lain.
- Adanya penghalang yang disebabkan oleh keadaan khusus obyek atau sasaran Misal: daya tahan korban kuat, atau barang yang akan dicuri ternyata berat.
Tidak Selesai dengan Kehendak Sendiri
- Pengunduran diri sukarela (Rucktritt): Tidak menyelesaikan perbuatan pelaksanaan.
- Tindak penyesalan (Tatiger Reue): Meskipun perbuatan pelaksanaan sudah diselesaikan, namun dengan sukarela mencegah akibat yang timbul.
- Dicantumkannya unsur ke-3 dalam Pasal 53 untuk menjamin bahwa tindakan pengunduran diri dan penyesalan yang belum terlaksana, tidak dipidana sebaga percobaan.
- Mulyatno: unsur ke-3 merupakan alasan penghapus penuntutan, bukan alasan pemaaf atau alasan pembenar, karena perbuatannya tetap dianggap tidak baik.
Konsekuensi Unsur ke-3
- Konsekuensi Materiel
- Konsekuensi Formil
Percobaan Tidak Mampu
- Tidak Mampunya Obyek
- Tidak Mampunya Alat
- a. Tidak mampu mutlak, yaitu apabila dengan alat yang digunakan tidak mungkin muncul delik selesai. Dalam hal ini tidak mungkin ada delik percobaan. Misal: meracun dengan air kelapa, membunuh dengan pisau karet.
- b. Tidak mampu relatif, yaitu apabila dengan alat tertentu tidak timbul delik selesai, karena unsur atau keadaan tertentu yang ada pada alat atau yang ada pada diri sasaran atau korban. Misal: meracun dengan arsenik atau warangan kurang dari 5 mg, meracun dengan gula bagi penderita gula.
- Mulyatno:
Percobaan mampu terjadi apabila perbuatan terdakwa mendekatkan pada terjadinya delik selesai sedemikian rupa sehingga merupakan perbuatan yang melawan hukum. Dasar teori Mulyatno adalah Eindrucks Theorie atau Teori Kesan, yaitu sudah dikatakan ada percobaan mampu apabila dalam keadaan tertentu ada perbuatan yang menimbulkan kesan keluar bahwa ada permulaan pelaksanaan yang dapat dipidana. Jadi, dengan teori kesan, orang hendak membunuh dengan pistol yang ternyata kosong atau mencopet ternyata sakunya kosong merupakan percobaan mampu dan patut dipidana.
Pemidanaan Percobaan
Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga (Pasal 53 ayat [2]). Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.Soal
- Fulan telah melakukan percobaan pembunuhan (Pasal 338 KUHP). Berapakah ancaman pidana maksimal baginya?
- Fulan telah melakukan percobaan pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 ayat (1) KUHP). Berapakah ancaman pidana maksimal bagi Fulan?
- Fulan telah melakukan percobaan penganiayaan ringan terhadap hewan (Pasal 302 ayat (1) KUHP). Berapakah ancaman pidana bagi Fulan?
- Handout Mata Kuliah Hukum Pidana: Dr. Ahmad Bahiej, S.H. M.Hum. - Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
- Sumber gambar keren diatas dari: ris.legal.