Dasar-Dasar Pembentukan Kekuasaan Kehakiman
Dasar filosofis:- Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat (3).
- Ciri Negara Hukum minimal terdapat 4 unsur: Supremasi Hukum, Pembagian kekuasaan, jaminan HAM, dan peradilan yang merdeka.
- Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Penjelasan UU No. 48 Tahun 2009)
- Kemerdekaan atau kemandirian bersifat objektif yakni berdasarkan Ketuhanan dan nilai-nilai Pancasila.
- Konsekuensi dari dasar itu maka Hakim harus memperhatikan prinsip etik dalam mengadili yakni kecermatan, persamaan, keterbukaan, dan kearifan.
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Dasar Filosofi Pancasila dan Negara Hukum Islam
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Perbedaan Karakter Kenegaraan
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Ciri Negara Hukum yang Demokratis
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Dasar Sosiologis Pembentukan Kekuasaan Kehakiman
Manusia hakekatnya fitrah, namun keadaan diri, lingkungan, dan sistem bisa mempengaruhi perilaku seseorang. Kekuasaan secara sosiologis cenderung korup. Negara itu anonim yang dikonstruksi oleh hukum menjadi subjek hukum yang digerakkan oleh orang-orang yang berkuasa. Hukum memiliki tujuan-tujuan baik (kesejahteraan, kemanfaatan, dan kepastian) Hakim melalui lembaga peradilan menegakkan cita sosial itu.
.
Dasar Yuridis pembentukan kekuasaan kehakiman
- Amanat Konstitusi (Pasal 1 ayat (3), Pasal 24).
- UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
- UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
- Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum.
- Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
- UU No. 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.
- UU No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial.
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Pengertian Kekuasaan Kehakiman
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Teori-Teori Dasar Pembentukan Kekuasaan Kehakiman
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Arah Amandemen UUD 1945 (reformasi kelembagaan)
- Penegasan prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka.
- Penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law.
- Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti Hakim.
- Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing- masing.
- Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
- Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara berdasarkan hukum.
- Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan masing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Pembagian kekuasaan:
- Pemisahan kekuasaan juga disebut dengan istilah trias politica adalah sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak.
- Secara teoritis, separation of power adalah pemisahan kekuasaan bersifat horizontal dalam arti kekuasaan dipisah-pisahkan ke dalam fungsi-fungsi yang tercermin dalam lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengimbangi (checks and balances).
- Menurut Montequieu, tujuan dan perlunya pemisahan kekuasaan ini untuk menjamin adanya dan terlaksananya kebebasan politik (politikal liberty) anggota masyarakat negara. Kebebasan politik ditandai adanya rasa tentram, karena setiap orang merasa dijamin keamanannya atau keselamatannya.
- Sedangkan distribution atau devision of power, sebagai ajaran yang muncul sesudah pengembangan dari sistem separation of power, adalah pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal dalam arti perwujudan kekuasaan itu dibagikan secara vertikal ke bawah kepada lembaga-lembaga tinggi negara di bawah lembaga pemegang kedaulatan rakyat.
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Logika manifestasi kehakiman sebagai organ negara beralas pada “Teori Berjenjang” Hans Kelsen.
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Pengertian Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum RI (Pasal 24 ayat (1). Asas kekuasaan kehakiman yang mandiri tidak lepas dari ajaran Montesqueiu tentang tujuan dan perlunya pemisahan kekuasaan yaitu untuk menjamin adanya dan terlaksananya kebebasan politik anggota masyarakat negara.
.
Montesquieu memberikan arti kebebasan politik sebagai “a tranquility of mind arising from the opinion each person has of his safety. In order to have this liberty, it is requisite the government be so constituted as one man need not be afraid of another”. Kebebasan politik ditandai adanya rasa tenteram, karena setiap orang merasa dijamin keamanannya atau keselamatannya.
.
Untuk mewujudkan kebebasan politik tersebut maka badan pemerintahan harus ditata sedemikian rupa agar orang tidak merasa takut padanya, seperti halnya setiap orang tidak merasa takut terhadap orang lain di sekitarnya.
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Kekuasaan kehakiman sebagai manifestasi HAM
Kekuasaan kehakiman yang merdeka dapat dikatakan sebagai suatu refleksi dari ‘Universal Declaration of Human Rights’, dan ‘International Covenant on Civil and Political Rights’, yang di dalamnya diatur mengenai “independent and impartial judiciary“.
.
Di dalam Universal Declaration of Human Rights, dinyatakan dalam Article 10, “Every one is entitled in full equality to a fair and public hearing by in independent and impartial tribunal in the determination of his rights and obligations and of any criminal charge against him”. Setiap orang berhak dalam persamaan sepenuhnya didengarkan suaranya di muka umum dan secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tidak memihak, dalam hal menetapkan hak-hak dan kewajibannya dan dalam setiap tuntutan pidana yang ditujukan kepadanya.
.
Di dalam International Covenant on Civil and Political Rights, dalam Article 14 dinyatakan, “… in the determination of any criminal charge against him, or of his rights and obligations in a suit at law, everyone shall be entitled to a fair and public hearing by a competent, independent and impartial tribunal established by law”.
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Asas peradilan
Kekuasaan kehakiman yang merdeka bukan berarti bahwa kekuasaan kehakiman dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya tanpa rambu-rambu pengawasan, oleh karena dalam aspek beracara di pengadilan dikenal adanya asas umum untuk berperkara yang baik(general principles of proper justice), dan peraturan- peraturan yang bersifat prosedural atau hukum acara yang membuka kemungkinan diajukannya berbagai upaya hukum.
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
ASAS-ASAS (rechtsbeginsellen) PERADILAN:
- Peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Pasal 2 ayat (1).
- Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. Pasal 2 ayat (2).
- Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara yang diatur dengan undang-undang. Pasal 2 ayat (3).
- Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Pasal 2 ayat (4).
- Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan. (Pasal 3 ayat (1).
- Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Pasal 4 ayat (1).
- Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Pasal 4 ayat (2).
- Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Pasal 5 ayat (1).
- Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Pasal 5 ayat (2).
- Hakim wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Pasal 5 ayat (3).
- Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan, kecuali undang-undang menentukan lain. Pasal 6 ayat (1).
- Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Pasal 6 ayat (2).
- Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, kecuali atas perintah tertulis dari kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Pasal 7.
- Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 8 ayat (1).
- Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Pasal 8 ayat (2).
- Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. Pasal 9 ayat (1).
- Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Pasal 10 ayat (1).
- Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian. Pasal 10 ayat (2).
- Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan susunan majelis sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain. Pasal 11 ayat (1).
- Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang penuntut umum, kecuali undang-undang menentukan lain. Pasal 11 ayat (4).
- Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dengan kehadiran terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain Pasal 12 ayat (1).
- Dalam hal terdakwa tidak hadir, sedangkan pemeriksaan dinyatakan telah selesai, putusan dapat diucapkan tanpa dihadiri terdakwa. Pasal 12 ayat (2).
- Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain. Pasal 13 ayat (1).
- Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.Pasal 13 ayat (2).
- Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia. Pasal 14 ayat (1).
- Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. Pasal 14 ayat (2).
- Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan. Pasal 14 ayat (3).
- Pengadilan wajib saling memberi bantuan yang diminta untuk kepentingan peradilan. Pasal 15.
- Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Pasal 16.
- Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. Pasal 17 ayat (1).
- Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya. Pasal 17 ayat (2).
- Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera. Pasal 17 ayat (3).
- Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat. Pasal 17 ayat (4).
- Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara. Pasal 17 ayat (5).
- Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 17 ayat (6).
- Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda. Pasal 17 ayat (7).
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Macam susunan kekuasaan kehakiman
- 1. Dilihat dari pembagian badan peradilan umum dan peradilan administratif:
- Susunan kekuasaan kehakiman pada negara-negara yang tergolong Common Law State yang tidak mengenal pembedaan peradilan umum dan peradilan administratif.
- Susunan kekuasaan kehakiman pada negara-negara yang tergolong ke dalam prerogative state karena di dalamnya terdapat peradilan administratif.
- 2. Dilihat dari bentuk negaranya:
- susunan kekuasaan negara pada bentuk negara federal, mengenal dua sistem kekuasaan kehakiman yakni susunan kekuasaan negara fideral dan susunan kekuasaan negara bagian.
- susunan kekuasaan negara pada bentuk negara fideral, mengenal satu sistem tunggal kekuasaan kehakiman untuk seluruh wilayahnya.
- 3. Dilihat dari adanya kewenangan menguji peraturan perundang- undangan dan tindakan pemerintah.
- 4. Dilihat dari adanya sejarah dan keadaan suatu negara (konfigurasi politik).
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Periode Kekuasaan Kehakiman
1. Periode pasca kemerdekaan 1945:
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Kekuasaan Kehakiman dalam Tradisi Islam
Proses peradilan sudah dikenal sejak zaman Nabi Adam as, ketika pertikaian yang terjadi antara Qobil dan Habil. Istilah Hakim mulai dipakai pada masa Nabi Daud as dan Sulaiman as. Muhammad Salam Maskur menyebutkan bahwa pada masa jahiliah istilah untuk menyebut qadha adalah hukumah, sedangkan istilah qadhi sering disebut hakam.
.
Tradisi peradilan diambil dari pengalaman bangsa-bangsa romawi dan persia. Setiap kabilah memiliki hakam sendiri dan hukumah (badan peradilan) bagi mereka tidak ada yang berdiri sendiri. Tempat yang sering digunakan untuk proses memutuskan perkara biasanya dilakukan dimana saja, seperti di bawah pohon, di kemah-kemah maupun di pasar kota bagi hakim-hakim pasar bahkan di depan rumah seperti yang pernah dilakukan Amir bin Zharib.
.
salah satu bangunan pengadilan yang cukup masyhur pada masa itu adalah Darun Nadwah yang berada di Mekah. Bangunan ini dibangun oleh Qushay bin Ka’ab. Sulthah qadhaiyah sering disejajarkan dengan istilah kekuasaan kehakiman dalam tradisi Islam. Istilah ini diartikan sebagai kekuasaan untuk mengawasi dan menjamin jalannya proses prundang-undangan sejak penyusunannya sampai pelaksanaannya serta mengadili perkara perselisihan, baik yang menyangkut perkara perdata maupun pidana.
.
Sementara Tahir Azhari menyebutnya dengan istilah nomokrasi Islam, yakni suatu sistem pemerintahan yang didasarkan pada asas- asas dan kaidah-kaidah hukum Islam dan merupakan rule of Islamic law. Sulthah al-qadhaiyyah secara etimologis yaitu kekuasaan yang berkaitan dengan peradilan atau kehakiman.
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Peradilan Islam terdiri dari:
Pengadilan al-Qadla (pengadilan biasa) menurut istilah fikih, al-Qadla berarti menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa atau sengketa untuk diselesaikan secara adil dan mengikat. Pengadilan ini mengadili perkara-perkara perdata dan pidana. Di samping mengadili, pengadilan juga diberi wewenang tambahan yang non yustisiil seperti menikahkan wanita yang tidak punya wali, pengawasan baitul mal, dll.
.
Pengadilan al-Hisbah pengadilan ini berwenang mengadili perkara-perkara ringan yang penyelesaiannya tanpa perlu proses peradilan. Misal dalam perkara pengurangan takaran dan timbangan dalam perdagangan, menjual makanan kadaluarsa, dan memuat barang yang melebihi kapasitas kendaraan. Pengadilan ini muncul di mulai sejak Rasulullah yang kerap menemukan kasus kecurangan dalam perdagangan ketika blusukan di pasar.
.
Pengadilan al-Madzalim Kata al-madzalim adalah jama’ dari al-madzlamat yang menurut bahasa berarti nama bagi sesuatu yang diambil oleh orang dzalim dari tangan seseorang. Jadi pengadilan ini dibentuk untuk melindungi orang-orang yang teraniaya akibat sikap semena-mena pejabat negara atau keluarga yang teknisnya sulit diselesaikan oleh pengadilan biasa. Sejak zaman Rasulullah pengadilan ini sudah dipraktikkan namun secara institusional baru terwujud pada pemerintahan umayyah, di masa khalifah Abd. Malik bin Marwan yang tertuang dalam Kitab al-Ahkam al-Sulthaniyat wa al-walayat al-Diniyat.
.
Orang-orang pada masa jahiliah biasanya mengadukan perkaranya ke badan hukum seperti (Banu Saham) yaitu salah golongan dari suku Quraisy, paranormal (ihtikan), dukun kahin), dan ahli ramal (‘arraf). Selain itu ada juga Dewan Mazhalim, sebagai lembaga yang diisi para arbitrator yang dikenal bijak dalam menyelesaikan persengketaan. Di antara tokoh arbitrator terkenal dalam sejarah Arab pra Islam diantaranya seperti Abdul Muthalib, Zuhayr bin Abi Salma, Aktsam bin Sayfi.
.
Dalam perkembangan selanjutnya, peradaban hukum dan praktik kekuasaan kehakiman tersebut terus mengalami proses pelembagaan yang jauh lebih terorganisir, terutama ketika Arab memasuki masa ke Islaman. Dalam sejarah sistem ketatanegaraan Islam, dikenal beberapa badan kekuasaan negara, yaitu sulthah tanfiziyah (kekuasaan eksekutif), sulthah tasyri’iyyah (kekuasaan legislatif) dan sulthah qadhaiyyah. Akan tetapi belum ada pembagian kekuasaan seperti yang dikenal sekarang.s
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Kekuasaan Kehakiman Dalam Sejarah Islam
MASA RASULULLAH: Masa Rasulullah, Nabi adalah Hakim pertama untuk menegakkan hukum Allah berdasarkan Al-Quran (QS. an-Nisa: 64, 105, 135, ; al-Maidah: 49, 51). Posisi Nabi sebagai Hakim, Muballigh, dan Musyarri’. Sudah mengenal desentralisasi urusan peradilan di daerah-daerah dan sistem peradilan bertingkat dengan upaya banding pada Rasulullah.
.
Sudah mengenal prinsip peradilan (terbuka, mendengar kedua belah pihak, alat-alat bukti dan persaksian yang ketat). Alat bukti: Keterangan terdakwa dan ahli, sumpah, saksi, bukti tertulis, firasat). Sumber hukum dalam mengadili: Al-Quran. Meski belum terjadi pemisahan kekuasaan dalam pemerintahan Rasulullah, akan tetapi sistem kekuasaan kehakiman oleh Rasulullah dan sahabat sudah dipandang otonom atau mandiri.
.
MASA KHULAFAURRASYIDIN:
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Kekuasaan Kehakiman Republik Islam Iran
Satu-satunya di Dunia system Pemerintahan yang mencoba untuk mengikuti system Pemerintahan Rasulullah SAW saat ini adalah system pemerintahan Iran (Republik Islam IraN), hanya saja memakai mazhab Syi’ah. Pada Bulan Desember 1925 Reza Khan di angkat sebagai Syah, pada masa ini Reza menjalankan kebijaksanaan Negara.
.
Dalam bidang hukum, Reza Syah mengeluarkan undang- undang sipil namun hanya sebagian yang berdasarkan syari’ah lebih mengarah kepada aturan secular. Hal ini karena undang-undang tersebut dilaksanakan oleh pengadilan di bawah kementerian kehakiman yang merupakan ahli Eropa.
.
Pada tahun 1932 pengadilan-pengadilan Syari’ah yang di awasi oleh para ulama kehilangan kekuasaannya dan pengaruh. Di bawah pemerintahan sekuler Reza Syah diterapkan banyak perubahan yang dibuat dalam system peradilan Iran, dan pembentukan hukum tertulis tetap dengan pengadilan banding adalah salah satu mereka.
.
Pada bulan Maret 1926, Menteri urusan Yudisial, Ali Akbar Davar memperngaruhi seluruh peradilan Iran, dengan persetujuan parlemen, dan memulai gelombang restrukrisasi dan reformasi mendasar merombak dengan bantuan ahli hukum Prancis.
.
Pada tahun 1979 sekuler Reza Syah, dan westernisasi Dinasti Pahlevi digulingkan dan di gantikan menjadi Republik Islam di bawah pemerintahan Ayatollah Khomeni. Sementara revolusi tidak membongkar peradilan secara keseluruhan, semuanya yang berbau sekular di ganti dan dikodifikasi menjadi lebih Syari’ah dan dimuat ke dalam undang-undang Negara.
.
Menganut sistem Wilayat al-Faqih yaitu supremasi kaum ulama’, dimana seorang ulama’ memiliki hak untuk memberikan fatwa keagamaan dan sekaligus memegang kekuasaan tertinggi dalam masalah ketatanegaraan. Konsep Vilayat al-Faqih telah memberikan sistem peradilan yang independen (Pasal 156-174 Konstitusi Iran 1979).
.
Ketentuan itu menjelaskan bahwa peradilan adalah kekuasaan kehakiman yang merdeka menjamin perlindungan hak-hak individu dan masyarakat dan bertanggungjawab atas pelaksanaan keadilan; kekuasaan kehakiman dipimpin oleh seorang Mujtahid yang dipilihh oleh Rahbah.
.
Kekuasaan kehakiman dipimpin oleh Mahkamah Agung. Secara institusional juga terdapat Dewan Kehakiman Agung yang terdiri dari Ketua MA, Penuntut Umum Negara, dan tiga hakim adil yang berpengalaman dalam hukum dan agama.
.
Sistem peradilan Iran mempunyai 2 bentuk peradilan yakni peradilan umum dan khusus. Peradilan umum meliputi pengadilan tinggi pidana, pengadilan rendah pidana. Pengadilan tinggi perdata, pengadilan rendah perdata, dan pengadilan perdata khusus. Sedangkan pengadilan khusus terdiri dari pengadilan revolusi islam, pengadilan khusus ulama dan pengadilan press. Iran juga mengenal pengadilan militer dan pengadilan administrasi.
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Struktur Kekuasaan Kehakiman Pasca Amandemen UUD 1945
Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B yang disahkan pada 9 November 2001 membawa konsekuensi harus dibentuknya sebuah Mahkamah Konstitusi. Kedudukan MK dalam struktur kekuasaan kehakiman dipertegas lagi dengan UU No. 48 Tahun 2009, Pasal 18 dan 19. Pasal 21 UU No. 48 Tahun 2009, sistem kekuasaan kehakiman dalam satu atap (Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung).
.
Hadirnya KY dalam struktur kekuasaan kehakiman secara fungsional sebagai lembaga rekruitmen dan pengawas, Pasal 24B UUD 1945 dan UU No. 18 Tahun 2011 tentang KY. Dibentuknya lembaga-lembaga peradilan baru yang secara struktural berada di bawah MA dan setingkat lembaga tinggi negara berdasarkan Pasal 24 ayat (3).
.
Pembentukan lembaga peradialan baru tersebut: Peradilan Tipikor, UU No. 46 Tahun 2009; Peradilan HAM ad-hoc, UU No. 26 Tahun 2000; Sistem Peradilan Pidana Anak, UU No. 11 Tahun 2012; Peradilan Niaga, UU No. 37 Tahun 2004; Mahkamah Syari’yyah, Keppres No. 11 Tahun 2003;
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Peralihan kekuasaan Departemen Hukum dan HAM ke MA
Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Tata Usaha Negara, terhitung sejak tanggal 31 Maret 2004 dialihkan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Agung.
.
Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama, Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syariah Provinsi, dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004 dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung.
.
Organisasi, administrasi, dan finansial pada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Utama, terhitung sejak tanggal 1 September 2004 dialihkan dari TNI ke Mahkamah Agung. Akibat perlaihan ini, seluruh prajurit TNI dan PNS yang bertugas pada pengadilan dalam lingkup peradilan militer akan beralih menjadi personel organik Mahkamah Agung, meski pembinaan keprajuritan bagi personel militer tetap dilaksanakan oleh Mabes TNI.
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~
Mahkamah Agung
A. Independensi MA (dijamin dalam UUD)
Prinsip Independensi Peradilan merupakan salah satu prinsip penting dalam negara demokrasi. Dalam instrumen hukum internasional, asas ini bisa dilihat, misalnya di: Universal Declaration of Human Right (article 10), ICCPR (article 14), dan Universal Declaration on the Independence of Justice, Montreal.
.
B. Hubungan MA dengan Lembaga Negara Lainnya
Kedudukan MA sederajat dengan lembaga- lembaga negara lainnya. MA merupakan muara dari badan-badan peradilan yang ada di Indonesia. MA juga merupakan badan penyelenggara kekuasaan kehakiman yang merdeka (pasal 24 ayat 1 UUD).
.
C. Fungsi Mahkamah Agung (MA):
- Mengadili
- Judicial Review
- Pengaturan
- Pengawasan dan Pembinaan
- Pertimbangan dan Nasihat Hukum
- Administratif
~ Kekuasaan Kehakiman - HAN (Kelas Nurainun Mangunsong) ~