-->

Implikasi Hukum Hak Asasi Manusia Dalam Republik Indonesia (Tugas Makalah HTN) Part 2

Tidak ada komentar

Implikasi Hukum Hak Asasi Manusia Dalam Republik Indonesia (Tugas Makalah HTN) Part 2
Isi / materi nilai filosofi dan etika tersebut selalu mewarnai penyusunan seperangkat peraturan hokum yang diciptakan oleh pemangku adat di seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian, adanya asas demokrasi dan hak asasi manusia terbukti sudah di kenal dalam masyarakat adat Indonesia, malah telah masuk di dalam system hokum adat yang ada.
.
Di dalam proses perkembangan masyarakat Indonesia, asas hokum adat tersebut bertemu dengan system hokum bangsa asing secara terus menerus, sehingga terjadi interaksi dan saling mengisi yang mengakibatkan adanya perpaduan, perbuhan, dan pergeseran. Dalam dunia yang semakin modern, asas – asas hokum adat akan terus di pertahankan selama tidak menghambat tercapainya masyarakat adil dan makmur.
.
Institusi hukum akan semakin kuat di dalam masyarakat kalua ideology politik demokrasi menyatu, dalam arti dilaksanakan dengan penuh disiplin dan tanggung jawab sehingga rasa keadilan dapat terwujud dalam masyarakat. Peran pejabat politik dan institusi politik yang terbuka, serta partisipasi politik masyarakat yang diberi kesempatan secara jujur dan demokratis merupakan pra kondisi penghormatan HAM dapat terlaksana.
.
Dalam rangka pembinaan hukum nasional, asas hokum adat suku berperan. Materi hokum adat tidak terbuka atau tidak tertulis (Tidak di kodifikasi dalam satu kitab Undang-undang), terbukti sebagai mana disebut di depan nilai demokrasi dan hak asasi manusia pun dapat ditemukan.
.
Hukum adat sendiri, antara lain di artikan sebagai:
  1. Hukum yang tidak dibuat secara sengaja
  2. Hukum yang memperlihatkan aspek kerohanian yang kuat.
Hukum yang berhubungan kuat dengan dasar dasar dan susunan masyarakat setempat mempunyai sifat sifat elastis di dalam menghadapi kemajuan. (Satjipto Rahardjo, 1975: 1).
.
Begitu pentingnya budaya (Adat) menjalin rasa kemanusiaan seluruh umat manusia, sekaligus peradaban, sudah terbukti.sebagaimana diketahui sejak tahun 1966 telah mengesahkan perjanjian internasional tentang hak hak ekonomi, social, dan kultural/international covennanet on economic, social, and cultural lights (ICESCR)/kovenan EKOSOB. Sampai sekarang udah ada 142 negara yang meratifikasi satu jumlah yang cukup meyakinkan/ membanggakan, sekaligus merupakan indikasi sifat atau karakter universal pentingnya nilai budaya di kalangan umat manusia. Karena telah diterima oleh lebih dari 100 negara, sebagian ahli hukum hak asasi manusia internasional, terutama Lois B. Sohn dan Browlie, perjanjian yang demikian itu telah memiliki kedudukan sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional (international customary law). Ia mengikat setiap negara dengan atau tanpa ratifikasi (Ifdhal Kasim, 3: 2003).
.
Hak ekonomi, sosial, dan budaya merupakan hak hak positif (positive right). Sebagai hak positif, maka hak ekonomi, social,cultural tak dapat dituntut dimuka pengadilan (nonjusticiable). Namun secara politis negara tetap bertanggung jawab. Adanya hak hak ekosok menuntut taanggung jawab negara (obligations of results). Sedangkan hak-hak sipil dan politik menuntut tanggungjawab negara dalam bentuk obligations of conduct. Kovenan tentang hak sipil dan politik tertuang didalam Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR)/Kovenan SIPOL. Menurut istilah Komisi Hukum Intenasional, hak sipil dan politik menuntut tanggung jawab negara dalam bentuk obligation of conduct. Untuk memenuhi hak ekosoc warga masyarakat harus melakukan langkah-langkah konkret untuk memenuhi kebutuhan tersebut. positif rights dalam arti kewajiban positif negara menyusun perencanaan dan pelaksanaan berikut evaluasinya di bidang ekosok. Karena hak asasi tersebut milik rakyat, seharusnya masyarakat lewat LSM didengar keinginannya, tidak cukup lewat wakil-wakil rakyat di DPR.
.
HAM yang dimiliki manusia adalah karena ia adalah manusia, bukan karena belas kasih yang selalu mengharapkan pertanggungjawaban pihak lain untuk menegakkannya. Setiap hak mengandaikan adanya kewajiban (correlativeobligation) dan pihak yang berkewajiban. Tanpanya, tidak ada pihak yang bisa dituntut untuk memenuhi hak, dalam hal ini, pihak yang harus dibebani kewajiban adalah negara. (A. Pradjasto, 2003: 3).
.
Fakta hukum membuktikan bahwa belum semua hak asasi manusia dipenuhi oleh pemerintah, terutama hak ekonomi, social, dan kultural. Karenanya, kemauan politik berupa keputusan dan kebijakan pemerintah harus diambil sebanding dan seimbang dengan kebijaksanaan atas politik dan social.
.
Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebuah pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia sebagai bangsa sekaligus para pribadi anak bangsa yang bermakna keadilan, kepastian, kebebasan, persamaan, dan kedaulatan yang diharapkan menjadi angina segar untuk menikmati dan menemukan kembali hak asasinya yang direnggut oleh penjajah selama 3,5 abad.
.
Wujud dari keinginan menegakkan HAM tersebut taka da pilihan lain, kecuali mengusir penjajah, merebut kemerdekaan, dan mendirikan negara dalam satu bingkai pemerintahan yang bertumpu pada system politik demokrasi dan hukum. Pembukaan UUD 1945 membuktikan kebenaran ini. Karenanya, terciptanya keadilan, kemakmuran, persatuan, dan juga antipenjajahan sebagaimana tertuang pada pembukaan UUD 1945 tersebut wajib diikuti oleh semua pejabat/apparat yang ada.
.
Untuk menggapai tujuan tersebut, pandangan Prof. Sutjipto mendambakan sewakut-waktu kelak, kita di Indonesia berhukum dengan hukum yang hidup.
.

B. HAM dalam Hukum Positif

Menurut Del Vaschio, manusia adalah “homo iuridicus” (manusia hukum), karena sebagaimana diketahui hukum ada dimana-mana. Hukum dan manusia sepanjang hidupnya tidak akan pernah dapat dipisahkan kalua kita ingin hidup aman, tenteram, damai, adil, dan makmur.
.
Hukum ada di mana-mana, tidak berada di ruang hampa, hukum hidup bersama-sama sub system social yang lain, menerobos masuk ke seluruh kehidupan manusia, baik dari hal yang elementer, sederhana, maupun kedalam hal yang paling dalam dan fundamental. Oleh karena itu kerja hukum beragam cara, mulai dengan cara yang paling “lembut” sampai yang paling “keras”.
.
Kelembutan hukum ditandai dengan beberapa istilah, antara lain musyawarah, perjanjian, itikad baik, dan sebagainya. Sedangkan wajah hukum yang keras antara lain adalah hukum mati, penjara seumur hidup, zakelijk/tidak kenal lawan, dan sebagainya. Namun meskipun begitu, hukum mengatur, memaksa, dan memberi sanksi demi tegaknya ketertiban dalam tata kehidupan masyarakat.
.
Memperhatikan hukum positif suatu negara, tidak dapat dilepaskan dengan system hukum yang berlaku di negara tersebut. Karena itu dasar negara Pancasila, ditambah pembukaan UUD 1945, terutama alenia pertama yang menyatakan : “kemerdekaan ialah hak segala bangsa serta penjajahan harus dihapuskan; serta alenia kedua : “kemerdekaan negara mengantarkan rakyat merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”, mengindikasikan Indonesia adalah negara demokrasi, menjunjung tinggi supremasi hukum, serta menghormati/menjunjung tinggi hak asasi manusia. Apa yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945 adalah arah dan politik hukum dalam tatanan makro, kemudian diformalkan dalam bentuk peraturan perundangan oleh lembaga politik/DPR dan dioperasionalkan oleh pejabat/apparat negara dalam bentuk peraturan pemerintah dan peraturan lainnya sebagai pegangan para birokrat.
.
Oleh karena itu, dasar negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang keputusan dan pilihan bapak-bapak pendiri bangsa (the founding fathers), wajib menjadi pegangan setiap pemerintahan didalam mengisi kemerdekaan, khususnya yang terkait dengan hak asasi manusia. Disitulah jantung dan nafas perjuangan bangsa, disitulah politik hukum dan pilihan hukum yang tidak dapat ditawar-tawar oleh siapapun, yaitu membangun demokrasi dan penegakan hukum, vinito.
.
Beberapa pasal yang perlu diangkat antara lain adalah hak hidup, Pasal 9: “(1) setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya; (2) setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, sejahtera lahir dan batin; (3) setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”.
.
Kewajiban Dasar Manusia, pasal 67: ‘setiap orang yang ada di wilayah negara Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia”. Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah, pasal 71: “pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”.
.
Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan kajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia [UU No. 39/1999 pasal 1 (7)]. Komnas HAM pada awalnya dibentuk lewat KepPres No. 50 Tahun 1993 dengan tugas antara lain “membantu pengembangan kondisi kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna mendukung terwujudnya pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya”. Kemudian Keppres tersebut diintegrasikan kedalam UU No. 39/1999.
.
Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan:
  1. Perdamaian kedua belah pihak.
  2. Penyelesaian perkara melalui ara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.
  3. Pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan.
  4. Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya.
  5. Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada DPR RI untuk ditindaklanjuti.
Ruang lingkup kewenangan pengadilan HAM, meliputi pelanggaran HAM berat.
  • Kejahatan genosida (is a new name for an old crime)
Ialah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk mengahncurkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnik, agama, dengan cara:
  1. Membunuh anggota kelompok.
  2. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok.
  3. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruhnya maupun sebagiannya.
  4. Memaksakan tindakan yang bertujuan untuk mencegah kelahiran didalam kelompok.
  5. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lainnya.
  • Kejahatan kemanusiaan
Ialah perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistematis yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil, berupa:
  1. Pembunuhan.
  2. Pemusnahan.
  3. Perbudakan.
  4. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
  5. Perampasan kemerdekaan/kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok hukum internasional.
  6. Penyiksaan.
  7. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk kekerasan seksual lain yang setara.
  8. Penganiayaan kelompok tertentu atas dasar persamaan paham dalam politik, ras, kebangsaan, etnik, budaya, agama, jenis kelamin, atau lainnya yang telah diakui secara universal seagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
  9. Penghilangan orang secara paksa.
  10. Kejahatan apartheid.
Pembentukan UU pengadilan HAM, memiliki pertimbangan sebagai berikut.
  1. Pelanggaran HAM berat merupakan extraordinary crimes yang berdampak luas bukan merupakan tindak pidana yang diatur dalam KUHP serta menimbulkan kerugian baik materiil maupun immaterial.
  2. Terhadap pelanggaran HAM tersebut perlu dilakukan langkah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan yang bersifat khusus.
Kekhususan dalam penanganan pelanggaran HAM berat ialah sebagai berikut.
  1. Diperlukan penyelidikan dengan membentuk tim ad hoc, penyidik ad hoc, penuntut ahoc, dan hakim ad hoc.
  2. Diperlukan penegasan bahwa penyelidikan hanya dilakukan oleh Komnas HAM.
  3. Diperlukan ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu untuk melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan.
  4. Diperlukan ketentuan mengenai perlindungan korban dan saksi.
  5. Diperlukan ketentuan yang menegaskan tidak ada kadaluwarsa bagi pelanggaran HAM berat.
Untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat sebelum berlakunya Undang-undang No. 26 Tahun 2000, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Asas komisi ini ialah kemandirian, bebas, tidak memihak, kemaslahatan, keadilan, kejujuran, keterbukaan, perdamaian, dan persatuan bangsa. (pasal 2 UU No. 27/2004).
.
Tujuan pembentukan Komisi ini adalah:
  1. Menyelesaikan pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa lalu diluar pengadilan, guna mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa.
  2. Mewujudkan rekonsiliasi dan persatuan nasional dalam jiwa saling pengertian. (pasal 3 UU No. 27/2004).
Tugas komisi antara lain:
  1. Menerima pengaduan dari pelaku, korban, atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya.
  2. Melakukan penyelidikan dan klarifikasi atas pelanggaran HAM berat.
  3. Memberikan rekomendasi kepada presiden dalam hal permohonan amnesti.
  4. Menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah dalam hal pemberian kompensasi dana tau rehabilitasi.
  5. Menyampaikan laporan tahunan tentang pelaksanaan tugas dan wewenang yang terkait dengan perkara yang ditanganinya kepada Presiden dan DPR dengan tembusan kepada MA.
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) merupakan komisi yang diharapkan mampu memecahkan pelanggaran HAM berat. Oleh karena itu KKR menjadi komisi yang sangat penting untuk “mempersatukan” anak bangsa, akibat pelanggaran HAM. KKR yang dibbentuk oleh pemerintah bertugas untuk menyelesaikan kasus kejahatan HAM berat lewat pendekatan non yudisial (out court system). Disamping itu, berkembang pula teori keadilan lain, yaitu progressive justice, satu bentuk keadilan yang tidak bertumpu pada UU. Hakim harus berfikir progresif atau maju.
.
MK pada tanggal 7 Desember 2006 melalui SK Nomor 06/PUU-IV/2006 memutuskan bahwa UU No. 27 tahun 2004 tentang KKR tidak memperoleh kekuatan mengikat. Dengan demikian, keberadaan KKR telah “tamat”.
.
Dalam pelanggaran HAM, atas perintah ketentuan pasal 34 Ayat (1) UU Nomor 26/2000: “setiap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, terror, dan kekerasan dari pihak manapun. Ayat (3): “ketentuan mengenai cara perlindungan terhadap korban dan saksi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah”.
.
Sebagaimana diketahui, dalam dunia hukum, peranan bukti, keterangan saksi, disamping bukti lainnya, antara lain keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa memegang kunci didalam mencari dan menemukan keadilan. Pentingnya saksi diatur pula secara jelas didalam pasal 184 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Disamping itu, keyakinan hakim sendiri menjadi penting. Dengan adanya perlindungan tersebut, para saksi dan korban akan menjadi tenang dan tidak khawatir ada ancaman lahir maupun batian (mental cruelty) sepanjang hidupnya. Justru, ketenangan tersebut adalah bagian dari hak asasi yang dilindungi oleh negara dan dilaksanakan oleh pemerintah.

NEXT PAGE

FIRST PAGE

Komentar