C. Dari Komisi (Sekarang Dewan) HAM PBB
Pasca perang dunia ke II, menyisakan banyak penjahat perang yang tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Lewat Deklarasi HAM Universal 10 Desember 1948, Konvensi Genosida 1949, Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik/SIPOL, Konvenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, Budaya/EKOSOP, dan Protokol Opsional tentang Hak-hak Sipil dan Politik serta berbagai protocol dan konvenan lainnya dirasakan belum efektif.
.
Karena itu, dari tahun 1946-1976 disebut “tahun suram” penegakan HAM, walau sudah memiliki Duham dan konvensi lainnya seperti disebut diatas, termasuk konvensi anti perbudakan dan apartheid, tetapi pelanggaran HAM masih banyak terjadi.
.
Ada kesan, negara yang menang perang enggan mengadili warganya yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM berat. Komisi HAM kurang berani bertindak sehingga tidak efektif, hal inimerupakan cacatkomisi yang paling menonjol (G. Robertson, 2000: 59). Anggotanya berjumlah 30 orang dan hanya wakil-wakil pemerintah, karenanya langkah-langkah politik ditempuh terus.
.
Komisi HAM, komite HAM, dan Komisi Penghapusan Diskriminasi Rasial serta beberapa organ PBB lainnya mempunyai fungsi memantau kemajuan dengan menerima laporan seara teratur, yaitu setiap lima tahun atau lebih dari negara-negara para pihak. Hal ini memberi kesempatan pada public untuk melihat bagaimana laporan wakil-wakil negara mereka dipertanyakan. Tidak ada pemeriksaan terus menerus atau bentuk pemeriksaan silang. Komisi HAM berupaya menghindari kritikan dalam laporan-laporannya atas negara anggotanya, seperti pasal 40 konvensi mengizinkan mereka untuk membuat komentar umum yang dipandang tepat. Umumnya komentar tersebut tidak kritis dan tidak ditulis secara spesifik, serta tidak lugas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang paling mengerikan, tapi hanya dicatat dengan kata-kata penyesalan atau kekecewaan suatu ungkapan perhatian yang dalam. Sejak tahun 1992, komisi lebih sedikit efektif dengan meminta laporan tambahan dengan mengadopsi kesimpulan-kesimpulan dari laporan-laporan negara. Padahal sebelumnya hal itu dapat dilakukan dengan adanya komisi (G. Robertson 2000: 64-65).
.
Kasus kejahatan HAM yang bertubi-tubi dalam berbagai belahan dunia merupakan pintu masuk untuk segera mendirikan lembaga yang berwenang mengadili kejahatan HAM berat. Pembentukan pengadilan kejahatan internasional yang disahkan pada tanggal 17 Juli 1998 di Roma mempunyai kekuatan tetap karena sudah diratifikasi oleh lebih dari 60 negara. Keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari kondisi yang ada sebelumnya, juga kuatnya tuntutan kemanusiaan yang dikemukakan oleh para filsuf.
.
Karena itu, dokumen PBB akhir di KTT PBB tahun 2005 sepakat mengganti UN Human Rights Comission (Komisi HAM PBB) dengan UN Human Rights Council (Dewan HAM PBB) yang beranggotakan 47 negara dan dipimpin oleh Jan Eliasson (menggantikan Makarim Wibisono) dengan wewenang yang lebih luas.
.
Isi utama yang disepakati adalah:
- Membentuk sebuah badan baru untuk membantu negara-negara bangkit dari konflik. Ketidak cocokan terjadi dalam masalah kontrolnya, dilakukan oleh DK PBB atau oleh MU PBB.
- Menyerukan negara-negara untuk memikirkan intervensi dalam kasus genosida/pembantaian etnis. Tujuannya untuk mencegah negara-negara melakukan kejahatan genosida.
- Mengutuk terorisme dalam segala bentuknya (majelis umum PBB 14 September 2005).
Fungsi dewan HAM PBB adalah sebagai pengawas yang membongkar kasu-kasus pelanggaran HAM di muka bumi, disamping membantu negara anggota menyusun undang-undang tentang HAM.
.
Diharapkan negara-negara anggota Dewan HAM tersebut dapat membangun politik yang lebih demokratis dengan memerhatikan perlindungan hukum, dimana pada akhirnya HAM di negara masing-masing semakin baik pula. Dewan HAM PBB dipimpin oleh Louise Arbour.
.
Dewan HAM didirikan berdasarkan Resolusi MU PBB nomor 60/251 tanggal 15 Maret 2006 dan dibentuk tanggal 9 Mei 2006. Dewan Ham menggantikan Komisi HAM PBB yang berada di bawah Dewan Ekonomi Sosial PBB. Genewa merupakan tempat keberadaan kantor pusat Dewan HAM. Genewa menawarkan solusi agar menjadikan HAM sebagai ideologi universal.
.
D. Contoh Pelanggaran HAM di Indonesia (Kasus Nike di Indonesia)
Ada 30 ribu buruh Indonesia (pada masa 80-90an) yang bekerja di pabrik untuk memproduksi sepatu kesohor seperti: NIKE, Reebok, LA Gear, dan Kicker, yang di ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa. Mayoritas pemilik pabrik tersebut berkebangsaan Korea dan Taiwan yang memperoleh lisensi dari pemilik merk itu.
.
Meningkatlah kasus pelanggaran HAM terhadap buruh Indonesia kala itu karena ditelantarkan. Nike misalnya, yang hanya membayar upah buruh sekitar Rp. 7.700,- atau USD 0,90 per hari (pada masa 80-90an). Padahal mereka dapat membayar USD 20 juta per tahun untuk Michael Jordan, dan USD 180 juta per tahun untuk iklan.
.
Parahnya para kaum elit negeri ini justru menggunakan Nike sebagai sponsor di setiap perhelatan olahraga, pertunjukkan kesenian, bahkan kampanye politik. Orang Indonesia yang membuat sepatu itu, orang Indonesia juga yang mengonsumsinya. Tanpa sadar mereka (kaum elit) telah menindas dan menginjak-injak buruh Indonesia. Buku ini oleh Suziani ditulis agar kita mau peduli akan nasib buruh di Indonesia.
.
Tujuan buku ini agar dapat melakukan pemantauan dan mengontrol perusahaan yang menyimpang, agar menerapkan pedoman perilaku perusahaan sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan, demi perbaikan perburuhan. Tujuan lainnya juga untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian para konsumen, agar mereka dapat selektif dalam memilih suatu produk.
.
Pada tahun 80an terjadi relokasi sejumlah perusahaan multinasional ke Indonesia. Hal ini disebabkan dua faktor, yakni faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong ialah cepatnya pertumbuhan tingkat upah di negara-negara industri sehingga mereka (perusahaan multinasional) berusaha mencari negara dengan upah yang sangat minimun, yakni Indonesia.
.
Faktor penariknya ialah upah yang rendah, ‘stabilitas’ pemerintah dalam mengontrol buruh, dan pemberian kesempatan bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satunya Nike sebagai investor asing datang ke Indonesia dan menjadikan negara ini sebagai negara pengekspor sepatu terbesar (pada masa 80-90an).
.
Berdasarkan monitoring yang dilakukan ISMN (Indonesian Sportshoes Monitoring Network), Sub kontaktor Nike seringkali mengabaikan Code of Conduct (gampangnya kontrak kerja), sehingga menimbulkan persoalan yang berupa penyimpangan terhadap HAM dan perlakuan tidak adil. Misalnya pemberian upah di bawah ketentuan padahal keuntungan yang diperoleh cukup besar, mempekerjakan anak-anak menjadi buruh, jam kerja panjang, kondisi kerja yang tidak sehat secara fisik maupun psikis, terjadinya pelecehan seksual, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada Pembukaan UUD 1945 alinea 1 sudah menyatakan bahwa Indonesia tidak setuju dengan kolonialisme. HAM di Indonesia bersumber pada Pancasila. Maksudnya adalah bahwa dalam melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung di dalam Pancasila. Karena pada dasarnya tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara mutlak tanpa memperhatikan hak orang lain.
.
Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan orang lain, maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi dan mengakui hak asasi manusia.