Coretan ini bersumber dari karya tulisan Dudung Abdullah yang berjudul: Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, yang ditulis olehnya pada Desember 2016. Ia merupakan salah satu mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang.
.
Luasnya daerah-daerah Indonesia yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, dan tebagi-bagi menjadi atas beberapa provinsi, menandakan adanya hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, untuk mempermudah kinerja Pemerintah Pusat. Maka dalam hal pembagian kekuasaan digunakanlah suatu asas yang disebut asas otonomi sebagaimana Pasal 18 ayat (2) UUD 1945. Dalam perkembangannya, sejak kemerdekaan hingga tulisan ini ditulis, Indonesia telah menerbitkan 9 undang-undang terkait kewenangan Pemerintah Daerah.
.
Pemerintah (Government) memiliki dua pengertian, yakni: secara luas dan secara sempit. Pemerintah dalam arti luas terdiri dari badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sedangkan dalam arti sempit hanya terdiri dari badan eksekutif berupa Kabinet Pemerintahan, karena sebagai penyelenggara administrasi negara dan bertanggung jawab atas tata kelola pemerintahan.
.
Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden Republik Indonesia dan para menteri. Sedangkan pengertian Pemerintahan Daerah dalam perkembangannya mengalami perubahan-perubahan.
.
Menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah (Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah) dan DPRD dengan asas Desentralisasi (wewenang politik dan administrasi berada di tangan Daerah Otonom dan Perangkat Daerah Otonom, bukan di pusat).
.
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah daerah (gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah) dan DPRD dengan asas otonomi dan tugas pembantuan.
.
Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah daerah (kepala daerah sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom) dan DPRD dengan asas otonomi dan tugas pembantuan.
.
Dalam masyarakat primitif, pemerintah daerah terendah adalah kepala desa atau kepala suku. Nama umum pemerintah daerah meliputi: negara bagian, provinsi, region, departemen, country, prefektur, distrik, kota, town, township, borough, parish, munisipalitas, shire dan desa. Di Indonesia sebagiamana dalam Pasal 18 UUD 1945 telah mengatur wilayah negara kesatuan RI menjadi provinsi yang kemudian dibagi lagi menjadi kabupaten atau kota.
.
UU tentang Pemerintahan Daerah pada Masa Orde Lama
1. UU Nomor 1 Tahun 1945
UU ini mengatur tiga jenis daerah di Indonesia, yakni: Karesidenan, Kabupaten, dan kota dengan menggunakan pola Desentralisasi. Akan tetapi dalam prakteknya justru menggunakan pola sentalistik, dan banyak DPRD yang tidak mengetahui tugas dan wewenangnya. Maka dari itu UU ini hanya berlaku selama tiga tahun saja.
.
2. UU Nomor 22 Tahun 1948
UU ini mengatur tiga jenis daerah di Indonesia, yakni: Provinsi, Kabupaten (Kota Besar), dan Desa (Kota Kecil). UU ini lebih detail dalam mengatur pemerintahan daerah. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 2 yang menyatakan bahwa:- Pemerintah Daerah terdiri dari DPRD dan DPD
- Ketua dan Wakil DPRD dipilih oleh dan dari Anggota DPRD
- Kepala Daerah menjabat Ketua dan Anggota DPD
.
3. UU Nomor 1 Tahun 1957
Di dalam UU ini pembedaan wilayah diatur dengan tingkatan, misalnya: DPRD Tingkat I (meliputi daerah provinsi), DPRD Tingkat II (meliputi daerah kabupaten atau kotamadya), apabila tidak disebutkan tingkatannya, berarti daerah tersebut adalah daerah swantara atau daerah istimewa.
.
Ada beberapa karakteristik sistem pemerintahan daerah dalam UU ini. Pertama, otonomi bersifat otonomi riil, yang artinya banyak sedikitnya fungsi atau urusan yang diserahkan kepada daerah otonom didasarkan pada kepentingan dan kemampuan daerah bersangkutan.
.
Kedua, hubungan daerah dengan pusat atau hubungan antara daerah diatur sedemikian rupa sehingga tetap dalam kerangka NKRI, dan tidak boleh mengakibatkan rusaknya hubungan pusat dengan daerah maupun daerah dengan daerah lainnya.
.
Ketiga, organisasi pemerintah daerah tetap terdiri atas dua lembaga, yakni DPRD (selaku lembaga eksekutif) dan DPD. Dalam UU ini kepala daerah dipilih dan dapat diberhentikan oleh DPRD. Keempat, dari kesimpulan karakteristik ketiga; kekuasaan, tugas, dan wewenang DPRD dalam UU ini semakin besar dan luas.
.
4. UU Nomor 18 Tahun 1965
Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang kembali mempergunakan UUD 1945 sebagai konstitusi negara, maka peraturan perundang-undangan sebelumnya, yang mendasarkan pada konstitusi yang lama, jelas tidak sesuai lagi. Maka dari itu UU ini dibuat untuk memperbaiki UU sebelumnya terkait Pemerintahan Daerah.
.
Dalam UU ini pembedaan wilayah juga diatur dengan tingkatan, sebagaimana UU sebelumnya, yakni: Daerah Tingkat I untuk daerah Provinsi dan/atau Kota Raya, Daerah Tingkat II untuk daerah Kabupaten dan/atau kotamadya, Daerah Tingkat II untuk daerah kecamatan dan/atau kotapraja. Ketiga daerah tingkatan ini berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
.
Di dalam UU ini pimpinan DPRD mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah. Ketentuan ini jelas bertentangan dengan pembagian kekuasaan, dimana antara kepala daerah dan DPRD kedudukannya sederajad. Hampir semua kekuasaan, tugas, dan kewajiban DPRD dilimpahkan kepada kepala daerah.
.
UU tentang Pemerintahan Daerah Era Orde Baru-Sekarang
1. UU Nomor 5 Tahun 1974
.Pada UU ini mengutamakan pembangunan ekonomi yang berasaskan trilogi pembangunan waktu itu, yakni: stabilitas yang makin mantap, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan pemerataan kegiatan pembangunan dan hasil-hasilnya.
.
UU ini memberikan kepala daerah peran dan kekuasaan yang besar karena konsentrasi kekuasaan ada pada kepala daerah. Kedudukan kepala daerah menjadi sentral dan dominan, bahkan kepala daerah biasa disebut sebagai “penguasa tunggal”.
.
Kepala daerah tidak bertanggung jawab kepada DPRD, tetapi secara hierarki kepada presiden. Kepala daerah memberikan keterangan kepada DPRD tentang pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan selama setahun sekali, tetapi DPRD tidak dapat melakukan hak angket (equate) yang dapat meluruskan kepala daerah (jika terjadi penyimpangan).
.
Dalam UU ini dapat disimpulkan bahwa kepala daerah menjadi boneka Pemerintah Pusat (Presiden) untuk mengamankan setiap kebijakan pemerintah di daerah. Pemerintah Daerah sudah bukan lagi institusi otonom yang menjadi saluran aspirasi rakyat, melainkan wakil Pemerintah Pusat di daerah. Pemerintah Pusat mendominasi, sedangkan rakyat menjadi lemah. Dapat disimpulkan bahwa UU ini sangat sentralistik.
.
2. UU Nomor 22 Tahun 1999
Pada UU ini Pemerintah Daerah diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang semakin besar. Mereka mengatur atau mengurus semua bidang pemerintahan kecuali enam kewenangan, sebagaimana di dalam Pasal 7 ayat 1 dan 2 Bab IV UU ini yaitu: bidang politik luar negeri, bidang pertahanan dan keamanan, bidang peradilan, bidang moneter dan fiskal, bidang agama, dan kewenangan (urusan) bidang lain (kewenangan yang terakhir ini diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat namun dapat dilimpahkan kepada Gubernur, yang merupakan wakil Pemerintah Pusat di wilayah Administrasi Provinsi).
.
Pada UU ini juga DPRD diberikan tugas, hak, dan wewenang yang sangat luas dan bernuansa parlementarian. Di samping itu, kepala daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban kepada DPRD setiap akhir tahun anggaran. Ketentuan tersebut membuka peluang terjadinya penolakan oleh DPRD yang dapat berujung pada upaya pemberhentian (empeachment) terhadap kepala daerah.
.
3. UU Nomor 32 Tahun 2004
Perbedaan antara UU Nomor 22 Tahun 1999 dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah berikut:UU Nomor 22 Tahun 1999 | UU Nomor 32 Tahun 2004 |
DPRD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Daerah. | DPRD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. |
Pemilihan kepala daerah melalui perwakilan (DPRD). | Pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat. |
Desentralisasi merupakan titik berat otonomi daerah. | Desentralisasi dilaksanakan bersamaan dengan tugas pembantuan. |
DPRD berkedudukan sebagai Lembaga Legislatif. | DPRD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, dan mitra pemerintah daerah. |
Peranan dominan dipegang oleh Lembaga Legislatif Daerah (Legislative Heavy). | Menggunakan prinsip check and balances antara Pemda dengan DPRD. |
Menggunakan sistem terpisah (separated system). | Mengunakan mixed system, dengan memadukan antara integrated system dengan separated system. |
Pertanggungjawaban ke samping kepada DPRD. | Pertanggungjawaban kepada konstituen, yakni Pusat Laporan DPRD Keterangan Rakyat Informasi. |
.
4. UU Nomor 23 Tahun 2014
Dalam UU ini dijelaskan bahwa ada tiga urusan pemerintahan, yaki: urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum (Pasal 9 ayat 1). Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat (Pasal 9 ayat 2).
.
Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten atau kota. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksana Otonomi Daerah (Pasal 9 ayat 3 dan 4).
.
Sedangkan urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden selaku kepala pemerintahan (Pasal 9 ayat 5). Apa saja yang termasuk urusan pemerintahan absolut ialah: politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, moneter, yustisi, dan fiskal dan agama (Pasal 10 ayat 1).
.
Urusan pemerintahan absolut dapat dilimpahkan kewenangannya kepada instansi vertikal dan wakil pemerintah pusat di daerah, yakni gubernur yang berdasarkan asas dekonsentrasi. Dilihat dari isinya, UU ini seimbang dalam arti tidak cenderung desentralisasi dan sentralisasi.Dari beberapa penjelasan diatas, dalam praktiknya terdapat tarik-menarik kepentingan (spanning of interest) antara kedua satuan pemerintahan. Ada empat faktor yang menentukan hubungan pemerintah pusat dan daerah, yakni: hubungan kewenangan, hubungan keuangan, hubungan pengawasan, dan hubungan yang timbul dari susunan organisasi pemerintahan di daerah.Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah - Dudung Abdullah
.
Kewenangan berasal dari kata “wewenang” yang dalam bahasa hukum berbeda dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat, atau kekuasaan adalah kemampuan untuk melaksanakan kehendak. Dalam hukum kehendak itu berupa wewenang sekaligus hak dan kewajiban (rechten en plichten).
.
Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, hak adalah kekuasaan untuk mengatur sendiri (selfregelen) dan mengelola sendiri (self besturen). Sedangkan kewajiban memiliki dua pengertian, yakni secara horizontal (kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya) dan vertikal (kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintah negara secara keseluruhan).
.
Berdasarkan Pasal 1 UUD 1945, Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Wolhof berpendapat bahwa di dalam negara kesatuan, semua kekuasaan pemerintahan ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusatlah yang menentukan bentuk dan susunan pemerintahan daerah otonom. Tujuan model desentralisasi adalah untuk mencegah dominasi kewenangan pemerintah pusat.
.
Menurut Clarke dan Stewart model kewenangan pemerintah pusat dan daerah dibagi menjadi tiga model, yakni: model relatif, model agensi, dan model interaksi. Model relatif memberikan kebebasan pada pemerintah daerah dalam kutip kerja kekuasaan dan kewajiban yang ditentukan. Hubungan pemerintah pusat dan daerah diatur di dalam peraturan perundang-undangan dan pengawasannya dibatasi. Dalam model relatif, pemerintah daerah dapat membuat kebijakan yang berbeda dengan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
.
Model agensi adalah pemerintah daerah sebagai agen untuk melaksanakan kebijakan pemerintah pusat. Gampangnya pemerintah daerah menjadi boneka pemerintah pusat. Sedangkan model interaksi adalah hubungan antara pemerintah pusat dan daerah yang penekanannya ada pada mana yang lebih mengutungkan.
.
Dalam Pasal 7 UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah berbunyi:“Daerah berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”Konsep UU ini menggunakan model relatif. Akan tetapi dalam praktiknya konsep UU ini cenderung menggunakan model agensi. Hal ini dikarenakan pemerintah daerah pada masa itu (Orde Baru) hanya menjadi kepanjangan tangan pemerintah pusat untuk menerapkan kebijakannya. Kesannya “sentralistik” dalam penyelenggaraannya. Ada tiga prinsip dasar yang dianut oleh UU Nomor 5 Tahun 1974, yakni: desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Namun prakteknya cenderung dominan ke prinsip dekonsentrasi.
.
Dalam Pasal 17 UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah berbunyi:“Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.”Konsep UU ini cenderung menggunakan model relatif, karena Pemerintah Daerah diberikan kewenangan tetapi tetap dibatasi.
.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa:“Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945.”UU ini mengandung prinsip desentralisasi dan dekonsentrasi, yang artinya menggunakan model relatif (desentralisasi) dan model agensi (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). UU Nomor 23 Tahun 2014 isinya hampir sama dengan UU ini.
.
Menurut Bagir Manan penyelenggaraan pemerintah di Indonesia ada tiga proses, yakni:- Sentralisasi, yakni perlimpahan wewenangan oleh pemerintah kepada Gubernur selaku wakil pemerintah. Kalau menurut Sirajuddin dan Winardi, pemusatan kewenangan pemerintah ada pada pemerintahan pusat.
- Desentralisasi, yakni penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan.
- Tugas Pembantuan (Medebewind), yakni penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten atau kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten atau kota kepada desa untuk melakukan tugas tertentu.
- Tabel untuk browser komputer atau laptop:
Asas | Wewenang Politik | Wewenang Administrasi | Sumber Keuangan | ||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Pusat | Daerah Otonom | Perangkat Pusat di Pusat | Perangkat Pusat di Wilayah Administrasi | Perangkat Daerah Otonom | APBN | APBD | |
Sentralisasi | X | - | X | - | - | X | - |
Dekonsentrasi | X | - | - | X | - | X | - |
Tugas Pembantuan | X | - | - | - | X | X | - |
Desentralisasi | - | X | - | - | X | - | X |
Asas | Sentralisasi | Dekonsentrasi | Tugas Pembantuan | Desentralisasi | |
---|---|---|---|---|---|
Wewenang Politik | Pusat | X | X | X | - |
Daerah Otonom | - | - | - | X | |
Wewenang Administrasi | Perangkat Pusat di Pusat | X | - | - | - |
Perangkat Pusat di Wilayah Administrasi | - | X | - | - | |
Perangkat Daerah Otonom | - | - | X | X | |
Sumber Keuangan | APBN | X | X | X | - |
APBD | - | - | - | X |
- Tabel untuk browser handphone:
Asas | Wewenang Politik | Wewenang Administrasi | Sumber Keuangan | ||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Pusat | Daerah Otonom | Perangkat Pusat di Pusat | Perangkat Pusat di Wilayah Administrasi | Perangkat Daerah Otonom | APBN | APBD | |
Sentralisasi | X | - | X | - | - | X | - |
Dekonsentrasi | X | - | - | X | - | X | - |
Tugas Pembantuan | X | - | - | - | X | X | - |
Desentralisasi | - | X | - | - | X | - | X |
Asas | Sentralisasi | Dekonsentrasi | Tugas Pembantuan | Desentralisasi | |
---|---|---|---|---|---|
Wewenang Politik | Pusat | X | X | X | - |
Daerah Otonom | - | - | - | X | |
Wewenang Administrasi | Perangkat Pusat di Pusat | X | - | - | - |
Perangkat Pusat di Wilayah Administrasi | - | X | - | - | |
Perangkat Daerah Otonom | - | - | X | X | |
Sumber Keuangan | APBN | X | X | X | - |
APBD | - | - | - | X |
.
Kesimpulan
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan pemerintah pusat dan daerah terjadi fluktuatif sesuai dengan berlakunya peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Ketika sentralistik tidak menguntungkan, maka perubahan pada aturan selanjutnya akan lebih desentralisasi, begitu juga sebaliknya.
.
Perubahan-perubahan yang terjadi inilah yang menandakan bahwa negara ini belum menemukan format aturan yang ideal dan menguntungkan (rakyat) antara pemerintah pusat dan daerah. Diperlukan perspektif yang berkepastian hukum dan berkeadilan dalam hubungan pemerintah pusat dan daerah yang fundamental sehingga pembangunan nasional dapat dipercepat.