.
.
Dalam negara hukum, jaminan perlindungan hak asasi manusia merupakan ciri mutlak yang harus ada di setiap negara. Bahkan, jaminan-jaminan tersebut harus tercantum dengan tegas di dalam konstitusi atau undang-undang dasar. Namun sebelum itu, ide mengenai jaminan hak-hak asasi manusia dimulai sejak abad ke-13. Pada tahun 1215 telah ditanda tangani Magna Charta oleh Raja John Lackland. Momen tersebut merupakan awal permulaan sejarah perjuangan hak asasi manusia, dan merupakan perlawanan Raja John Lackland terhadap kaum bangsawan dan gereja. Walaupun pada masa itu, isi Magna Charta tidak melindungi hak-hak kaum budak.
.
Pada tahun 1628 muncul Petition of Right yang ditanda tangani Raja Charles I. Waktu itu Raja Charles berhadapan dengan parlemen yang terdiri dari utusan rakyat (House of Commons). Pada tahun 1689 Raja Willem III menandatangani Bill of Right. Parlemen akhirnya dapat memenangkan pergolakan ini setelah enam puluh tahun lamanya memperjuangkan Bill of Right. Kemenangan parlemen (dan rakyat) pada masa itu biasa disebut the glorious revolution.
.
Kemudian gagasan tentang hak-hak asasi manusia mulai dikembangkan oleh para ahli, seperti: Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jacques Rousseau, dan lain-lain. Teori Thomas Hobbes mengarah ke pembentukan monarki absolut, sedangkan teori John Locke mengarah ke monarki konstitusional. Dalam teorinya, Thomas Hobbes menyatakan bahwa negara berhak mengatur hak-hak rakyatnya. Thomas Hobbes berpandangan bahwa manusia itu bagaikan binatang buas, makan akan lebih baik jika penguasa (pemerintah/negara) yang mengatur hak-hak tersebut.
.
Berbeda dengan Thomas Hobbes, John Locke berpandangan bahwa tidak baik jika manusia menyerahkan seluruh hak-haknya kepada penguasa. Negara disini hanya sebagai penjamin dan yang memberikan perlindungan kepada masing-masing individu. Negara bukan sebagai pengatur, hanya sebagai penjamin dan pelindung. Namun kelemahan dari teori John Locke ini ialah bahwa isi perjanjian hak-hak asasi manusia diambil berdasarkan suara terbanyak (mayoritas).
.
Pemikiran John Locke inilah yang kemudian menjadi landasan bagi pengakuan hak-hak asasi manusia di dalam Declaration of Independence Amerika Serikat yang disetujui oleh Kongres yang mewakili tiga belas negara yang bersatu pada tanggal 4 Juli 1776. Perjuangan ini dikarenakan rakyat Amerika Serikat yang merupakan orang Eropa sebagai imigran tertindas oleh Pemerintahan Inggris.
.
Di Perancis dalam menghadapi pemerintahan absolut Raja, Badan Konstituante, sebagai wakil dari rakyat seluruh Bangsa Perancis, telah melahirkan konstitusi untuk pertama kalinya di Perancis pada tanggal 13 September 1789 yang disebut Declaration des droit de I’homme et du citoyen.
.
Declaration des droit de I’homme et du citoyen banyak dipengaruhi oleh Declaration of Independence Amerika Serikat. Terutama berkat jasa La Fayatte, seorang warga negara Perancis yang ikut berperang di Amerika Serikat. Setelah Amerika Serikat berhasil mengeluarkan Declaration of Independence, La Fayatte membawa salinannya ke Perancis. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya deklarasi kedua negara tersebut banyak ditiru oleh negara-negara Eropa lainnya.
.
Kedua naskah deklarasi tersebut juga sangat berpengaruh pada Universal Declaration of Human Right yang dikeluarkan oleh PBB di Paris pada tahun 1948 dengan perbandingan suara 48 negara setuju. Dalam perkembangannya, berbagai instrumen hukum internasional diadopsikan oleh PBB:- Universal Declaration of Human Rights, 1948.
- Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide, 1965.
- International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination, 1965.
- International Convenant on Economic, Social, and Culture Rights, 1966.
- International Convenant on Civil and Political Rights, 1966.
- Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women, 1979.
- Convention againts Torture and other Cruel, Inhuman, and degrading Treatment or punishment, 1984.
- Convention on the Rights of the Child, 1989.
Hak-hak asasi manusia di Indonesia sudah diatur di dalam konstitusi sejak tahun 1945. Dalam UUD 1945, dalam pembukaannya alinea 1, merupakan bentuk dari keinginan bangsa Indonesia untuk berjuang menghadapi penjajahan yang telah merebut hak-hak manusia dengan harapan terciptanya kemanusiaan dan keadilan. Bukan hanya untuk bangsa Indonesia saja, melainkan ditujukan untuk seluruh bangsa di dunia.
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pembukaan UUD 1945 Alinea 1.”Konstitusi di Indonesia, seiring perkembangannya telah banyak mengalami pergantian. Dari UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, UUD 1945, dan sekarang UUD 1945 Amandemen. Namun sebelum itu, pada saat BPUPKI dibentuk, perdebatan tentang HAM dimulai. Soekarno berpendapat bahwa hak-hak warga negara tidak perlu dicantumkan di dalam konstitusi. Alasannya adalah karena menurut Soekarno jaminan perlindungan hak warga negara itu berasal dari Revolusi Perancis, yang merupakan basis dari faham liberalisme dan individualisme yang telah menyebabkan imperialisme dan peperangan antara manusia dengan manusia. Soekarno menginginkan sebuah negara yang berasaskan kekeluargaan atau gotong-royong. Berikut kutipan Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 15 Juli 1945 di BPUPKI:
“... saya minta dan menangis kepada tuan-tuan dan nyonya-nyonya, buanglag sama sekali faham individualisme itu, janganlah dimasukkan dalam Undang-Undang Dasar kita yang dinamakan ‘rights of the citizens’ yang sebagai dianjurkan oleh Repunlik Prancis itu adanya.”
“... Maka oleh karena itu, jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanya.”Sebaliknya, Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin justru bersikeras agar hak warga negara dicantumkan di dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar. Moh. Hatta setuju terkait penolakan liberalisme dan individualisme, tetapi beliau khawatir pemberian kekuasaan sepenuhnya kepada negara, dapat mendirikan sebuah negara yang otoriter. Berikut argumen Moh. Hatta:
“Tetapi satu hal yang saya kuatirkan kalau tidak ada satu keyakinan atau satu pertanggungan kepada rakyat dalam hukum dasar yang mengenai haknya untuk mengeluarkan suara, saya kuatir menghianati di atas Undang-Undang Dasar yang kita susun sekarang ini, mungkin terjadi suatu bentukan negara yang tidak kita setujui.”
“Sebab itu ada baiknya dalam satu pasal, misalnya pasal yang mengenai warga negara disebutkan di sebelah hak yang sudah diberikan juga kepada misalnya tiap-tiap warga negara rakyat Indonesia, supaya tiap-tiap warga negara itu jangan takut mengeluarkan suaranya. Yang perlu disebut disini hak buat berkumpul dan bersidang atau menyurat dan lain-lain. Tanggungan ini perlu untuk menjaga supaya negara kita tidak menjadi negara kekuasaan, sebab kita dasarkan negara kita kepada kedaulatan rakyat.”Moh. Yamin bersikeras menginginkan jaminan hak-hak warga negara dicantumkan di dalam konstitusi, apapun alasannya beliau tetap keras terhadap argumen-argumen yang menolak dicantumkannya hak-hak warga negara di dalam konstitusi. Berikut pidato beliau:
“Supaya aturan kemerdekaan warga negara dimasukkan dalam Undang-Undang Dasar seluas-luasnya. Saya menolak segala alasan-alasan yang dimajukan untuk tidak memasukkannya. Aturan dasar tidaklah berhubungan dengan liberalisme, melainkan semata-mata satu kesemestian perlindungan kemerdekaan, yang harus diakui dalam Undang-Undang Dasar,”Perdebatan berakhir. Pendapat Moh. Hatta dan Moh. Yamin diterima, yaitu untuk mencantumkan hak-hak warga negara ke dalam konstitusi, tetapi dengan terbatas. Maksud dari terbatas disini adalah “Hak Warga Negara” (“rights of citizens”) yang dicantumkan di dalam konstitusi, bukan “Hak Asasi Manusia” (“human rights”), yang menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia semenjak ia lahir sebagai manusia (“natural rights”). Artinya negara sebagai “regulator of rights”, bukan sebagai “guardian of human rights”.
.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 hasil bentukan BPUPKI pada bulan Juli 1945. Pada UUD 1945 terdapat 37 Pasal, ada lima pasal yang memuat ketentuan HAM, yaitu pasal 27, 28, 29, 30, dan 31.
.
Setelah kemerdekaan perdebatan seputar HAM di dalam persidangan Majelis Konstituante tidak kalah alotnya dengan perbincangan tentang ideologi negara dan sistem pemerintahan. Alotnya perbincangan tersebut dikarenakan adanya polarisasi ideologis peserta sidang di Majelis Konstituante dalam tiga kelompok, yakni: nasionalis, Islamis, dan sosialis; yang pada akhirnya menjadi dua kelompok yang saling bertolak belakang: Islamis dan sekularis.
.
Perdebatan di dalam persidangan Konstituante lebih sengit daripada perdebatan di BPUPKI. Perbedaan antara Konstituante dan BPUPKI adalah terletak pada Konstituante yang relatif menerima hak asasi manusia dalam pengertian natural rights. Konstituante telah berhasil menyepakati 24 hak asasi manusia yang akan disusun dalam satu bab pada konstitusi. Akan tetapi, Konstituante dibubarkan Soekarno, akibatnya kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai dikesampingkan.
.
Pembubaran Konstituante disertai dengan munculnya Dekrit Presiden (5 Juli 1959), yang mengharuskan Indonesia kembali ke UUD 1945. Maka status konstitusional hak asasi manusia yang telah ada di dalam Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 lenyap. Soekarno dengan rezim Demokrasi Terpimpinnya dapat digulingkan pada tahun 1966, diganti dengan era Orde Baru.
.
Pada masa Orde Baru, perdebatan terkait hak muncul pada sidang MPRS pada tahun 1968. MPRS telah membentuk panitia Ad Hoc Penyusunan Hak-Hak Asasi Manusia. Namun hasil dari rancangan ini tidak terealisasikan setelah MPR hasil pemilu (1971) terbentuk. Hingga akhirnya Mei 1998 masa Orde Baru berakhir dengan dilengserkannya Soeharto dari kursi kepresidenan.
.
Sebagaimana yang telah saya tulis diatas, pada Pembukaan UUD 1945 alinea 1 sudah menyatakan bahwa Indonesia tidak setuju dengan kolonialisme. HAM di Indonesia bersumber pada Pancasila. Maksudnya adalah bahwa dalam melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung di dalam Pancasila. Karena pada dasarnya tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara mutlak tanpa memperhatikan hak orang lain.
.
Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan orang lain, maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi dan mengakui hak asasi manusia. Berikut salah satu Instrumen HAM yang dimiliki Indonesia:- UUD 1945.
- Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
- UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
- UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Di Indonesia secara garis besar hak-hak asasi manusia dibedakan sebagai berikut:
- Hak asasi pribadi (Personal Rights) yaitu meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
- Hak-hak atas ekonomi (Property Rights) yaitu meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
- Hak-hak asasi politik (Political Rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.
- Hak asasi mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (rights of legal equality).
- Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untuk mengembangkan budaya.
- Hak asasi mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan.