-->

Filsafat Ilmu - Landasan Ilmu by Emji Suhasti Syafe'i

Tidak ada komentar

http://rangkumtekniksipil.blogspot.co.id/2017/07/metode-pengujian-berat-jenis-specific.html
Landasan ilmu itu ada tiga, yaitu: metafisika atau ontologi (yang terdiri dari hakekat ilmu dan struktur ilmu), epistomologi (yang terdiri dari obyek, cara memperoleh, ukuran kebenaran), dan aksiologi (yang terdiri dari guna ilmu dan solusi).
.

Ontologi Ilmu

Hakekat Ilmu (apa itu ilmu?)
  • Rasional: mengajukan hipotesa atau dugaan atau asumsi. Misalnya: pendapatan itu berpengatuh positif terhadap kebahagiaan. Semakin banyak pendapatan semakin bahagia.
  • Empiris: uji eksperimen (dari hipotesa di atas). Kelompok eksperimen: penduduk yang berpenghasilan menengah ke atas. Kelompok kontrol: penduduk yang berpenghasilan menengah ke bawah. Hipotesa yang terbukti akan menjadi teori atau hukum atau konsep. Misalnya: korelasi yang signifikan antara pendapatan dan kebahagiaan. Prinsip LHV (Logika-Hipotesis-Verifikasi).
Struktur Ilmu
  • Ilmu Alam: astronomi, fisika, kimia, ilmu bumi, ilmu hayat.
  • Ilmu Sosial Humaniora: sosiologi, politik, psikologi, ekonomi, hukum, agama, seni, antropologi, budaya, filsafat dan sejarah.
Gejala sosial lebih sulit untuk diamati secara langsung dibanding gejala alam, berikut perbandingannya:
  • Sosial Humaniora:
  1. Sikap masyarakatnya kurang tertarik karena data terbatas (pengembangan sikap sosial anti 'sara'.
  2. Kompleksitas gejalanya terdapat banyak segi dan faktor sehingga sulit diukur dengan teliti. Misalnya bom atau teroris, sebenarnya siapa pemimpinnya, pengikutnya, pribadinya, bagaimana situasinya, dan lain-lain.
  3. Hakekat pengamatan: kejadian masa lampau tidak dapat diulangi untuk diobservasi.
  4. Kemantapan: tidak menunjukkan kemantapan yang mutlak dan pasti, tetapi hanya kecenderungan-kecenderungan.
  5. Tuntutan: subyektivitas, yaitu meneliti manusia yang berperasaan, kemauan, keinginan (memasukkan keyakinan atau keinginan ke dalam fakta-fakta).
  • Ilmu Alam:
  1. Sikap masyarakatnya dana lebih besar, hasil langsung dirasakan (seperti: teknologi, vaksin, dan lain-lain); hal ini dapat menguntungkan dalam faktor ekonomi.
  2. Kompleksitas gejala: meneliti gejala fisik yang dapat diukur secara teliti. Misalnya: bom itu bahanya dari apa.
  3. Hakekat pengamatan: ahlinya atau pakarnya dapat mengulang bagaimana Galileo (misalnya) meneliti tentang 'gaya tarik bumi'. Atau Archimedes dapat menemukan hukumnya (misalnya).
  4. Kemantapan: mantap dan teratur, mempunya prediksi yang lebih tinggi.
  5. Tuntutan: obyektivitas, yaitu mudah dipenuhi, karena gejala alam tidak berpribadi dan berperasaan, keinginan dan tidak bereaksi terhadap peneliti.
.

Epistomologi

Obyek ilmu:
  • Empiris
Cara memperoleh ilmu didorong:
  • Humanisme: manusia mampu mengatur dirinya dan alam (misalnya mitos atau agama yang sulit menghasilkan aturan yang disepakati).
  • Rasionalisme: akal adalah alat pencari dan pengukur pengetahuan (berpikir logis tidak menjamin kebenaran yang disepakati).
  • Empirisme: kebenaran adalah yang logis dengan bukti empiris (belum terukur).
  • Positivisme: kebenaran adalah yang logis, ada bukti empiris dan terukur.
  1. Metode ilmiah: LHV.
  2. Metode riset: menjelaskan secara teknis dan rinci (eksperimen, observasi, kuesioner, interview).
  3. Metode penelitian: hasil metode riset yang membuat aturan untuk mengatur manusia dan alam (kualitatif atau pustaka dan kuantitatif atau statistik).
Ukuran kebenaran ilmu: teori-teori (yang kuat) akan menjadi hukum.
  • Teori ekonomi: penawaran & permintaan (supply & demand) menjadi hukum penawaran & permintaan.
  • Hukum dihipotesis: menguji apakah teori itu logis, menguji secara empiris dengan eksperimen.
.

Aksiologi

1. Guna Ilmu

  • Explanation: menjelaskan faktor-faktor penyebab perceraian (misalnya). Di Pengadilan Tinggi Agama Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2011 terjadi perceraian yang berjumlah 4.353, 2012 berjumlah 5.440 (khulu': 2.813, talaq: 1.286), 2013 berjumlah 5.599 (khulu': 3.829, talaq: 1.770), 2014 berjumlah 5.851.
  • Alasan perceraian berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 adalah:
  1. Zina, judi, pemabuk, pemadat (pemakai).
  2. Pergi selama 2 tahun.
  3. Melanggar hukum dengan hukuman penjara 5 tahun.
  4. Penganiayaan yang membahayakan.
  5. Penyakit atau cacat badan.
  6. Perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
  • Alasan perceraian berdasarkan Pasal 116 KHI hampir sama dengan diatas hanya saja ditambahkan:
  1. Suami yang melanggar taklik-talak.
  2. Pengalihan agama atau murtad.
  • Prediction: ada dampak postif dan negatif dari perceraian.
  • Control atau upaya atau tindakannya adalah:
  1. Komunikatif.
  2. Saling terbuka.
  3. Konsultasi ke psikologi atau BP4.
  4. Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 1 Tahun 2008, sidang pertama yaitu ditawarkan proses mediasi.

2. Solusi

  • Mengidentifikasi masalah perceraian. Hakim Pengadilan Agama mencari atau meneliti: siapa yang menginginkan perceraian, apa permasalahannya, dan lain-lain.
  • Mencari teori tentang penyebab perceraian:
  1. Yuridis: Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975 terkait alasan perceraian.
  2. Normatif: kaidah fiqh.
  • Mencari teori tentang cara memperbaiki. Hakim mencoba mendamaikan dengan mengusulkan tindakan-tindakan:
  1. Komunikatif
  2. Pertimbangan anak
  3. Dukungan orang tua atau pihak lain sebagai mediator
Contoh lain:
  • Mengidentifikasi masalah pidana anak dibawah umur. Hakim dan kepolisian mencari atau meneliti: faktor-faktor penyebab anak melakukan tindak pidana, apa jenis tindak pidananya, siapa saja yang terlibat dalam proses pemidanaan tersebut.
  • Mencari teori tentang penyebab pidana dibawah umur:
  1. Penelitian UNAIR 2003: kondisi ekonomi yang tidak mampu (74,71%); pendidikan rendah (72,76%); lingkungan pergaulan dan masyarakat yang buruk (68,87%); lingkungan keluarga yang tidak harmonis (66,15%); dampak negatif arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi.
  2. Pasal 4 UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak: Batas umur anak yang dapat diajukan ke sidang pengadilan anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum kawin.
  3. Pasal 22-32 UU Nomor 3 Tahun 1997: Jenis dan berat ringannya pidana pada anak yang melakukan tindak pidana.
  4. Pasal 26 ayat 1 menetapkan: Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak,  paling lama setengah dari maksimun ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
  5. Pasal 26 ayat 2 menetapkan: Apabila anak melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.
  6. Pasal 42 menetapkan: (1) Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan. (2) Dalam melakukan penyidikan terhadap anak, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari ahli: pendidikan, kesehatan jiwa, agama atau petugas kemasyarakatan lainnya. (3) Proses penyidikan terhadap perkara anak wajib dirahasiakan.
  • Cara memperbaiki yaitu berdasarkan pada Pasal 24 ayat 1 tentang Tindakan:
  1. Mengembalikan kepada orang tua atau wali.
  2. Menyerahkan kepada Negara untuk dididik, dibina dan dilatih.
  3. Menyerahkan kepada Kemensos atau organisasi sosial kemasyarakatan.
Bagi para pejabat kepolisian atau hakim, wajib mempertimbangkan umur anak yang sedang diproses, apabila kurang dari 8 tahun sebaiknya dikembalikan kepada orang tuanya atau diberi sanksi, untuk pihak yang dirugikan. Dalam melakukan proses pemidanaan anak dibawah umur, Polisi harus lebih memperhatikan lagi hak-hak yang seharusnya diterima oleh anak.

Komentar