-->

Hukum Agraria dan Hukum Tanah

Tidak ada komentar

Hukum Agraria dan Hukum Tanah
Hukum Agraria dan Hukum Tanah.

A. Hukum Agraria

Sebelum membahas mengenai pengertian Hukum Agraria, sebelumnya akan dijelaskan terlebih dahulu oleh penulis tentang Agraria itu seperti apa. Agraria adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani, ager, yang berarti ladang atau tanah. Sedangkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) agraria berarti urusan pertanian atau tanah pertanian, dan urusan kepemilikan tanah.
.
Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Hukum Agraria adalah: Hukum Agraria merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum, yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber daya alam yang terdiri dari:
  1. Hukum Tanah: Penguasaan atas tanah.
  2. Hukum Air: Penguasaan atas air.
  3. Hukum Pertambangan: Hak Penguasaan atas bahan galian.
  4. Hukum perikanan: Hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air.
  5. Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa.
Ada dua pengertian mengenai hal ini. Pertama adalah pengertian secara luas dan kedua adalah pengertian secara sempit.
.

a. Luas

  1. Pengertian secara luas - Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam.
  2. Obyek secara luas - Hak penguasaan atas sumber-sumber alam.
  3. Ruang Lingkup - 1)Hukum Tanah; 2)Hukum Air, pasal 1 ayat (5) UUPA; 3)Hukum Pertambangan; 4)Hukum Perikanan; 5)Hukum Kehutanan; 6)Hukum atas Tenaga dan Unsur-unsur dalam Ruang Angkasa (bukan Space Law), pasal 1 ayat (6) UUPA.
.

b. Sempit

  1. Pengertian secara sempit - Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Pasal 4 ayat (1) UUPA.
  2. Hak Penguasaan Atas Tanah.
  3. Hukum Tanah.
.

B. Hukum Tanah

Menurut Boedi Harsono Hukum Tanah adalah 'keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum, ada yang tertulis maupun tidak tertulis, yang semuanya mempunyai obyek pengaturan yang sama, yaitu hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan-hubungan hukum konkrit, beraspek publik dan perdata, yang dapat disusun dan dipelajari secara sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu-kesatuan yang merupakan satu sistem.
  • Aspek Pedata - Perorangan, Badan Hukum Perdata, Badan Hukum Pemerintah. (Subyek).
  • Aspek Publik - Legislatif, Eksekutif, Yudikatif.
.

C. Hukum Agraria dan Hukum Pertanahan

Ada dua pendapat yang sudah penulis dapatkan dari beberapa artikel. Pendapat pertama mengibaratkan hukum agraria itu seperti buah. Sedangkan hukum tanah adalah sebuah mangga. Maksudnya adalah mangga itu merupakan jenis buah. Yang artinya hukum tanah ini termasuk dari bagian hukum agraria. Sebagaimana hukum tanah itu terdapat dalam UUPA, yaitu dalam pasal 4 ayat (1) UUPA dan pasal 16 ayat (1) UUPA.
.
Pendapat yang kedua menjelaskan bahwa sebenarnya hukum tanah itu lebih luas daripada hukum agraria. Pendapat ini berasal dari bapak Tjahjo Arianto. Beliau mengatakan bahwa terdapat kesalahan tafsir oleh para ahli mengenai pengertian hukum agraria (agrarian law/agrarischerecht) dan hukum pertanahan (land law/grondrecht). Menurut beliau kajian sistem hukum Romawi, civil law, common law, maupun hukum adat mengatakan sebaliknya, yaitu hukum pertanahan lebih luas daripada hukum agraria.
.
Beliau menambahkan bahwa hukum pertanahan itu mengatur tanah sebagai benda tetap atau tidak bergerak dan bertalian erat dengan hukum kekayaan. Sedangkan hukum agraria mengatur perbuatan hukum untuk mengolah serta memanfaatkan tanah (dalam hal ini yang dimaksud ialah benda-benda diatas tanah yang dikategorikan sebagai benda bergerak).
.
Jadi menurut beliau itu hukum tanah dan hukum agraria itu tidak sama, contohnya seperti hukum pidana dan perdata yang mana hukum pidana tidak bisa dikatakan lebih luas daripada hukum perdata.
.
Artikel lain hampir sama dengan penjelasan pendapat pertama. Hanya saja sedikit diperjelas tetapi juga sedikit membingungkan untuk dipahami. Jadi artikel lain ini mengaitkannya pada pengertian luas hukum agraria dan pengertian sempitnya. Pengertian hukum agria secara luas terkait dengan sumber alam, yaitu air, bumi, ruang angkasa, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya.
.
Sedangkan pengertian sempitnya adalah terkait dengan tanah, yang mana yang dimaksud tanah itu bukan arti fisiknya melainkan arti yuridis, yaitu hak. Objek hukum tanah adalah hak penguasaan tanah. Hak penguasaan tanah itu terdiri dari wewenang, kewajiban, dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu terhadap tanah yang dihakinya. Sebagaimana isi dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yang berbunyi:
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
Dan macam-macam hak atas tanah telah diatur dalam Pasal 16 ayat (1). Isinya adalah seperti ini:
  1. Hak milik,
  2. Hak guna-usaha,
  3. Hak guna-bangunan,
  4. Hak pakai,
  5. Hak sewa,
  6. Hak membuka tanah,
  7. Dan lain-lain.
Bingung? Jadi sebenarnya inti dari artikel ini adalah hukum tanah itu seperti hukum agraria yang dalam arti sempitnya. Sebagaimana kita tahu diatas telah dijelaskan bahwa hukum agraria secara sempit itu objeknya adalah tanah. Dan berdasarkan UUPA hukum tanah itu termasuk di dalam hukum agraria. Karena menurut UUPA ini tanah sifatnya lebih sempit.
.

D. Sejarah Hukum Tanah di Indonesia

  • Hukum tanah lama Indonesia sebelumnya menggunakan Pluralisme Hukum (Hukum Adat, Hukum Tanah Barat, Swapraja, Antar Golongan).
  • Barulah muncul Hukum Tanah Nasional yang terdiri dari: (UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria/UUPA, UU No. 41 Tahun 1991 tentang Kehutanan, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan lain-lain).
.

E. Garis Besar Perkembangan Hukum Tanah Sebelum 24 September 1960

Ada dua mengenai ini, yaitu: 1)Perangkat Hukum Tanah Barat dan 2)Perangkat Hukum Tanah Adat. Kedua-duanya masih dibagi menjadi dua, yaitu a)tertulis dan b)tidak tertulis. Penjelasannya adalah berikut.
.

a. Perangkat Hukum Tanah Barat:

  1. Tertulis - Buku II BW, Buku III BW, dan Buku IV BW. (Agr. Wet 1870, Agr. Besluit 1870).
  2. Tidak Tertulis - Hukum kebiasaan - Belanda Kuno. (Pra BW - sebelum 1848).
.

b. Perangkat Hukum Tanah Adat:

  1. Tertulis - diciptakan pada masa Pemrintahan HB dan Pemerintahan Swapraja. (Hukum Swapraja).
  2. Tidak Tertulis - sebagai hukum yang berlaku dikalangan orang Indonesia asli. (Bumiputra).
.

G. Status Tanah di Indonesia Sebelum UUPA

Ada dua jenis, yaitu:
  1. Tanah Hak Indonesia - Diatur oleh Hukum Tanah Adat. (belum didaftar).
  2. Tanah Hak Barat - Diatur oleh Hukum Tanah Barat. (sudah didaftar).

a. kedudukan hukum

  1. Sebelum UUPA s/d 23 September 1960 - terpencar dalam beberapa hukum, yaitu: a)Hukum Tanah Barat Adm. Perdata, b)Hukum Tanah Adat Adm. Perdata, c)Hukum Tanah Administrasi, d)Hukum Tanah Swapraja, e)Hukum Tanah Antar Golongan.
  2. Sesudah UUPA - Satu obyek satu sistematika.

b. kedudukan negara

  1. Sebelum UUPA s/d 23 September 1960 - Pemilik atau Badan Hukum Perdata.
  2. Sesudah UUPA - Badan Pengusaha.

c. kedudukan hak

  1. Sebelum UUPA s/d 23 September 1960 - hak-hak Barat, hak-hak Adat, hak-hak Swapraja.
  2. Sesudah UUPA - Unifikasi dalam Hak melalui ketentuan konversi.
.

H. Prinsip Dasar Hukum Tanah Nasional

  1. Keagamaan - bagi bangsa Indonesia tanah merupakan karunia dari Tuhan. [Pasal 1 ayat (2) UUPA, Pasal 49 UUPA].
  2. Kebangsaan - tanah merupakan pemersatu bangsa. [Pasal 9 UUPA, Pasal 6 UUPA, Pasal 20 UUPA, Pasal 55 UUPA].
  3. Demokrasi - tidak ada diskriminasi dalam pemilikan tanah, baik berdasarkan gender, suku, ras, agama, dan kepercayaan. [Pasal 4 UUPA, Pasal 9 UUPA].
  4. Keadilan - penguasaan dan pemilikan tanah tidak boleh dimonopoli dan tidak boleh menimbulkan ketimpangan.
  5. Kesejahteraan - tanah merupakan sumber kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
  6. Kepastian Hukum - hak atas tanah harus terjamin dan dilindungi dari gangguan pihak yang tidak ber-hak. [Pasal 11 UUPA, Pasal 13 UUPA, Pasal 19 UUPA].
  7. Fungsi Sosial - tanah harus dimanfaatkan dan tidak mengganggu pihak lain.
  8. Keberlanjutan - hak atas tanah ditujukan bukan hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan datang.
.

I. Kepastian Hukum Atas Tanah

  1. Jelas pemilik tanahnya.
  2. Hak atas tanah terjamin.
  3. Apabila diperlukan untuk kepentingan umum, maka akan mendapat ganti rugi yang adil.
.

J. Syarat Kepastian Hukum

  1. Tersedianya peraturan pertanahan tertulis yang lengkap dan tidak tumpang tindih.
  2. Terwujudnya sistem pendaftaran tanah stelsel positif dimana yang didaftar adalah hak-nya dan tidak dapat dibatalkan.
.

Komentar