Contoh surat wasiat. |
Pengertian Wasiat
Secara etimologi atau secara bahasa wasiat berarti menjadikan, menaruh kasih sayang, menyuruh dan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya. Sedangkan secara terminologi hukum Islam wasiat berarti pemberian kepemilikan yang dilakukan seseorang untuk orang lain, sehingga ia berhak memilikinya ketika si pemberi telah meninggal dunia. Pemberian tersebut dapat berupa barang, piutang, maupun manfaat.
.
Sebagaimana di dalam Al Qur'an surat al Baqarah ayat 180 yang berbunyi sebagai berikut:
كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصية للوالدين والأقربين بالمعروف حقا على المتقين
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
.
Hukum Wasiat Tradisional Islam
Ada sedikit perbedaan para ulama terhadap hukum wasiat ini. Imam Al Zuhri berpendapat bahwa wasiat ini hukumnya adalah wajib. Wasiat wajib dilakukan orang yang memiliki harta katanya. Pendapat lain menyatakan bahwa wajib yang dimaksud tersebut adalah wajib yang ditujukan kepada karib kerabat yang tidak memperoleh hak waris. Sedangkan keempat Imam, yaitu Imam Malik, Imam Hambali, Imam Hanafi, dan Imam Syafi'i mengatakan bahwa waris itu adalah sunnah, adalah anjuran jika dilakukan untuk kebajikan.
.
Ada lagi perbedaan para ulama mengenai boleh tidakkah memberikan wasiat kepada ahli waris? Ibn Qudamah, seorang pengikut madhzab Hambali memperbolehkan adanya wasiat yang diberikan kepada ahli waris jika dikehendaki. Kalau Imam Malik mengatakan wasiat ini boleh diberikan kepada ahli waris asalkan ada persetujuan dengan semua ahli waris lainnya. Dan jikapun hanya sebagian yang setuju maka yang sebagian yang setuju itulah yang akan memberikan harta warisannya untuk wasiat. Artinya wasiat diambilkan dari yang sebagian yang setuju itu. Dan tidak boleh mengambil sebagian yang tidak setuju. Sedangkan menurut Syi'ah Imamiyah memperbolehkan adanya wasiat untuk ahli waris maupun bukan ahli waris tanpa meminta izin dari semua ahli waris. Dengan syarat tidak melebihi dari sepertiga harta warisan.
.
Ketentuan Pokok (Rukun) dan Syarakat Wasiat
- Orang yang berwasiat (Mushi) - Mushi dinyatakan sudah dewasa (apabila sudah berusia 21 tahun keatas), berakal sehat, dan tanpa paksaan dalam berwasiat.
- Orang yang menerima wasiat (Mushalahu) - Mushalahu harus diketahui dengan jelas keberadaannya dan wujudnya ketika wasiat dinyatakan, dan tidak membunuh Mushi.
- Sesuatu yang diwasiatkan (Mushabihi) - Syarat-syarat mushabihi adalah sebagai berikut: dapat berlaku sebagai harta warisan atau dapat menjadi objek perjanjian, sudah wujud ketika wasiat dinyatakan, milik mushi, dan jumlahnya tidak melebihi dari sepertiga harta warisan kecuali jika ada persetujuan dari para ahli waris boleh melebihinya.
- Sighat atau Ikrar - Ikrar wasiat dapat dinyatakan secara lisan, tertulis, maupun dengan isyarat.
.
Isi dari Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Pasal 194
- Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
- Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
- Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.
Tidak harus usia 21 tahun. Pengertian dewasa tidak harus usia 21 tahun. Jika seseorang yang belum berusia 21 tahun kemudian menikah, ia sudah dianggap dewasa. Artinya perkawinan dapat membuat seseorang menjadi dewasa di mata hukum. Walaupun orang tersebut belum berusia 21 tahun, kemudian menikah, dan kemudian bercerai maka ia yang masih dibawah usia 21 tahun tersebut tidak dapat kembali dalam keadaan belum dewasa. Simpelnya perkawinan itu menyebabkan seseorang menjadi dewasa dan kedewasaan itu berlangsung seterusnya walaupun perkawinan putus sebelum ia berusia 21 tahun (Pasal 330 KUHPerdata).
.
Untuk ayat yang ke (2) dan ke (3) dalam pasal ini menurut penulis sudah jelas bahwa memberikan wasiat tersebut harus menunggu si pewasiat meninggal dunia terlebih dahulu. Dan yang wasiat yang diberikan nanti adalah murni milik si pewasiat.
.
Pasal 195
- Wasiat dilakukan secara lisan terhadap dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan notaris.
- Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.
- Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.
- Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan notaris.
Persaksian sebagaimana di dalam Al Quran surat al Maidah ayat 106 yang berbunyi sebagai berikut:
يا أيها الذين آمنوا شهادة بينكم إذا حضر أحدكم الموت حين الوصية اثنان ذوا عدل منكم أو آخران من غيركم إن أنتم ضربتم في الأرض فأصابتكم مصيبة الموت تحبسونهما من بعد الصلاة فيقسمان بالله إن ارتبتم لا نشتري به ثمنا ولو كان ذا قربى ولا نكتم شهادة الله إنا إذا لمن الآثمين
Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah shalat (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan menukar sumpah ini dengan harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa".
Sedangkan dalam ayat (2) pasal ini mengenai usia ahli waris yang menyetujuinya terdapat perbedaan hukum. Ataukah harus 21 tahun atau saat usia 9 tahun sebagaimana pada fikih. Sedangkan pada B.W Pasal 897 menyebutkan bahwa anak-anak dibawah umur yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh tidak diperkenankan membuat surat wasiat (KUHPerd. 151, 169, 330, 904, dst, 1677). Menurut Dr. Fahmi Al Amruzi sendiri hal ini harus dikembalikan pada usia 21 tahun.
.
Pasal 196
- Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan.
.
Pasal 197
1. Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena:
- a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat kepada pewasiat;
- b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan sesuatu kejahatan yang diancam hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat;
- c. Dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat;
- d. Dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dari pewasiat.
- a. Tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat;
- b. Mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya;
- c. Mengetahui adanya wasiatnya itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.
.
Pasal 198
- Wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun pemanfaatan suatu benda harus diberikan jangka waktu tertentu.
.
Pasal 199
- Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuan atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi kemudian menarik kembali.
- Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris bila terdahulu dibuat secara lisan.
- Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris.
- Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris maka hanya dapat dicabut berdasarkan akte Notaris.
Dalam hukum Islam, pewasiatan berlaku dengan akad serah terima. Jika ijab telah disampaikan tetapi tidak ada kabul maka kedudukan hukum belum berarti sah. Diperlukan dua pihak yang saling menyetujui. Hukum inilah yang berlaku pada wasiat.
.
Pasal 200
- Harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila karena suatu sebab yang sah mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum pewasiat meninggal dunia, maka penerima wasiat hanya akan menerima harta yang tersisa.
.
Jadi gambaran penulis itu begini. Misalkan adalah saham yang menjadi wasiatnya. Entah ini benar atau tidak ya. Ini hanya sebagai contoh untuk mempermudah pemahaman. Misalkan saham adalah wasiatnya, sedangkan waktu itu perusahaan yang diberikan saham itu mengalami kerugian. Nah si penerima wasiat ini tidak boleh meminta ganti rugi kepada perusahaan ini. Seperti itu mudahnya.
.
Pasal 201
- Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan sedangkan ahli waris ada yang tidak menyetujui, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai sepertiga harta warisnya.
.
Pasal 202
Apabila wasiat ditujukan untuk berbagai kegiatan kebaikan sedangkan harta wasiat tidak mencukupi, maka ahli waris dapat menentukan kegiatan mana yang didahulukan pelaksanaannya.
.
Pasal 203
- Apabila surat wasiat dalam keadaan tertutup, maka penyimpanannya di tempat Notaris yang membuatnya atau di tempat lain, termasuk surat-surat yang ada hubungannya.
- Bilamana suatu surat wasiat dicabut sesuai dengan Pasal 199 maka surat wasiat yang telah dicabut itu diserahkan kembali kepada pewasiat.
.
Pasal 204
- Jika pewasiat meninggal dunia, maka surat wasiat yang tertutup dan disimpan pada Notaris, dibuka olehnya di hadapan ahli waris, disaksikan dua orang saksi dan dengan membuat berita acara pembukaan surat wasiat itu.
- Jika surat wasiat yang tertutup disimpan bukan pada Notaris maka penyimpan harus menyerahkan kepada Notaris setempat atau Kantor Urusan Agama tersebut membuka sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) pasal ini.
- Setelah semua isi serta maksud surat wasiat itu diketahui maka oleh Notaris atau Kantor Urusan Agama diserahkan kepada penerima wasiat guna penyelesaian selanjutnya.
.
Pasal 205
- Dalam waktu perang, para anggota tentara yang termasuk dalam golongan tentara dan berada dalam daerah pertempuran atau yang berada di suatu tempat yang ada dalam kepungan musuh, dibolehkan membuat surat wasiat dihadapan seorang komandan atasannya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.
.
Pasal 206
- Mereka yang berada dalam perjalanan melalui laut dibolehkan membuat surat wasiat di hadapan nahkoda atau mualim kapal, dan jika pejabat tersebut tidak ada, maka dibuat di hadapan seorang yang menggantinya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.
.
Pasal 207
- Wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang dan kepada orang yang memberi tuntutan kerohanian sewaktu ia menderita sakit sehingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasa.
.
Pasal 208
- Wasiat tidak berlaku bagi Notaris dan saksi-saksi pembuat akte tersebut.
.
Pasal 209
- Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan Pasal 193 tersebut diatas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya.
- Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
.
KUHPerdata
Wasiat dalam KUH Perdata terkandung pada Bab XIII tentang Surat Wasiat yaitu bagian Pertama tentang ketentuan umum sebagaimana berikut ini:
.
Pasal 874
- Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut undang-undang, sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah. (Ov. 42, 57; KUHPerdata. 173, 178, 832, dst).
.
Pasal 875
- Surat wasiat atau testamen ialah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah dia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya. (KUHPerdata. 992).
.
Daftar Pustaka:
- Dr. H. M. Fahmi Al Amruzi, M. Hum. | Rekonstruksi Wasiat Wajibah dalam Kompilasi Hukum Islam | Cetakan I (2012) / Cetakan II (2014) | Aswaja Pressindo: Sleman Yogyakarta |
- Gombar Cover