Mendaki adalah sesuatu yg bagiku juga kawan²ku adalah sebuah upaya untuk keluar dari kotak rutinitas yg berulang-ulang di hidup kita masing². Bukan suatu hobi penting, pula sesuatu yg memiliki nilai filosilofis. Kami hanya memandangnya sbg hiburan semata. Tak lebih dari itu.
Tahun ini kami memutuskan Prau sbg tempat ideal untuk melampiaskan kejenuhan rutinitas kami. Kami hanya ber-4. Amung, Acik, Fajar & aku. Semuanya sdh bekerja. Amung dgn usaha aglonemanya, aku dgn aquascape, Fajar di Shopee, dan Acik di jurnalistik. Kami semua dlm keadaan jenuh.
Bagiku & Amung, ini adalah perjalanan kedua kami ke Prau. Kita ber-2 pernah ke sini pd 2017 lalu. Krn waktu itu kabut & viewnya tidak memuaskan, maka Amung memutuskan untuk kembali lg ke sini. Untukku, 2017 masih cukup bagus. Krn aku masih bisa melihat bintang jatuh waktu subuh.
Waktu itu hanya aku yg terbangun (dirombongan kami, 2017). Krn dingin aku berniat membuat kopi. Pd saat keluar tenda, gila, bintang ada dimana². Terlihat jelas di atasku. Aku terpaku. Semua org di sana jg, semua org yg terbangun. Sangat ramai waktu itu. Kita semua menatap langit.
Kemudian ada garis di langit. 2 garis di langit. 2 bintang jatuh saling mengejar. Semua org berteriak "waaaah~" dgn harokat yg panjang. Aku pun juga demikian. Suara org² ini serempak. Aku merinding. Ini pertama kalinya aku melihat fenomena secantik ini. Dgn org² yg tidak kukenal.
Suara kekaguman banyak org semakin membuat fenomena itu spesial. Sepersekian detik momen itu tp melekat dikepala hingga skrg. Bahkan masih sgt tergambar jelas diotak. Keren. Syg sekali, yg lainnya hanya bs menikmati sisa bintang subuh itu. Pantas saja Amung ingin kembali ke sini.
Aku pun jg tetap penasaran dgn keindahan Prau. Maka kuiyakan tawaran Amung. Kami berempat bersiap di pagi hari. Berdoa lalu lekas menuju Prau, Wonosobo. Tak ada yg begitu spesial diperjalanan. Hanya pemandangan gunung Sumbing di kiri & Sindoro di kanan, yg memanjakan mata.
Pun, tk ada hambatan berarti diperjalanan kami. Semuanya lancar & biasa saja hingga kami sampai di basecamp Patak Banteng.
Krn perjalanan panjang, kami memutuskan u/ istirahat terlebih dahulu. Aku pun jg ingin mandi u/ menghilangkan lelah. Suatu kebiasaanku u/ menghilangkan lelah.
Karena ada suatu hal, penjaga tiket pd petang itu tidak ada di tempatnya. Kami, dan pendaki lain menunggu lama. Karena bosan aku putuskan keluar bersama Acik. Sombongnya, aku tak mengenakan jaket. Hanya sepatu dengan kaos kaki panjang, celana pendek & baju pendek. Sombong memang.
Angin kecil menusuk ke dalam tulangku. Dingin sekali.
Acik keluar karena ingin membeli sesuatu di Indomart/Alfamart, aku lupa yg mana. Tergiur oleh pedagang cilok, kami memutuskan membelinya 4 porsi. Karena bosan menunggu antrean aku ikut Acik masuk ke dalam Indomart.
Anehnya di Indomart justru hangat. Fungsi ac sepertinya u/ meningkatkan derajat suhu udara di dlmnya. Ini sebuah fakta yg aneh.
Kembali menuju pedagang cilok. Pembeli lain sudah tdk ada. Kami bercerita banyak. Ttg bapak ini yg pernah main ke Skh, hingga hobinya berkeliling kota.
Beliau adalah veteran. Sudah mendaki sejak thn 2000-an. Pd waktu itu mendaki wajib berbekal parang. Karena zona gunung msh sangat perawan. Tdk ada jalur khusus mendaki. Benar² hutan. Pun msh banyak hewan liar. Ketika beliau bercerita, kepalaku mengimajinasikan cerita itu. Salut.
Kembali menuju basecamp, bapak penunggu tiket masih jg belum balik. Bosan. Apalagi aku bukan tipikal org yg suka membaur dgn pendaki lain. Rombonganku jg sama sifatnya dgnku. Yg ada aku hanya ngrokok sambil melihat-lihat pendaki lain berlalu-lalang sibuk menyiapkan peralatan.
Akhirnya kami dipersilakan naik. Sekitar pukul 20.00 kami memulai perjalanan kami menuju Sunrise Camp, tempat favorit para pendaki, karena di sn kita bs melihat banyaknya bintang di waktu subuh & sesuai nama, bs melihat matahari terbit jg. Pula bs melihat pemandangan gunung lain.
Di dalam pendakian menuju Sunrise Camp jg tdk ada halangan berat. Cuaca normal. Angin tdk begitu kencang. Kami hanya mengobrol sbgmana biasanya, yg mana tak etis juga dibahas pd thread ini, demi keamanan aib kami.
Disisi lain, di belakang kami ada sepasang kekasih yg jg berjuang menuju Sunrise Camp. Melihat mereka membuatku menjadi iri. Aku pun jg memiliki keinginan u/ mengajak istri. Yaah mungkin suatu saat nanti.
Sampai di lokasi. Kami membagi tugas. Aku & Amung memasang tenda. Acik & Fajar memasak dan membuat kopi.
Selepas itu semua beristirahat karena sudah pukul 1 pagi. Aku menjadi org terakhir yg tidur. Suasana tidak begitu ramai, pas²an. Di belakang tenda kami sepertinya rombongan dr Jakarta, krn logatnya kentara. Terdiri pria & wanita sepertinya.
Kami bangun kesiangan. Amung org pertama yg bangun karena ingin kencing. Semuanya tidak melihat bintang di waktu subuh. Jg matahari terbit. Aku tidak menyesal. Karena melepas lelah adalah prioritas utama skrg. Aku masih sangat ngantuk. Amung ttp memaksaku bangun. Ah malas sekali.
Pagi hari aku & Amung bekeliling mencari view yg bagus u/ menerbangkan drone. Kali ini perjalanan spesial, kami berinisiatif menggunakan drone. Semak belukar kami trobos. Selama bkn jurang tak masalah. Terus mencari, terus mencari. Tapi tak ada yg menarik. Kami kembali ke tenda.
Sesekali kami foto. Krn cuaca pd saat itu lbh baik dr dulu pertama kali kami kemari. Tk ada kabut sekalipun. Tak ada rasa menyesal melewatkan bintang di waktu subuh dan katanya juga ada bintang jatuh (menurut pendengaran Acik yg waktu subuh samar² mendengarkan suara org di luar).
Sebelum turun, aku Amung & Acik ttp berupaya mencari tempat u/ menerbangkan drone. Kami menuju puncak Prau. Dan menerbangkannya di sn.
Sdh ckp kami puas. Puas dgn pemandangan yg sudah kami lihat. Kami kembali menuju lokasi Fajar menunggu kami. Hari itu rasanya sudah cukup puas.
Perjalanan turun aku mendahului kawan²ku. Aku paling tdk suka turun gunung. Apalagi medannya licin. Kami, yaa cukup jauh jaraknya.
Rupanya aku bersamaan salah dua rombongan dari Jakarta yg tendanya dibelakang kami. Dua org itu perempuan semua. Yg juga memimpin rombongannya.
Rekan²nya jg dibelakang bersama Amung dll. Kami mengobrol sedikit. Rombongan mereka terdiri 3 pria & 3 wanita. Berasal dari lupa tepatnya. Dua org yg bersamaku terdiri wanita berhijab & kucir kuda. Aku tak menanyakan nama mereka. Karena aku jg membatasi diriku.
Dulu msh ada perasaan yg perlu dijaga. Aku br mnyadari, trnyata seetis itu aku dl. Walaupun mmang ke-2 wanita itu cantik sekali. Yg hijab sgt pemalu. Mngkin dia jg mmiliki prasaan yg perlu dijaga. Sdangkan yg kucir kuda sgt cerewet sekali. Dia brcerita soal bintang jatuh td pagi.
Suatu penutup yg baik di Prau. Aku mendahului 2 org wanita tadi. Aku takut menjadi penasaran terhadap nama mereka dan menjerumus sesuatu yg tidak etis (bagiku).
Acik, Fajar menyusulku. Dengan ojek yg mereka tumpangi. Amung berjalan mundur. Aku & Amung memang payah dlm hal turun.
Aku adalah tipe org yang ingin semua org tau ketika aku sedang menyukai seseorang. Begitu jg terhadap org itu. Karena aku tdk bisa menahannya, jg berpura-pura untuk tidak tertarik dan menjadi teman saja. Justru jika sdh menjadi teman aku tdk bisa menyukainya lg. Rasanya berbeda.
Maka kukatakan saja semuanya. Dan responnya menyebalkan. Katanya, "aku hanya penasaran". Aku dgn kapasitasku dulu sgt kaget. Dan berdebat tentang "penasaran" itu. Bagaimana bisa dia menganggap cinta tulus ini sbg suatu hal yg hanya "penasaran". Aku tidak mengerti.
Skrg aku sadar, ternyata aku memang penasaran. Aku selalu penasaran bagaimana jk kami bersama. Bagaimana kami bertahan sebulan. Bagaimana kami bertahan setahun. Bagaimana kami bertahan seterusnya. Karena saking penasarannya, aku menjadi membayangkan apabila kami memang berhasil.
Rasanya spt Prau. Aku terus penasaran pada keindahannya, situasinya, bintangnya, juga sunrisenya. Kadang kabut, kadang cerah. Apa boleh buat, beginilah hidup. Dan aku selalu penasaran terhadap responmu mengenai hidup itu. Terus-menerus penasaran. Krn aku tdk pernah puas akan itu.
Aku juga penasaran, bagaimana wajahmu ketika melihat bintang jatuh bersamaku. Kamu memandangi langit. Aku memandangimu. Semua org berteriak "waaahh~" dgn panjang. Pula kamu. Sepersekian detik itu akan menjadi fenomena tercantik yg pernah aku alami. Tak akan pernah lupa.
Aku penasaran hingga membayangkannya jika terjadi. Ya aku memang penasaran. Terus-menerus penasaran. Sampai tua. Sampai liang kubur.
Source: twitter.com