-->

Pandji as a Politician

Tidak ada komentar

“Pandji as a Politician”

Pandji Pragiwaksono, pria bertubuh besar, kekar, dengan raut muka yang setengah-setengah, sangar enggak, aneh iya. Tau Pandji saat saya melihat salah satu acara kuis cerdas cermat “Kena Deh”. Membaur di tengah masyarakat, pura-pura menjadi bagian dari mereka, lalu memberikan pertanyaan-pertanyaan menarik. Dari sini saya sudah tahu bahwa Pandji kelak akan menjadi seorang detektif, maka keluarlah filmnya “Partikelir”.

Tengah Malam. Sepulang dari main bulutangkis. Karena badan capek, mau mandi juga masih basah, keringat masih keluar, saya menyalakan tv. Baru juga dinyalain, wajah Pandji langsung nongol. Waktu itu ada siaran ulang Tour Stand Up Comedynya, “Mesakke Bangsaku” di Kompas TV kalau tidak salah. Malam itu, pandangan saya soal Pandji berubah. Yang awalnya cuman tau doang jadi suka. Cara bicara, dan materi yang disampaikannya bagus. Malam itu, Pandji membuat saya jatuh cinta. Saya terpesona.

Banyak sekali hal yang berubah setelah mendengar ucapan-ucapannya. Seperti memahami gay, lingkungan saya tidak luput dari itu. Dan dari materinya saya sadar, bahwa Mas dan/atau Mbak Kris (tetangga saya) bisa menjadi demikian karena memang bawaan dari lahirnya. Sehingga saya dapat memahami bagaimana saya harus bersikap. Juga materinya tentang pendidikan, toleransi antar umat beragama, kasus pemerkosaan dan wanita, dan banyak sekali.

Pada Pilkada Jakarta kemarin, nama Pandji makin banyak diketahui orang karena menjadi juru bicara Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Pandji berani banget. Bukan karena Pandji melakukan kesalahan, tapi karena politik pada saat itu sangat sentimen sekali. Sekedar mendukung, tanpa jadi juru bicara saja, sudah diserang dan dimaki berkali-kali. Apalagi jadi juru bicaranya, jadi makanan tiap hari tuh. Pagi-pagi lagi makan sama anak istri dapat makian. Mau mandi dapat makian. Mau nonton tv dapat makian. Mau kerja, keluar, tidur, dapat makian juga.

Keluarlah video bijaksananya tentang kekalahan Basuki Tjahja Purnama dan wakilnya, Djarot Saiful Hidayat. Isi videonya menarik betul. Harus diakui memang apa yang disampaikannya adalah fakta. Ahok-Djarot kalah memang bukan (hanya) karena faktor agama. Tapi mereka kalah karena strategi mereka salah. Gerindra saja butuh Pandji untuk mempresentasikan Anies. Artinya apa? Gerindra belum sepenuhnya mencintai Anies (waktu itu) sebagaimana mereka mencintai Prabowo. Turunlah Pandji.

Dari video ini juga, saya justru tidak menyangka Pandji bakalan nyalonin diri. Dan inilah yang saya khawatirkan.

Saya menyukai Pandji, mencintai gagasannya. Sebetulnya saya tidak suka ketika dirinya menjadi jubir salah satu politikus. Bagi saya politikus itu buruk. Kesan positifnya nggak ada. Mereka cuman menjadikan pemilu sebagai ajang bisnis. Saya bertanya-tanya, kenapa mereka-mereka ini rela menghabiskan uang sedemikian banyak hanya untuk kampanye yang belum jelas menghasilkan apa-apa. Apa sih yang mereka cari? Uang? Kenapa nggak beli saham saja?

Dari beberapa kasus, ternyata pemilu adalah bisnis yang sangat menguntungkan. Tidak seperti saham, yang tidak jelas untung-ruginya, naik-turunnya. Pemilu, jika kita menang, jika kita terpilih, kita bisa dapat uang banyak. Uang yang dikeluarkan untuk kampanye, bisa balik modal dalam setahun. Tertangkaplah Bupati Klaten, Bupati Subang, dan lain sebagainya karena kasus perizinan. Banyak dari mereka yang sudah menjadi bupati langsung mengurusi perizinan. Alasannya ya itu, buat balik modal.

Pengetahuan tadi saya dapat dari dosen saya. Nggak hanya itu. Beliau juga menambahkan bahwa banyak politikus-politikus yang di belakangnya ada perusahaan asing. Mereka membantu pasangan calon dengan memberikan modal kampanye. Asalkan ketika pasangan calon itu terpilih, perusahaan itu dapat izin mendirikan bisnisnya. Hal-hal semacam inilah yang saya takutkan kepada diri Pandji. Saya khawatir dia berubah, meninggalkan prinsipnya, hanya demi meraup suara. Saya suka dirinya, cara pandangnya, dan gayanya. Saya jatuh cinta. Maka dari itu tulisan ini saya tujukan kepadanya, sebagai seorang fansnya yang membanggakan dirinya.

Banyak yang bilang orang-orang cerdas, orang-orang hebat, tidak ingin berurusan politik, menghindarinya, karena mereka ingin hidup tentram. Pantaslah politikus-politikus isinya ..., ya... gitulah. Mendengar Pandji bakal nyalonin diri, pertama yang saya rasakan jelas khawatir. Tetapi melihat dirinya menyikapi segala caci-maki, menyikapi perpolitikan masa kini, saya justru percaya Pandji akan membawa perubahan di negeri ini dan sistem perpolitikan saat ini. Akhirnya ada satu orang cerdas yang keluar dari zona nyamannya. Dan dia (mungkin) adalah Pandji.

Rubahlah sistem perpolitikan saat ini Ndji. Seperti yang kita tau, kampanye sebelum pemilihan selalu identik dengan pengeluaran uang yang besar. Hapus pemikiran yang seperti itu. Nggak selalu kok kampanye dengan uang. Itu kampanye apa mau syukuran.

Harapan saya, Pandji kuat dan berpegang teguh pada prinsipnya. Tidak tergoda dengan cara instan untuk mendapatkan pasukan. Nggak masalah kalah. Terima saja. Justru saya kecewa jika kamu menang dengan cara yang tidak bermoral.

Saya, dan mungkin pendukungmu yang lainnya, sangat berharap banyak padamu Ndji. Ekspetasi saya sangat luar biasa besar. Langkah awalmu pasti sulit. Karena politik masa kini penuh dengan caci maki. Belum lagi orang-orang yang tidak terlihat di belakang, berdiri layaknya bandar, yang dapat menggerakkan massa kesana-kemari.

Apapun partai yang akan kamu pilih, kamu adalah kamu. Dan kalau bisa buat partai itu adalah kamu. Seperti katamu di Asumsi saat bersama Imam Sjafei. Partai baru belum tentu dapat melakukan perubahan. Lama-lama partai itu akan sama saja seperti partai yang lainnya. Karena masalahnya bukanlah lama atau baru, tapi siapa yang mampu melangkah maju dengan sesuatu yang baru. Dan saya berharap orang itu adalah Pandji Pragiwaksono. Selamat menempuh jalan baru, dan tantangan baru. Wish you luck!


Kota Yogyakarta, Yogyakarta

27 Febuari 2018

Komentar