Cover buku: Faraidl (Hukum Waris Dalam Islam) dan Masalah-masalahnya. |
- Sebab kerabat (hubungan darah).
- Sebab pernikahan (suami/istri).
- Sebab walak, yaitu menerima waris dari orang yang telah dimerdekakan olehnya.
- Sebab Islam, yaitu harta waris yang diserahkan kepada Baitul Maal untuk keperluan kaum muslimin, setelah tidak adanya ahli waris dari tiga hal diatas.
.
Dzawil Furudl
Orang-orang yang dapat mewarisi harta warisan seseorang yang telah meninggal dunia terdapat 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak wanita. Di dalam Kitab Kifayatul Akhyar secara ringkas dikatakan:
.
Ahli waris dari pihak laki-laki yaitu:
- Anak laki-laki.
- Cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.
- Ayah.
- Kakek (ayah dari ayah) dan seterusnya ke atas.
- Saudara laki-laki seibu seayah.
- Saudara laki-laki seayah.
- Saudara laki-laki seibu.
- Kemenakan laki-laki (anak laki-laki dari nomor 5).
- Kemenakan laki-laki (anak laki-laki dari nomor 6, 8, dan nomor 9) dan seterusnya ke bawah berturut-turut yang ke luar dari jurusan laki-laki.
- Saudara ayah (paman) yang seibu seayah.
- Saudara ayah (paman) yang seayah. Nomor 10 dan 11 tersebut, seterusnya keatas berturut-turut dari jurusan laki-laki, termasuk di dalamnya, paman ayah, paman kakek dan seterusnya.
- Anak paman yang seayah (anak laki-laki dari nomor 10).
- Anak paman yang seayah (anak laki-laki dari nomo 11). Nomor 12 dan 13 tersebut, seterusnya ke bawah berturut-turut dari jurusan laki-laki.
- Suami.
- Orang laki-laki yang memerdekakannya.
Tetapi andaikata semua ahli waris diatas ada semuanya, maka tidak semuanya mendapatkan warisan. Hanya ada tiga (3) orang saja yang mendapatkannya, yaitu:
- Ayah.
- Anak.
- Suami.
- Anak perempuan.
- Anak perempuan dari laki-laki dan seterusnya ke bawah berturut-turut dari jurusan laki-laki.
- Ibu.
- Nenek perempuan (ibunya ibu) dan seterusnya berturut-turut dari jurusan perempuan.
- Nenek perempuan (ibunya ayah) dan seterusnya ke atas berturut-turut dari jurusan ayah (laki-laki).
- Saudara perempuan yang seibu seayah.
- Saudara perempuan yang seayah.
- Saudara perempuan yang seibu.
- Istri.
- Orang perempuan yang memerdekakannya.
- Anak perempuan.
- Anak perempuan dari anak laki-laki.
- Ibu.
- Saudara perempuan seibu seayah.
- Istri.
Ahli waris yang berjumlah dua puluh lima tersebut dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:
- Ahli Waris Dzawul Furudl - ahli waris yang mempunyai bagian tertentu yang ditentukan oleh Al Qur'an atau hadis Rasul, seperti: 1/2; 1/4; 1/8; 1/3; 2/3; 1/6.
- Ahli Waris 'Ashabah - ahli waris yang tidak tertentu bagiannya. Jika ahli waris 'ashabah ini tidak bersama-sama dengan ahli waris dzawul furudl maka semua warisannya menjadi kepemilikannya. Namun apabila ahli waris ini bersama-sama dengan dzawul furudl, maka ahli waris ini hanya mendapatkan sisa harta waris (setelah dikurangi bagian waris dzawul furudl). Sehingga jika harta warisan tidak ada sisa sedikitpun, maka ahli waris ini tidak mendapatkan apa-apa.
- Golongan pertama - anak-anak dan keturunannya dan suami/istri si mati atau pewaris. Mereka semua mendapatkan bagian yang sama besar.
- Golongan kedua - orang tua (bapak ibu) dan saudara baik seibu seayah, maupun hanya seayah atau seibu saja.
- Golongan ketiga - keluarga sedarah dalam garis si ayah dan si ibu.
- Golongan keempat - sekalian keluarga dalam satu garis ke atas yang masih hidup dan golongan sanak saudara dalam garis yang lain.
.
Dan berdasarkan pasal 119 B.W, si suami yang ditinggal mati istrinya tadi akan memiliki harta x rupiah + y rupiah + z rupiah (x = harta si suami saat belum menikah; y = harta si istri saat belum menikah; z = harta bersama si suami dan istri setelah menikah). Artinya begini, si suami tidak hanya mendapatkan harta dari pendapatan mereka selama perkawinan, melainkan harta bawaan sebelum menikah milik si istri pun akan menjadi kepunyaan si suami, meskipun usia perkawinan baru sebulan atau 6 bulan. Itu yang diatur di dalam B.W dahulu.
.
Dzawul Arham
Dzawul arham adalah orang-orang selain dari yang 25 orang tadi. Asal maknya ialah keluarga yang mempunyai hubungan darah tetapi bukan bagian dari 25 orang tadi. Mereka tidak mempunyai bagian tertentu di dalam Al Qur'an. Karena inilah Imam Syafii dan Imam Malik dan juga Zaed bin Tsabit berpendapat bahwa dzawul arham ini tidak mewaris (tidak mendapatkan warisan) karena tidak ditentukan di dalam Al Qur'an, Hadits, maupun qiyas.
.
Namun Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya mengatakan bahwa dzawul arham dapat mewaris. Mereka mendasar pada Al Qur'an sebagaimana di bawah ini:
- Surat Al Anfaal (8) ayat 75 yang berbunyi sebagai berikut:
وأولوا الأرحام بعضهم أولى ببعض في كتاب الله إن الله بكل شيء عليم...
"Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu (dzawul arham) sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
- Surat An Nisa (4) ayat 7 yang berbunyi sebagai berikut:
للرجال نصيب مما ترك الوالدان والأقربون وللنساء نصيب مما ترك الوالدان والأقربون مما قل منه أو كثر نصيبا مفروضا
"Bagi orang laki-laki mempunyai bagian atau hak dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya (Al-Aqrabun), baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan."
.
Yang dimaksudkan Al Aqrabun bagi mereka adalah dzawul arham. Dan dzawul arham itu lebih utama diberi daripada kaum muslimin lain (ke Baitul Maal), karena mereka adalah dzawul arham yang beragama Islam dan memiliki hubungan darah.
.
Mereka, yang sepakat bahwa dzawul arham adalah mewaris, berbeda pendapat dalam cara pembagian warisan. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa cara pewarisan dzawul arham adalah dengan menurut urutan ashabah. Sedangkan fuqaha lain berpendapat bahwa pewarisan dzawul arham dengan cara memberikan dasar tanzil (penempatan) atau istilah di dalam B.W adalah pergentian/representatie. Sebagai contoh adalah berikut:
Ada seorang perempuan bernama A yang memiliki anak bernama B. Si B ini memiliki anak perempuan bernama C. Si B telah meninggal dunia mendahului ibunya yang bernama si A. Ketika si A meninggal dunia, si C (cucu dari si A) akan mendapatkan warisan dari si A dikarenakan si C menggantikan posisi si B yang lebih dulu meninggal dunia.
Adapun yang termasuk dzawul arham itu ialah:
- cucu dari anak perempuan.
- kemenakan dari (anak dari) saudara perempuan.
- kemenakan perempuan dari saudara laki-laki.
- paman seibu (saudara ayah seibu).
- paman dari pihak ibu (saudara ibu).
- bibi dari pihak ibu (saudara perempuan ibu).
- bibi dari pihak ayah (saudara perempuan ayah).
- kakek dari pihak ibu (saudara ibu).
- nenek (perempuan) dari pihak ayah atau pihak ibu (ibunya ayah/ibu).
- saudara sepupu perempuan (anak perempuan paman).
- kemenakan dari saudara laki-laki yang seibu.
Untuk yang tidak dinyatakan perempuan atau laki-laki berarti baik laki-laki maupun perempuan, artinya kedua-duanya. Sehingga jumlahnya lebih dari sebelas macam. Untuk lebih jelasnya lihatlah skema di bawah ini:
Faraidl (Hukum Waris Dalam Islam) dan Masalah-masalahnya. |
Daftar Pustaka:
- Drs. Moh. Anwar, BcHk., Faraidl (Hukum Waris dalam Islam) dan Masalah-masalahnya, Penerbit Al Ikhlas Surabaya Indonesia 1981.