-->

Perasaan Sesak, Gustav Jung, Leluhur, dan Cinta Murni

Tidak ada komentar

Ngomongin Gustav Jung jadi inget ada kasus. Mulanya dari SMP. Pada jaman itu sering nonton film bareng sama temen-temen. Yg paling teringat, nonton film You Are the Apple of My Eye. Masih sangat ingat. Nonton di kelas, terus pindah ke seberang latar masjid sekolah yang lantainya merah setelah jam sekolah selesai. Nonton bareng-bareng dan endingnya juga brengsek si. Dari situ perasaan nggak enak selalu muncul. Perasaan yang sangat kelam. Sangat murung. Sedih. Dan ga bisa dihilangkan. Move on ke film lain, nonton bareng lagi juga, tapi tetap saja, perasaan sesak setelah nonton You Are the Apple masih ada. Walaupun bikin sesak, film itu tetap sering i tonton ulang.

Waktu berlalu sampai SMA. SMA mulai tertarik anime selain Action, selain Naruto. Beberapa anime ditonton, hingga tiba pada film anime karya Makoto Shinkai, Byousoku 5 cm. Perasaan sesak yg sama ketika abis nonton You Are the Apple muncul lagi nih. Anjg. Susah sih move on dari perasaan ini. Waktu itu masih ga sadar alasannya kenapa kok perasaan ini sering muncul selepas nonton film dua tadi.

Jadi setiap habis nonton dua film tadi selalu dihantui perasaan yang ga enak sama sekali. Sakit banget. Sesak. Ga tau ya, kualitas perasaan ga enaknya beda dengan ngeliat film-film drama lain. Misalnya Be With U Korea ver. yg diperanin Son Ye Jin. Atau Canola yang dibintangi Go Eun. Dua film itu juga bikin sesek. Tapi ga ngebekas. Bisa move onnya.

Waktu berlalu sampai di awal bulan tahun ini. Karena lagi bosen, i rewatch lagi film Byousoku 5 cm. Ga tau ini udah rewatch ke berapa sepanjang hidup. Dan udah jelas, perasaan sesak ini kambuh. Karena pada saat ini i udah gede, ada kerjaan juga, perasaan itu ganggu banget. Beda ketika masih SMP SMA Kuliah, karena ga ada beban pada waktu itu. Kali ini perasaan itu bagaikan hama. Mengganggu produktivitas.

I curahkan perasaan itu kepada my ex, waktu itu masih pacar. Perasaan sesak, sedih, kelam, bikin daya kreativitas turun. Juga produktivitas. Ganggu banget. Hal yang ga i suka juga, sesuatu karena perasaan. Karena perasaan paling susah dikontrol. Emang paling bener ngedominankan logika. Gegara film doang jadi kaya gitu sintingnya.

Dari situ mulai observasi diri sendiri. Karena perasaan kelam ini harus diketahui asal mulanya, hingga i bisa berdamai dengan itu dan membuat tindakan-tindakan jadi lebih objektif, efektif, dan rasional. Tidak berlarut-larut dalam perasaan sedih akibat film.

Tindakan pertama, mencari kesamaan dua film tadi. Benang merah yang didapatkan adalah film tersebut menceritakan kisah cinta dua orang yang dekat, saling berkomunikasi, bahkan sudah ngedate juga, tetapi keduanya tidak saling komitmen dengan pacaran. Pada akhirnya si perempuan menikah dengan orang lain. Keliatan bodoh memang, tapi romantisnya disitu wkwk.

Lantas apa hubungannya nih sama perasaan kelam ini? Padahal i sama sekali belum ngalamin itu. Belum ada pengalaman kisah cinta yang demikian. Tapi kok bisa sesak kalau liat dua film tadi. Apa karena imajinasi i terlalu tinggi? Tapi kenapa ga berlaku juga di film lain? Pertanyaan demi pertanyaan muncul.

Di jauh hari. Kalau ga salah tahun 2021, ada temen bilang bahwa i merupakan “old soul”. Old soul ringkasnya adalah orang yang dari masa lalu, sudah hidup di masa lalu, lalu jiwanya dilahirkan di raga yang baru di masa sekarang. Ahmad Dhani pernah nyinggung ini di yutubnya Vindes. Temen i bilang gini karena ketertarikan i dengan hal-hal yang ada pada masa lampau. Jika ditarik benang merahnya bisa i simpulkan bahwa mungkin i di masa lalu mengalami kisah cinta seperti tokoh utama di dua film tadi. Tapi i ngga bisa menemukan legalnya “old soul”. Belum ditemukan tokoh yang mengartikan ini secara rinci. Observasi lagi, ketemulah Sigmund Freud. Teori kesadaran dngan penemuannya terhadap psikoanalisis. Teori Freud terkait dengan kepribadian yang baik adalah pribadi yang id, ego, dan superegonya seimbang. Terkontrol lah intinya. Sehingga manusia bisa bertindak objektif dan rasional.

Tapi masih dipertanyakan nih, perasaan kelam ini kenapa? Pemicunya darimana? Muncul lah Jung sebagai conclusion. Terutama teorinya tentang ketidaksadaran kolektif. Bayi ketika lahir tidak putih, melainkan pengalaman-pengalaman dari leluhurnya sudah menempel pada bayi itu. Mungkin kisah cinta yang demikian dialami oleh leluhur i, diwariskan ke i, dan kemudian keluar ketika melihat dua film tadi. Dari Jung inilah i bisa terima, karena ada teorinya dan dapat dipertanggungjawabkan.

Setelah observasi, hidup kembali tenang. Perasaan jadi terkontrol. Malah sekarang i justru mengalami cinta yang demikian wkwk. I fall in love dengan perempuan yang ketika i masih pacaran dengan my ex udah i suka. Tapi i lebih memilih komitmen dengan my ex yg waktu itu masih pacar. Justru bukan cinta kalau i memaksakan untuk mengikuti ego. Jatuhnya nafsu. Cinta jadi ga murni. Perasaan suka itu emang benar dan apa adanya. Tapi tindakan akibat perasaan itu gak benar. Kalau kata BP Komitmen dan tanggung jawab nomor satu, cinta dibawahnya, nomor dua.

Pada akhirnya i malah kehilangan pacar, yg problem utamanya bukan org ketiga, tapi waktu. Heran juga sama cewe. Udah setia, tapi tetep dianggap kurang. 40 hari setelah masa iddah i coba deketin cewe yg i taksir dulu. Menurut i dia adalah last option. Kalau ngga dia yaudah hidup semengalirnya aja. Mau siapapun jodohya nanti. Nikmatin aja dulu kesendirian wkwk. Meratapi si. Ternyata die udeh punya pacar wkwk. Disitu galau lagi. Emang sulit untuk berrasional.

I ungkapkanlah semua isi perasaan i yang dianggap sama dirinya, i cuman penasaran. Ya i juga ga tau penasaran apa kagak, karena ga ngalamin itu, tapi yg paling penting, point utamanya udah i sampaikan. Sehingga i ga nyesel seumur hidup mirip leluhur i.

I juga ga nunggu dia, justru kalau i nunggu jatuhnya malah berharap buruk atas kelangsungan hubungan mereka. Isn’t love, right? Tapi i selalu terbuka untuknya, mau direpotkan dalam segala hal. That’s the only act of love i can give her.

I rasa pengalaman leluhur i ga cuman untuk dinikmati doang. Tapi mungkin pertanda untuk i juga. Dan beruntung, i udah melakukan observasi atas perasaan itu sebelum i mengalaminya sendiri secara langsung. Sehingga sekarang ga merasa terganggu akan perasaan itu. Cenderung menikmatinya. Dan kadang menjadi kelucuan.

Perasaan. Ya perasaan. Sesuatu yang paling ga i suka dulu karena sulit ngekontrolnya. Dan sekarang i can handle it. Like spoiled cat.

Source: twitter.com

Komentar